Ekasari, Melaya, Jembrana8°15′44″S 114°31′54″E / 8.262219°S 114.531533°E
Desa Ekasari (bahasa Bali: ᬤᬾᬲ ᬏᬓᬲᬭᬶ᭟, translit. Déṣa Ekasaŕi) adalah desa yang berada di kecamatan Melaya, Kabupaten Jembrana, Provinsi Bali, Indonesia.[4][5]Di desa ini menjadi salah satu desa transmigran dari daerah lain di Bali yang dilihat dari sisi sejarahnya, kemudian Desa ini terkenal akan wisatanya dengan terdapat Gua Maria Palasari yang terkenal dikalangan umat katholik Bali dan Bendungan Palasari. SejarahTahun 1934Pada tahun 1934, daerah ini telah dihuni oleh sekelompok kecil masyarakat yang terdiri dari 14 Kepala Keluarga (KK). Mereka ini merupakan transmigran lokal perdana yang memasuki daerah ini, berasal dari Desa Baluk Kecamatan Negara, dibawah pimpinan alm. Pan Gambar. Akhirnya, mereka berhasil membangun sebuah desa yang kemudian diberi nama Palalinggah. Tahun 1940Berselang beberapa tahun kemudian, tepatnya pada tanggal 24 September 1940, datanglah sejumlah 24 Kepala Keluarga (KK) dibawah pimpinan Almarhum G. I Gusti Kompiang Djiwa, bersama seorang misionaris yaitu alm. Pastor Simon Bois SVD . Kedatangan kelompok ini di daerah ini adalah berkat permohonan Pastor Simon Bois SVD kepada Paruman Agung Dewan Raja-Raja di Bali. Tahun 1941Pada tahun 1941, datang menyusul kelompok baru yang berasal dari Daerah Kabupaten Karangasem, sebanyak 20 KK, dibawah pimpinan I Made Hapian. Mereka mendirikan sebuah banjar/pemukiman di penghujung barat daerah ini. Daerah yang dibangun ini diberi nama Karangsari, yaitu dari nama daerah asal mereka yaitu Kabupaten Karangasem, disertai ciri khas adat istiadat mereka yang cukup kuat dan khas, dan sebagai Kelian Banjar dipilih alm. Gurun Pager. Tahun 1942Sebagai akibat berkecambuknya Perang Asia Timur Raya pada tahun 1942, maka rakyat di Desa Abiansemal dan Blahkiuh yang termasuk dalam kekuasaan Mengwi, sangat menderita, terutama karena sulitnya keadaan ekonomi masyarakat. Akibat tekanan ekonomi yang berat tersebut, atas prakarsa Anak Agung Ngurah Kediri, yang telah didukung oleh beberapa penduduk, mengajukan permohonan kepada Paruman Agung Dewan Raja-Raja di Bali, agar bisa mendapatkan tanah garapan di Daerah Jembrana dan Dewan tersebut menyetujui permohonan itu. Tahun 1944Tempat yang baru berkembang ini terdengar hingga Jawa Timur dan pada tahun 1944, datang sejumlah 40 orang/kepala keluarga (KK) dari para pendatangKabupaten Jember dan Banyuwangi, dibawah pimpinan alm. Bapak Katijah. Mereka mendapat lokasi tanah pertanian dan pemukiman di sebelah timur Desa Palasari. Para perintis yang pertama, yang tetap di Desa Palalinggah, mengatakan bahwa di lokasi ini terdapat sebatang pohon pala yang sangat besar. Setiap kali mereka pergi ke kawasan hutan pala, mereka mengatakan "Palarejo". Kata Palarejo sendiri diambil dari kata "Pala" yang berarti kepala atau pusat, sedangkan "Rejo" berarti Ramai, karena para pendahulu tersebut sudah meramal dan memperkirakan bahwa daerah bekas kawasan hutan pala yang lebat ini akan menjadi pusat yang ramai dikunjungi oleh para kepala/pimpinan. Selama pendudukan Jepang, masyarakat Palalinggah diperintahkan secara paksa menebang pohon pala dan memikul batang pohon yang sudah ditebang itu beramai-ramai hingga di dermaga Candikusuma.[6] Tahun 1947Pada tahun 1947, Palasari telah memiliki 88 KK. Mengingat lokasi semula yaitu Palasari Lama kurang memenuhi syarat, maka diputuskan untuk pindah ke lokasi Palasari yang sekarang. Palasari kemudian dikukuhkan sebagai desa yang memiliki pemerintahan sendiri dengan Alm. G. I Gusti Kompiang Djiwa sebagai Kepala Desa dan Pan Gambar sebagai Kelian Banjar. Beberapa saat kemudian, pada tahun itu juga menyusul rombongan baru dari Desa Abiansemal sebanyak 25 KK dibawah Pimpinan alm. Anak Agung Made Kaler, mereka menggabungkan diri dengan kelompok terdahulu. daerah pemukiman ini kemudian diberi nama Adnyasari. Nama ini diambil dari kata Adnyana dan Ssari, yang berarti Sarining Adnyana atau Inti Sari Pikiran, kemudian mereka membentuk susunan Pemerintahan sebagai berikut :
Tahun 1989Para Petinggi Indonesia maupun Daerah melakukan peresmian Bendungan Palasari tanggal 23 Juli 1989. Dan sampai sekarangpun menjadi pusat yang ramai dikunjungi oleh para wisatawan baik domestik maupun mancanegara.[7] GeografiDesa Ekasari memiliki luas sebesar 1.520,44 Ha atau 15,2 km². dari sisi ketinggian tanah merupakan daerah di dataran tinggi dengan 60 Mdpal, terletak dengan jarak orbitasi desa dengan kantor camat (Desa Melaya) 7 Km, jarak dengan Kota Negara adalah 23 Km, dan jarak dengan Kota Denpasar adalah 117 Km. Batas Wilayah
Topografi
DemografiKependudukanPada semester 1 tahun 2024, jumlah penduduk Desa Ekasari menurut Data Kementerian Dalam Negeri sebanyak 5.195 jiwa. Terdapat 1.308 Kepala Keluarga (KK), perpindahan penduduk sebanyak 26 orang, serta terdapat 1 orang yang meninggal dunia. Selain itu, Desa Ekasari memiliki rincian penduduk menurut jenis kelamin dengan laki-laki sebanyak 2.614 jiwa dan perempuan sebanyak 2.581 jiwa. Kemudian status perkawinan di Desa Ekasari menunjukkan bahwa terdapat 2.190 orang yang belum kawin, 2.658 orang yang sudah kawin, 45 orang yang berstatus cerai hidup, dan 302 orang yang berstatus cerai mati.[8] Penduduk desa Ekasari sampai dengan tahun 2016 berjumlah 4.628 jiwa terdiri dari 2.308 laki-laki dan 2.320 perempuan dengan sex rasio 99,48.[1] Pada tahun 2010, terdapat 4.025 jiwa penduduk Desa Ekasari menurut data BPS.[9]
Sumber : Seksi Pemerintahan Desa Ekasari AgamaBerdasarkan data Kementerian Dalam Negeri semester 1 tahun 2024, sebanyak 73,8% penduduk Desa Ekasari menganut agama Hindu. Kemudian penduduk yang beragama Islam sebanyak 2,5%. Selebihnya beragama Kristen sebanyak 23,5%, dimana Protestan sebanyak 0,3% dan Katolik sebanyak 23,2%. Penduduk yang beragama Buddha sebanyak 0,01%.
PemerintahanDesa & Banjar DinasDesa Dinas Ekasari terdapat 10 banjar dinas yang dinaungi nya. berikut data nama-nama banjar dinas dalam tabel berikut.
Desa & Banjar AdatDesa Dinas Ekasari memiliki 2 desa adat yakni Ekasari dan Palalinggah dengan banjar adat didalamnya. Berikut data desa/banjar adat di Desa Dinas Ekasari.
Sumber : Seksi Sosial Budaya Desa Ekasari PariwisataReligiPura Dalem Pingit Desa Pakraman Ekasari Gereja Katolik Paroki Hati Kudus Yesus, Palasari Gereja Katolik Hati Kudus Yesus Palasari ini terletak 1 Km dari kantor Desa Dinas Ekasari, 10 Km dari ibukota kecamatan dan 25 km dari kota Negara. Dari sisi letaknya gereja ini berada di atas bukit, untuk arsitekturnya terdapat perpaduan antara arsitektur Bali dan Eropa sebagai inkulturasi. Bagian tangga halaman depan gereja terdapat berbagai patung santo dan rasul, pada hari besar seperti Paskah dan Natal gereja ini berhiaskan itu penjor, gebogan, dan payung (tedung).[10] Gua Maria ini bernama ‘Palinggih Ida Kaniaka Maria’ yang berarti 'tempat suci bagi Bunda Maria', terletak di Banjar Palasari yang dibangun pada tahun 1962. Gua Maria ini diberkati oleh Uskup Denpasar Mgr Vitalis Djebarus, SVD (alm), lebih lanjut oleh Uskup Mgr DR Benyamin Yosep Bria, PR (alm).[11] Pura Beji Agung Karangsari Pemakaman Pastor dan Uskup Keuskupan Denpasar AlamBendungan Palasari Kampoeng Palarejo Wisata ini terletak di Banjar Palarejo (berdekatan dengan Bendungan Palasari). Agrowisata Di desa ini terdapat perkebunan tanaman kakao, kemudian wisatawan bisa melihat proses pembuatan cokelat mulai dari on farm hingga pengolahan. Selain itu, wisatawan tidak hanya melihat saja, tetapi bisa membuat langsung cokelat dan melakukan fermentasi.[12] Referensi
Pranala luar
|