Diplomasi besiDiplomasi besi (dalam bahasa Ukraina: залізна дипломатія, romanisasi: zalizna dyplomatiia) adalah upaya para pemimpin dan diplomat dari beberapa negara dunia untuk memasuki wilayah Ukraina dengan menggunakan kereta api selama krisis Rusia-Ukraina berlangsung. Istilah ini berasal dari dua kata yaitu 'diplomasi' dan 'besi'. Diplomasi adalah upaya dari suatu negara untuk memengaruhi negara lain melalui berbagai metode seperti kampanye dan negosiasi. Sedangkan 'besi' dalam istilah diplomasi besi mengacu pada bahan baku rel kereta api yang menjadi sarana transportasi utusan beberapa negara dunia dalam melakukan kunjungan ke ibu kota Ukraina yakni Kyiv. Diplomasi besi sendiri mulanya adalah program yang ditawarkan oleh perusahaan kereta api Ukraina atau Ukrzaliznytsia kepada pihak-pihak asing yang bermaksud untuk melakukan kunjungan ke Kyiv selama krisis Rusia-Ukrania berlangsung. Kurang lebih terdapat 22 catatan perjalanan terkait diplomasi besi yang dilaksanakan sepanjang tahun 2022.[1] Latar belakang istilah diplomasi besiIstilah ini dicetuskan oleh Kepala Kereta Api Ukraina Oleksandr Kamyshin karena ia melihat begitu banyak diplomat dan pemimpin negara menggunakan sarana kereta api menuju kota Kyiv.[2] Kereta api dipilih sebagai transportasi utama karena fasilitas penerbangan Kyiv lumpuh selama krisis berlangsung. Kereta api juga dipilih karena dianggap lebih aman oleh para perwakilan negara tersebut. Pada mulanya, pemerintah Polandia menawarkan para utusan yang hendak berangkat ke Kyiv menggunakan jet militer mereka namun tawaran ini ditolak karena khawatir akan dipahami oleh Rusia sebagai tindakan ofensif. Oleh karena itu, kereta api menjadi sarana penting bagi diplomasi Ukraina. Kereta Api menjadi transportasi utama dalam mengantar pemimpin asing ke Kyiv. Para diplomat dan pemimpin dunia menaiki kereta api dengan gerbong kelas mewah dari Polandia menuju ibu kota Ukraina.[2] Perusahaan kereta api UkrainaPerusahaan kereta api Ukraina atau Ukrzaliznytsia adalah BUMN (Badan Usaha Milik Negara) milik Ukraina yang bergerak dalam bidang transportasi kereta api. Ukraina memegang sebesar 100 persen saham perusahaan ini. Ukraina memegang 100 persen saham perusahaan transportasi ini. Perusahaan ini mengelola jalur kereta api baik dalam skala domestik maupun luar negeri. kereta api digunakan tidak hanya untuk transportasi masa, tapi juga untuk keperluan ekspor-impor Ukraina via jalur darat. Jalur kereta api Ukraina terhubung hingga luar negeri seperti Polandia dan Rusia. Semenjak krisis Rusia-Ukraina pada tahun 2022 berlangsung, jalur kereta api yang menghubungkan antara Ukraina dan Rusia diledakkan oleh angkatan udara Ukraina dengan tujuan agar fasilitas tersebut tidak disalahgunakan oleh pihak militer Rusia.[3] Sistem kereta api Ukraina selama krisis Rusia-UkrainaFasilitas penerbangan dan kereta api Ukraina tidak memungkinkan untuk digunakan secara komersial semenjak Krisis Rusia-Ukraina berlangsung. Kereta api selama masa krisis hanya lebih diutamakan untuk kegiatan distribusi bantuan kemanusiaan, penyelamatan pengungsi, dan distribusi pangan. Karena kereta api merupakan sarana penting bagi pertahanan Ukraina selama krisis berlangsung, beberapa stasiun kereta api menjadi sasaran misil. Salah satu contoh stasiun kereta api yang diserang adalah stasiun Kramastorsk.[4] Selain penyerangan stasiun, pengrusakan juga dilakukan secara sistematis seperti memutus koneksi listrik maupun komunikasi antar stasiun.[5] Meskipun begitu, perusahaan Kereta Api Ukraina tetap berusaha untuk menjalankan operasional kereta api. Perusahaan juga meningkatkan faktor keamanan dalam selama operasi kereta api berlangsung. Perusahaan berusaha mencari rute untuk menghindar dari potensi serangan misil Rusia. Beberapa petugas diberi senjata api untuk tujuan keamanan. Oleksandr Kamyshin selaku pemimpin perusahaan Kereta Api Ukraina melakukan koordinasi secara bawah tanah. Selama krisis Rusia-Ukraina berlangsung, dia mempersenjatai diri dan bekerja dari tempat yang tersembunyi. Hal ini dilakukan untuk meminimalisir hubungannya dengan keluarga dan menjaga kerahasiaan informasi operasi kereta api.[3] Diplomasi besi merupakan program yang Oleksandr Kamyshin inisiasi untuk diplomat dan pemimpin negara asing yang hendak melakukan kunjungan ke Kyiv. Meskipun tetap menimbulkan potensi resiko, mereka tidak memiliki opsi yang lebih baik ketimbang kereta api. Oleksandr Kamyshin selaku pemimpin perusahaan menawarkan beberapa fasilitas khusus untuk utusan negara asing yang hendak menggunakan jasanya. Beberapa penawaran tersebut seperti detail mengenai aspek keamanan selama perjalanan dan kerahasiaan informasi. Namun dalam beberapa kasus, informasi perjalanan sempat bocor dan justru membahayakan utusan negara asing.[1] Gerbong kereta yang digunakan dalam diplomasi besiAwal mulanya, salah satu gerbong kereta api yang dipakai oleh utusan para diplomat dan utusan luar negeri untuk melakukan perjalanan ke Kyiv merupakan gerbong perjalanan wisata. Gerbong kereta diberi konsep mewah untuk wisatawan tingkat menengah ke atas. Gerbong kereta mulanya ditujukan untuk penumpang yang melakukan perjalanan wisata ke Krimea. Namun, pengerjaan proyek gerbong ini belum sempat digunakan untuk keperluan wisata. Hal ini karena proyek produksi gerbong kereta selesai hanya berselang beberapa bulan sebelum aneksasi Krimea oleh Rusia pada tahun 2014.[6] Selain itu, gerbong kereta yang diproduksi pada era Uni Soviet juga dimanfaatkan oleh Ukraina untuk mengangkut penumpang yang tengah melaksanakan tugas diplomatik selama Krisis Rusia-Ukraina. Kereta tersebut telah diperbaiki dan melalui tahap modernisasi oleh Perusahaan Kereta Api Ukraina. Gerbong dilengkapi dengan perkakas yang layak dan mewah. Gerbong juga diberi fasilitas mewah selama perjalanan. Namun, tiap gerbong memiliki pelayanan yang berbeda-beda. Hal ini sempat menjadi bahan lelucon oleh penumpang terutama ketika pemimpin Perancis, Italia, dan Jerman secara bersama melakukan kunjungan ke Kyiv menggunakan kereta api. Salah satu dari mereka mengaku iri karena mendapat pelayanan yang berbeda.[6] Catatan perjalanan utusan beberapa negaraSelama krisis Rusia-Ukraina tercatat banyak pemimpin negara asing menggunakan program diplomasi besi. Beberapa kunjungan ini menghasilkan kesepakatan kerjasama dan dukungan diplomatik untuk Ukraina. Sebagian juga melakukan kunjungan sekaligus menyalurkan bantuan pangan, kesehatan, bahkan militer. Umumnya pejabat luar negeri yang berkunjung berasal dari negara anggota Uni Eropa. Namun, tercatat ada beberapa kepala negara non-Eropa yang berkunjung seperti Indonesia, Kanada, Amerika Serikat, dan Australia. Adapun detail mengenai catatan perjalanan pejabat negara asing di Ukraina adalah sebagai berikut:[2]
Referensi
|