Lahir di Gunungsitoli, Dalimend diadopsi oleh pamannya pada usia belia. Ia kemudian pindah di Aceh dan menghabiskan sebagian besar masa kecilnya di daerah tersebut. Setelah Indonesia merdeka, Dalimend bergabung dengan kesatuan tentara pelajar dan organisasi pelajar lainnya. Tiga tahun kemudian, ia mengakhiri pengabdiannya di tentara pelajar dan menjadi anggota Angkatan Laut Republik Indonesia (ALRI). Setelah pengakuan kedaulatan Indonesia oleh Belanda pada tahun 1950, Dalimend keluar dari ALRI dan menjadi bintara di Angkatan Udara Republik Indonesia (AURI).
Dalimend mengalami pemindahan dan promosi jabatan selama beberapa kali selama bertugas di AURI. Dalimend sempat mengawasi pembangunan bandar udara yang akan digunakan untuk menyerang Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI), yang kemudian dibatalkan karena PRRI menyerah sebelum pembangunan bandara selesai. Selain bertugas mengawasi pembangunan bandara, Dalimend sempat bertugas di Direktorat Perbekalan TNI-AU, Lanud Halim Perdanakusuma, dan Markas Besar Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI).
Dalimend menjabat sebagai Bupati Nias sejak Oktober 1975 setelah mengakhiri penugasan di ABRI sebagai Kepala Biro Perbekalan ABRI. Selama masa jabatannya, Dalimend merumuskan Panca Program Nias sebagai pola induk pembangunan Nias dan memprakarsai perekrutan sarjana ke dalam birokrasi pemerintah daerah Nias dan penempatan mereka ke dalam posisi strategis di birokrasi Kabupaten Nias. Dalam hal pembangunan, Dalimend mengubah kondisi fisik dan tata letak bangunan di Gunungsitoli, ibu kota Nias, dan melakukan perbaikan serta penambahan ruas-ruas jalan yang sudah tidak dapat dilalui lagi di Nias. Pembangunan-pembangunan tersebut membuka isolasi dan memodernisasi Nias. Dalimend juga berhasil membangun bandar udara pertama di Nias, yakni Bandar Udara Binaka, pada tahun 1977.
Setelah masa jabatannya sebagai Bupati Nias berakhir pada tahun 1981, Dalimend ditempatkan sebagai Inspektur Operasi Tertib di sejumlah instansi pemerintahan dan mendirikan Yayasan Tentara Pelajar Aceh. Dalimend wafat di Jakarta pada usia 80 tahun pada tanggal 5 Juli 2010.
Riwayat hidup
Masa kecil
Dalimend dilahirkan dengan nama Dalihuku Mendröfa pada tanggal 1 Juli 1930 di Gunungsitoli, ibu kota Afdeling (Kabupaten) Nias, sebagai anak sulung dari pasangan Tuhombowo Mendröfa dan Kamisa Mendröfa. Dalimend diadopsi oleh pamannya, Dalikhami Mendrofa, yang merupakan seorang pegawai bea cukai. Dalihuku sempat mengenyam pendidikan Sekolah Rakyat di Gunungsitoli sebelum mengikuti sang paman yang dipindahtugaskan ke Aceh. Di Aceh, Dalihuku menjadi seorang mualaf dan mengubah namanya menjadi Dalimend, singkatan nama lahirnya.[1]
Dalimend bersekolah di Sekolah Menengah Pertama Langsa selama merantau di Aceh. Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945, Dalimend bersama dengan teman-temannya membentuk Pasukan Pelajar di sekolah untuk mendukung perjuangan kemerdekaan Indonesia.[2] Pasukan Pelajar tersebut bertransformasi menjadi Ikatan Pelajar Indonesia (IPI) dan dirinya menjadi pemimpin ikatan tersebut.[3] Beberapa bulan setelah organisasi IPI dibentuk, Dalimend bersama dengan beberapa anggota IPI memisahkan diri dan membentuk Kepanduan Rakyat Indonesia.[2] Setelah itu, Dalimend bergabung dengan Tentara Pelajar Resimen II dan ditempatkan sebagai Komandan Batalyon III.[4] Batalyon yang ia pimpin terlibat dalam aksi pelucutan senjata dan perlawanan terhadap tentara Jepang di Langsa.[5]
Karier militer
Usai mengabdi di Tentara Pelajar, Dalimend bergabung dengan Angkatan Laut Republik Indonesia pada tahun 1948.[5] Di kesatuan tersebut, Dalimend dilatih oleh sejumlah perwira angkatan laut seperti Sudomo dan R. Soebijakto. Setelah menjalani pelatihan, Dalimend ditempatkan di Kutaraja (sekarang Kota Banda Aceh) dengan jabatan Komandan Peleton I dari Kompi Peninjau Pantai ALRI. Ia bertugas memimpin pos terdepan di Pelabuhan Krueng Raya (kini Malahayati) dan Ujung Batee.[6]
Dalimend bergabung dengan kesatuan Angkatan Udara Republik Indonesia (kini TNI-AU) pada tahun 1950. Pangkatnya pada saat bergabung adalah Sersan Mayor, tetapi ia dipromosikan menjadi perwira dengan pangkat Letnan Muda II setelah mengikuti Latihan Dasar Kemiliteran pada tahun 1953.[1] Selain itu, Dalimend meneruskan pendidikan formalnya di Sekolah Menengah Atas (SMA) Kutaraja. Ia kemudian pindah ke SMA Jakarta karena penugasan dan tamat pada tahun 1954.[5] Dalimend juga menjalani pendidikan dalam bidang militer di Sekolah Komando Kesatuan Angkatan Udara[7] dan Sekolah Staf dan Komando Angkatan Udara.[1]
Ketika ia masih berpangkat Letnan Muda I, Dalimend yang menjabat sebagai Kepala Seksi Pangkalan Bandar Udara Kalijati ditugaskan ke Nias untuk mempersiapkan serangan terhadap PRRI. Dalimend diperintahkan untuk mengawasi perencanaan dan pembangunan bandar udara di Pulau Nias yang nantinya akan digunakan untuk membantu transportasi pasukan dalam operasi penumpasan PRRI. Bandar udara ini diberi nama Bandar Udara Hunambou—yang diambil dari nama sungai yang mengaliri Desa Binaka—dan pembangunannya dilaksanakan dengan melibatkan masyarakat setempat secara sukarela untuk membersihkan tanah yang akan digunakan sebagai landasan pesawat. Meski demikian, pembangunan bandar udara ini tidak dilanjutkan karena PRRI sudah bubar sebelum bandar udara ini selesai dibangun.[8]
Usai menjalani operasi militer, Dalimend ditempatkan di Direktorat Perbekalan TNI-AU dari tahun 1966 hingga 1970. Setelah itu, Dalimend dipindahkan ke Lanud Halim Perdanakusuma sebagai Kepala Dinas Logistik hingga tahun 1972.[5] Dalimend mengakhiri kariernya di TNI AU setelah menjabat sebagai Kepala Biro Perbekalan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia dari tahun 1973 hingga 1975.[5] Ia secara resmi pensiun dari dinas militer pada bulan Agustus 1985.[1]
Bupati Nias
Dalimend dicalonkan oleh pemerintah pusat sebagai Bupati Nias setelah masa jabatan pendahulunya, Sani Zega, habis pada tahun 1975. Dalimend terpilih dalam pemilihan internal yang dilangsungkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Nias dan ia dilantik sebagai bupati pada bulan Oktober 1975.[1] Menurut ajudannya Lalaziduhu Mendrofa, Dalimend sudah berencana bahwa ia hanya akan menjabat sebagai bupati selama satu periode (lima tahun) dan "sudah punya target bahwa dalam kurun waktu lima tahun itu, dia sudah cukup kuat membangun fondasi untuk diteruskan kepada bupati selanjutnya." Ketjel Parangdjati Zagötö, seorang penulis, membandingkan gaya kepemimpinan Dalimend dengan mantan Gubernur DKI JakartaAli Sadikin dalam hal ketegasan dan kedisiplinan.[9]
Panca Program Nias
Panca Program Nias dibentuk sebagai respon Dalimend terhadap kenyataan bahwa Kabupaten Nias tidak memiliki Anggaran Pendapatan Belanja Daerah. Selain itu, Rencana Pembangunan Lima Tahun yang ada di tingkat pusat juga tidak terdokumentasikan di Kabupaten Nias.[9] Untuk mengatasi hal ini, Dalimend bersama dengan Sekretaris Wilayah Daerah Nias Hanati Nazara menyusun Panca Program Nias yang meliputi sektor perhubungan, pendidikan, pertanian, kesehatan, dan pariwisata. Rancangan ini kemudian diusulkan ke DPRD Nias yang diketuai oleh Domine Lossi.[10] Rancangan ini disetujui dan dijadikan sebagai panduan untuk pembangunan Nias selama masa pemerintahannya.[9]
Birokrasi
Struktur birokrasi dan SDM di lingkungan pemerintahan daerah (pemda) Kabupaten Nias pada masa-masa awal pemerintahan Dalimend sangatlah timpang. Sejumlah lembaga dan dinas yang seharusnya ada di tingkat pemda kabupaten belum terbentuk. Hanya ada dua orang dengan gelar sarjana dan satu orang dengan gelar magister yang bekerja di pemda Nias.[9]
Dalimend melengkapi struktur birokrasi pemda Nias dengan membentuk instansi-instansi baru seperti Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Inspektorat Daerah, Dinas Pendapatan, dan Dinas Pariwisata. Untuk mengisi jabatan-jabatan birokrat di pemerintahan daerah Nias, Dalimend melobi Ephorus Banua Niha Keriso Protestan (BNKP, gereja Kristen Protestan di Nias) agar guru-guru BNKP dengan gelar sarjana dapat dipekerjakan di pemerintahan daerah Nias. Dalihuku Zagӧtӧ, salah satu sarjana BNKP yang ditunjuk Dalimend, ditunjuk sebagai kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah yang baru dibentuk. Jabatan-jabatan lainnya, seperti Kepala Inspektorat dan Kepala Dinas Pendapatan, diduduki oleh camat Fatiaro Gulӧ dan Sarodӧdӧ Zega.[9] Untuk mengisi jabatan Kepala Dinas Pariwisata, Dalimend merekrut Bamböwö Laiya, seorang antropolog lulusan Universitas Siliman, Filipina. Ia diminta untuk menyusun rencana besar untuk pariwisata di Nias. Namun, ia mengundurkan diri setelah dua tahun menjabat dan pindah ke Yogyakarta untuk mengajar di Universitas Gadjah Mada.[11]
Penataan Kota Gunungsitoli
Kondisi Kota Gunungsitoli sebelum Dalimend memerintah cukup semrawut dan tidak tertata rapi. Bangunan-bangunan yang ada di Gunungsitoli masih beratapkan rumbia sehingga rawan akan bencana kebakaran. Tata letak Kota Gunungsitoli juga kurang baik karena adanya kios-kios yang kumuh dan tersebar tidak teratur.[9]
Dalimend kemudian meminta bantuan finansial dari sejumlah bank pemerintah seperti Bank Pembangunan Daerah Sumatera Utara, Bank Negara Indonesia, dan Bank Rakyat Indonesia. Bank-bank tersebut menawarkan kemudahan pinjaman berupa angsuran ringan bagi warga yang mengganti atap rumahnya dengan atap seng. Masyarakat dari beberapa desa di sekitar Gunungsitoli lalu dikumpulkan dan diberikan penjelasan mengenai penggantian atap rumbia dengan atap seng. Penggantian tersebut dapat berjalan dengan lancar dan pinjaman dari bank-bank pemerintah dapat dilunasi.[9]
Dalimend membangun situs-situs pasar seperti Pasar Gomo, Pasar Gudang Garam, dan Pasar Beringin, sebagai tempat relokasi bagi kios-kios pedagang. Menurut Lalaziduhu Mendröfa, Dalimend beberapa kali turun secara langsung menemui para pedagang untuk meyakinkan mereka bahwa relokasi diperlukan untuk membangun kota Gunungsitoli. Relokasi tersebut dapat dilakukan dengan lancar dan kios-kios liar di sekitar kota Gunungsitoli dapat dibongkar.[9]
Pembangunan ruas jalan
Sebelum Dalimend memerintah Nias, pemerintah Hindia Belanda telah membangun jalan sepanjang 367 kilometer di sepanjang Pulau Nias yang menghubungkan ibu kota Nias, Gunungsitoli, dengan ibu kota kecamatan-kecamatan yang ada. Namun, seiring waktu, jalan-jalan yang dibangun menjadi rusak, hingga hanya tersisa 50 km jalan yang dapat dilalui oleh mobil pada tahun 1966. Kerusakan jalan ini berdampak pada kesulitan masyarakat desa di Nias untuk memasarkan barang dagangan mereka dan kenaikan harga bahan pangan. Akibatnya, masyarakat desa di Nias lebih memilih untuk memperdagangkan minyak nilam yang didapat dari tanaman nilam karena jauh lebih ringan dan nilai jualnya yang lebih tinggi.[12]
Pada tahun pertama masa pemerintahannya, Dalimend awalnya merencanakan pembangunan ruas jalan baru dari Kota Gunungsitoli menuju ke Kecamatan Teluk Dalam sepanjang 108 kilometer, yang dianggapnya penting sebagai akses masuk wisatawan. Kendati demikian, rencana tersebut dibatalkan karena perbaikan jembatan-jembatan yang berada di antara kedua wilayah tersebut membutuhkan biaya yang besar sekali. Dalimend kemudian memilih untuk membuka ruas jalan dari Kabupaten Nias Tengah dan Nias Barat menuju ke Kecamatan Teluk Dalam. Meskipun jalan tersebut jauh lebih panjang dibandingkan dengan ruas jalan Gunungsitoli-Teluk Dalam, jumlah jembatan yang perlu diperbaiki lebih sedikit sehingga biaya yang dibutuhkan lebih sedikit. Dalimend juga membangun ruas-ruas jalan kecil lainnya seperti ruas jalan Gunungsitoli-Lahewa, Lölöwa’u-Sirombu, dan Gunungsitoli-Alasa. Pembangunan dan rehabilitasi ruas jalan yang dilakukan oleh Dalimend membuka isolasi dan memodernisasi kehidupan masyarakat di Nias.[9]
Pembangunan bandar udara dan pelabuhan laut
Dalimend memprioritaskan untuk melanjutkan pembangunan Bandar Udara Hunambou berdasarkan hasil rapat para pejabat pemda dan tokoh masyarakat serta agama di Nias.[13] Pembangunan bandara tersebut lalu diteruskan kembali pada awal tahun 1976[8] kendati Pemda Nias sedang mengalami kekurangan anggaran.[1] Dalimend berhasil bernegosiasi dengan sejumlah tokoh masyarakat Nias untuk memperoleh tanah. Pembangunan bandar udara tersebut dapat diselesaikan dan mulai beroperasi pada pertengahan bulan Juli 1976.[1] Bandar udara ini akhirnya diresmikan dengan nama Bandar Udara Binaka pada tahun 1977 oleh Menteri PerhubunganEmil Salim.[8]
Usai membangun bandar udara, Dalimend berfokus pada pembangunan pelabuhan laut pada akhir masa jabatannya. Dalimend memprakarsai pembangunan Pelabuhan Angin Gunungsitoli agar kapal-kapal bisa berlabuh di Gunungsitoli. Pemasangan tiang pancang Pelabuhan Angin Gunungsitoli dilakukan beberapa bulan sebelum akhir masa jabatannya.[8] Selain itu, Dalimend juga memperluas pelabuhan di beberapa titik seperti Gunungsitoli, Teluk Dalam, Pulau Tello, Lahewa dan Sirombu.[1]
Wabah muntaber
Pada bulan Maret 1978, terjadi wabah muntaber yang menewaskan puluhan warga Nias dan menjangkiti ratusan warga lainnya. Investigasi yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Nias menemukan bahwa wabah tersebut disebabkan oleh sebuah pabrik es yang menggunakan sumber air yang kurang higienis. Dalimend kemudian menutup pabrik es tersebut. Ia juga membentuk posko penanggulangan muntaber yang berkantor di Rumah Sakit Umum Gunungsitoli dan membentuk satuan tugas yang terdiri 145 siswa Sekolah Perawat Gunungsitoli. Satuan tugas tersebut disebar ke berbagai wilayah di Nias untuk mengobati warga yang terjangkit wabah tersebut.[14]
Inspektur Operasi Tertib
Setelah mengakhiri masa jabatannya sebagai bupati, Dalimend ditempatkan sebagai Inspektur Operasi Tertib—operasi yang dilakukan untuk memberantas pungutan liar di lingkungan pemerintahan[15]—di beberapa instansi pemerintahan. Dalimend ditugaskan untuk mengawasi pelaksanaan Operasi Tertib di pemerintahan daerah Provinsi Timor Timur hingga tahun 1983. Ia kemudian pindah ke Jakarta dan bertugas di Departemen Kehakiman dari tahun 1983 hingga 1985 dan Departemen Tenaga Kerja dari tahun 1985 hingga 1988.[5]
Pensiun dan wafat
Setelah pensiun, Dalimend bersama dengan sejumlah tokoh Tentara Pelajar Aceh mendirikan Yayasan Tentara Pelajar Aceh. Dalimend duduk di dalam kepengurusan organisasi tersebut sebagai anggota badan pendiri dan pembantu umum badan pengurus. Selain itu, ia juga aktif di kepengurusan Persatuan Eks Tentara Pelajar Resimen II Aceh Divisi Sumatra dalam bidang pengerahan tenaga.[4] Dengan keterlibatannya dalam Revolusi Nasional Indonesia, Dalimend juga memperoleh kehormatan untuk ditetapkan sebagai anggota veteran pejuang kemerdekaan golongan A.[5]
Dalimend wafat di rumahnya yang terletak di Jalan Cipinang Bundar, Jakarta Timur, pada pukul 21.30 tanggal 5 Juli 2010. Jenazahnya kemudian dibawa ke masjid untuk disalatkan dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata.[16] Tujuh tahun setelah ia wafat, Ketua Umum Himpunan Masyarakat Nias Indonesia mengusulkan agar Bandar Udara Binaka yang dibangun pada zamannya diganti namanya menjadi Bandar Udara Dalimend.[17] Gagasan ini didukung oleh sejumlah tokoh masyarakat Nias, seperti mantan Panglima Komando Daerah Militer XVII/CenderawasihChristian Zebua dan pejabat Kementerian Pertahanan Enuar Mendrofa. Namun, gagasan ini juga ditentang oleh hakim Kasianus Telaumbanua. Alih-alih menggunakan nama Dalimend, Telaumbanua mengusulkan agar nama bandar udara tersebut diubah menjadi nama objek wisata di Nias.[17] Hingga tahun 2022, nama bandara Binaka belum mengalami perubahan.[18]
Kehidupan pribadi
Dalimend menikah dengan Yuswir dan memiliki empat anak. Anak-anak dari pasangan tersebut bernama Yusdali Yanti Widodo, Yusdali Anna Eddyono, Yusdali Arwan, dan Yusdali Devi.[5]
Tanda jasa
Sebagai seorang perwira angkatan udara, Dalimend memperoleh sejumlah satyalancana dan bintang atas jasa dan pengabdiannya. Berikut ini adalah daftar satyalancana dan bintang yang diperolehnya:[5]
^ abNotodidjojo, Soebagijo Ilham (1987). Perjuangan Pelajar IPI-IPPI. Jakarta: Balai Pustaka. hlm. 96. ISBN978-979-407-116-8. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-03-22. Diakses tanggal 2021-11-19.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
^Zamzami, Amran; M. P., Sugiono (1985). Belajar dan Berjuang. Jakarta: Bulan Bintang. hlm. 126. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-11-14. Diakses tanggal 2021-11-14.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
^"Angkatan 12". TNI Angkatan Udara. 17 April 2010. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-11-13. Diakses tanggal 14 November 2021.
^"Daftar Makam Tahun 2010-2012". Direktorat Kepahlawanan, Keperintisan, dan Kesetiakawanan Sosial. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2014-05-16. Diakses tanggal 7 Januari 2022. 76. H. Dalimend, L, W-743, 04-07-2010, Kolenel [sic] Mat Purn, Denmabesau