Bintang Republik Indonesia adalah tanda kehormatan yang tertinggi yang diberikan oleh Pemerintah Republik Indonesia.[1] Anugerah kehormatan ini dibentuk secara resmi pada tahun 1959.[2]
Bintang ini diberikan kepada mereka yang secara luar biasa menjaga keutuhan, kelangsungan, dan kejayaan Negara Kesatuan Republik Indonesia.[3] Sebagai pemberi tanda kehormatan, Presiden Indonesia, secara langsung menjadi pemilik kelas pertama tanda kehormatan ini, yaitu "Bintang Republik Indonesia Adipurna". Wakil Presiden Indonesia secara langsung juga menjadi pemilik kelas kedua tanda kehormatan ini, yaitu "Bintang Republik Indonesia Adipradana".[4] Pada ruang lingkup keprotokolan, para penerima Bintang Republik Indonesia memiliki keutamaan menempati urutan ke-20 dalam tata tempat di Indonesia.[5]
Kelas
Bintang Republik Indonesia terbagi dalam lima kelas yaitu:
Bintang Republik Indonesia berbentuk bintang emas bersudut tujuh, yang berpinggir putih dari email dengan ujung berupa pentol mutiara berwarna emas putih. Sudut bintang bagian atas terdapat Garuda Pancasila. Di tengah bintang emas tertulis huruf R.I. di atas dasar biru tua dan dilingkari oleh 17 butir mutiara.[6]
Kelengkapan tanda kehormatan
Sesudah 1972
Sesudah Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1972 disahkan, seluruh kelas Bintang Republik Indonesia dipakai dengan cara diselempangkan. Lajur-lajur pita Bintang Republik Indonesia Utama, Pratama, dan Nararya juga diubah menjadi mirip satu sama lain dan hanya dibedakan dari lebar lajur merah besar yang terdapat di sisi kiri dan kanannya.[7] Bentuk dari perubahan ini kemudian dipertahankan hingga saat ini.[1]
Tahun 1959–1972
Adipurna
Adipradana
Utama
Pratama
Nararya
Aturan yang berlaku pada tahun 1959–1972 adalah Undang-Undang Darurat Nomor 5 Tahun 1959 yang menetapkan tanda kehormatan ini. Menurut peraturan tersebut, Bintang Republik Indonesia Adipurna dipakai dengan cara diselempangkan; Bintang Republik Indonesia Adipradana dipakai dengan cara dikalungkan; Bintang Republik Indonesia Utama, Pratama, dan Nararya dipakai dengan cara digantungkan (lencana). Khusus Bintang Republik Indonesia Pratama, terdapat roset di pita lencananya.[2]
Dari aturan tahun 1959 ini, hanya Bintang Republik Indonesia Adipurna yang memiliki bentuk yang sama hingga saat ini, sementara pada Bintang Republik Indonesia Adipradana hanya lajur-lajur pitanya saja yang sama hingga saat ini. Untuk Bintang Republik Indonesia Utama, Pratama, dan Nararya bentuk dan cara pemakaiannya diubah secara signifikan pada tahun 1972 yang perubahan ini kemudian menghapus peraturan pertama yang disahkan pada tahun 1959.[7]
^"Tanda Kehormatan yang dimiliki Presiden". Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. 10 Mei 2019. Diakses tanggal 2019-08-23.