Ketika Perang Dunia II meletus di Belanda pada Mei 1940, Keluarga Kerajaan Belanda melarikan diri ke London, Britania Raya. Satu bulan kemuian, Beatrix pergi ke Ottawa, bersama ibunya Juliana dan adiknya Irene, sementara ayahnya Bernhard dan neneknya Ratu Wilhelmina tetap berada di London.[3] Keluarga tersebut tinggal di keiaman Stornoway.[5] Sebagai ucapan terima kasih atas perlindungan untuk ia dan putrinya, Putri Juliana pun mengirimkan tulip kepada pemerintah Kanada setiap musim semi, yang merupakan pusat dari Festival Tulip Kanada. Adiknya yang kedua, Putri Margriet lahir pada tahun 1943.[3] Selama pengasingan mereka di Kanada, Beatrix menghadiri sekolah dasar[6] di Sekolah Umum Rockcliffe Park.[7]
Keluarga tersebut kembali ke Belanda pada tanggal 2 Agustus 1945. Beatrix melanjutkan sekolahnya di De Werkplaats di Bilthoven. Adiknya yang ketiga, Putri Christina lahir pada tahun 1947.[3] Pada tanggal 6 September 1948, ibunya, Juliana menggantikan Wilhelmina, neneknya sebagai Ratu Belanda, dan Beatrix menjadi ahli waris Monarki Belanda pada usia sepuluh tahun.
Pendidikan
Pada bulan April 1950, Putri Beatrix memasuki Incrementum, bagian dari Baarnsch Lyceum, dan pada tahun 1956, ia lulus ujian sekolah dalam mata pelajaran seni dan klasik.[8]
Pada 31 Januari 1956, Putri Beatrix merayakan ulang tahun ke-18. Pada tanggal tersebut, di bawah Konstitusi Belanda, ia berhak untuk mendapatkan hak prerogatif kerajaan. Saat itu, ibunya melantiknya di Dewan Negara.
Putri Beatrix juga mengunjungi organisasi Eropa dan internasional di Jenewa, Strasbourg, Paris, dan Brussel. Ia juga merupakan anggota aktif dari VVSL (Persatuan Perempuan untuk Siswa di Leiden), sekarang disebut sebagai L.S.V.Minerva, setelah bergabung dengan Korps Leidsch Studenten (yang sebelumnya laki-laki saja). Pada musim panas 1959, ia melewati ujian pemeriksaan pendahuluannya tentang hukum, dan ia memperoleh gelar sarjana hukum pada Juli 1961.[8]
Keterlibatan politik dan pernikahan
Kinerjanya di kancah politik segera ditandai oleh kontroversi. Pada tahun 1965, Putri Beatrix bertunangan dengan bangsawan Jerman, Claus von Amsberg, seorang diplomat yang bekerja untuk Kantor Luar Negeri Jerman. Pernikahan mereka menyebabkan protes besar-besaran selama hari pernikahan mereka di Amsterdam pada tanggal 10 Maret 1966. Pangeran Claus pernah bertugas di Pemuda Hitler dan Wehrmacht dan oleh karena itu ia terkait dengan bagian dari penduduk Belanda dan Nazisme Jerman. Protes tersebut termasuk slogan yang berkesan seperti "Claus 'raus!" (Claus keluar!) dan "Mijn fiets terug" (Kembalikan sepeda saya), saat tentara Jerman menyita sepeda-sepeda di Belanda. Sebuah bom asap dilemparkan ke kereta pernikahan mereka oleh sekelompok Provo yang menyebabkan pertempuran di jalan dengan polisi. Seiring berjalannya waktu, bagaimanapun juga, Pangeran Claus menjadi salah satu anggota paling populer dari Monarki Belanda dan saat ia meninggal pada 2002, seluruhnya ikut berkabung.
Sebuah kerusuhan yang lebih parah terjadi pada tanggal 30 April 1980, selama penobatan (penguasa dari Belanda tidak dinobatkan seperti) Ratu Beatrix. Beberapa orang, termasuk penghuni liar sosialis, menggunakan kesempatan itu untuk memprotes kondisi perumahan yang buruk di Belanda dan melawan monarki, serta juga menggunakan slogan "Geen woning; geen Kroning" (tidak ada rumah; tidak ada penobatan). Bentrokan dengan polisi dan pasukan keamanan menjadi brutal dan kekerasan.
Pada tanggal 30 April 1980, Beatrix diangkat menjadi Ratu Belanda saat ibunya turun takhta. Pada tahun 1994, Menteri Luar Negeri menyampaikan di Parlemen bahwa kedutaan besar Belanda di Yordania telah dibuka atas permintaannya.
Pada tanggal 6 Oktober 2002, suaminya, Pangeran Claus meninggal setelah lama menderita sakit. Satu setengah tahun kemudian, ibunya meninggal setelah perjuangan panjang melawan demensia, sementara ayahnya meninggal karena kanker pada Desember 2004.
Pada tanggal 8 Februari 2005, Beatrix menerima doktor kehormatan yang jarang diberikan dari Universitas Leiden, suatu kehormatan yang tidak biasa diberikan kepada Ratu. Dalam pidato penerimaannya, ia berbicara tentang monarki dan 25 tahunnya sebagai ratu.[11] Pidato itu disiarkan langsung.[12]
Pada tanggal 29 April dan 30 April 2005, ia merayakan ulang tahun ke-25 masa pemerintahannya. Ia diwawancarai di televisi Belanda, ditawari sebuah konser di Dam Square di Amsterdam, dan perayaan berlangsung di Den Haag, pusat pemerintahan negara ini.
Pada tanggal 30 April 2009, Ratu dan keluarga kerajaan menjadi sasaran dalam serangan mobil oleh seorang pria bernama Karst Tates. Tates menabrakkan mobilnya masuk ke parade di Apeldoorn dan nyaris menabrak sebuah bus yang membawa Ratu. Lima orang tewas seketika, dua korban dan Tates tewas keesokan harinya. Satu korban lain dari kecelakaan tersebut berada dalam situasi kritis dan satu minggu setelahnya, korban itu meninggal. Pihak kerajaan tanpa cedera dan aman, tetapi Ratu dan anggota keluarga yang melihat kecelakaan dari jarak dekat dengan jelasnya merasa sangat terguncang. Pria itu rupanya mengatakan kepada polisi bahwa ia sengaja memasang target pada keluarga kerajaan.[13] Hal ini ianggap sebagai serangan fisik pertama pada kerajaan Belanda pada zaman modern.
Pada tanggal 28 Januari 2013, Ratu Beatrix mengumumkan rencananya untuk turun takhta. Pengunduran diri tersebut dikukuhkan pada tanggal 30 April 2013, tepat 33 tahun ia berkuasa. Pada hari itu juga, putra mahkota Willem- Alexander resmi dinobatkan sebagai raja, menggantikan ibunya.[14]
Gelar, gaya, dan kehormatan
Ratu Beatrix telah memegang gelar sepanjang hidupnya, sebagai cucu atau putri raja, dan akhirnya sebagai Penguasa. Gelar resmi Ratu Beatrix adalah Yang Mulia Beatrix, dengan Karunia Tuhan, Ratu Belanda, Putri Oranye-Nassau, dst. dst. dst. Tiga kali 'dst.' mengacu pada gelar Putri Lippe-Biesterfeld dan masih banyak gelar formal lainnya yang dipegang oleh Ratu. Ratu menandatangani dokumen resmi hanya dengan nama "Beatrix". Dalam bahasa sehari-hari, ia dipanggil Ratu atau Yang Mulia. Tapi ketika berbicara dengan Ratu, lebih tepat menggunakan "Yang Mulia" atau dalam bahasa Belanda sebagai "Uwe Majesteit"[15] dan setelah itu sebagai "Nyonya"/"Madam" atau dalam bahasa Belanda sebagai "Mevrouw" yang merupakan etiket resmi sekalipun ia lebih suka dipanggil "Baginda" setiap saat.
Beatrix telah menerima kehormatan dan penghargaan dari berbagai negara di seluruh dunia, baik selama hidupnya sebagai putri maupun sebagai raja. Dalam kapasitasnya sebagai Penguasa, ia adalah Pemimpin yang Hebat dari Ordo Militer William (Militaire Willemsorde) dan ordo Belanda lainnya.