Bakeneko (Jepang: 化け猫) adalah salah satu dari hantu Jepang dalam wujud kucing yang dapat berubah bentuk ke dalam wujud manusia.[1]
Bakeneko bisa diartikan sebagai kucing monster, kucing hantu, atau kucing setan.[2] Tetapi yang paling akurat adalah “Kucing yang menyamar,” karena sifat dan karakteristiknya yang suka menyamar.[3]
Sekilas
Kata bakeneko terdiri dari kata “Bake” yang berarti berganti, transformasi, dan neko yang berarti kucing.[3] Kata bakeneko sering digunakan sebagai istilah untuk semua jenis kucing sihir yang berada di Jepang, misalnya Nekomata.[3] Tetapi dugaan tersebut adalah salah, yang benar untuk istilah ini adalah Kaibyo yang berarti kucing berkekuatan paranormal.[3]
Secara spesifik, bakeneko mampu berubah menjadi setengah manusia atau utuh.[3] Beberapa bakeneko tetap berbentuk seperti kucing dan berbicara layaknya manusia dan mengenakan baju manusia.[3] Legenda lainnya menyebutkan kucing setan ini mengenakan handuk di kepalanya dan berdansa dengan kedua kaki.[3] Dan yang paling langka adalah manusia yang berubah menjadi kucing, tetapi dipanggil juga bakeneko.[2] Karena kemampuannya tersebut, bakeneko masuk ke golongan yokai henge, atau yokai berubah bentuk. Kelas ini sama seperti perubah bentuk lainnya seperti Tanuki dan kitsune.[4]
Asal mula bakeneko diyakini berasal dari kebiasaan kucing rumah di Jepang yang menjilat minyak ikan yang digunakan untuk menyalakan lampu.[3] Orang yang melihat hal ini kaget ketika melihat bayangan kucing yang berdiri dengan dua kaki, ditambah tangisan kucing menyerupai manusia seakan mereka berbicara bahasa Jepang.[2]
Terdapat berbagai macam bakeneko di antaranya adalah bakeneko yuujo atau kucing prostitute, dan nekobake yaitu seorang nenek sihir yang berubah menjadi kucing dan
menjadikan dirinya sebagai peliharaan keluarga hanya demi mencuri dan memakan anak manusia.[2]
Legenda
Katsushige Nabeshima, sebuah daimyo pada zaman edo pernah ditargetkan oleh bakeneko berekor tujuh.[1] Dengan menyamar menjadi selir tetapi ketahuan oleh para pembantu di kerajaan tersebut.[1] Bakeneko itu marah dan mengutuk pembantu tersebut sehingga mereka tidak bisa memiliki keturunan laki-laki.[2]
Pada suatu malam, seekor kucing raksasa menyelinap di antara semak-semak ketika seorang pangeran dan geishanya jalan-jalan di kebun.[4] Ketika mereka berdua lelah mereka berpisah ruangan, sang kucing masuk masuk ke dalam apartemen sang geisha dan menunggu di bawah kasur sampai wanita itu tertidur.[4] Lalu kucing itu membunuh sang geisha dan mengeret tubuhnya ke lubang di bawah kasur yang telah Ia siapkan.[4] Setelah melakukan semua itu, dia mengubah tubuhnya menjadi si geisha tadi dan mengelabui semua orang yang berada di apartemen.[4] Dia pun kembali mengunjungi rumah sang pangeran dan tidur bersama dengan dia, dan si pangeran tidak menyadari bahwa kucing setan itu menyedot darahnya setiap kali mereka bercinta.[1] Sang pangeran pun mulai merasakan gejala aneh dan wajahnya semakin pucat kian hari, dan anehnya para tabib tidak mengerti penyakit yang dideritanya.[4] Beberapa mulai menduga hal ini berhubungan dengan kemunculan sang geisha langganan pangerannya tiap malam.[1] Dokter pun memerintahkan para penjaga untuk tetap sigap sepanjang malam, tetapi anehnya mereka selalu tertidur pulas.[1]
Hingga pada suatu hari, datang seorang penjaga yang tersucikan di kuil Budha.[1] Pemuda itupun diminta oleh sang pertapa untuk membantu menjaga sang pangeran yang terkena masalah.[1] Sang penjaga mengiyakan, dan Ia juga telah merancang strategi agar para penjaga tak tertidur: menancapkan pisau di paha setiap kali mengantuk.[1] Taktik tersebut berhasil, sang geisha dibunuh dan pangeran pun sembuh total meskipun Ia harus mengakui kenyataan pahit bahwa geisha favoritnya telah mati.[1]
Popularitas
Bakeneko cukup terkenal, terdapat parade bakeneko, anime, manga.[2] Manga Mononoke oleh Yaeko Ninagawa yang menceritakan di mana terdapat rumah apartemen seorang samurai yang terkena serangan kutukan dari Bakeneko.[5]
Rujukan
^ abcdefghijRoberts, Jeremy. 2009. Japanese Mythology A to Z: Second edition. New York: Infobase Publishing.