Kisah ini juga terdapat dalam Ehon Hyaku Monogatari, sebuah kumpulan buku cerita aneh. Dalam literatur kuno Honsōsenkō, monster ini disebut Ōguchiwani (巨口鰐code: ja is deprecated , hiu bermulut besar).[1]。
Deskripsi
Tampak luar seperti hiu, jarum-jarum halus yang tidak terhitung jumlahnya terdapat di sirip ekor bagaikan alat untuk memarut.[1][2]
Isonade muncul kalau angin utara berhembus kencang. Perahu yang lewat di dekatnya akan diserang. Dia berenang dengan perlahan-lahan tanpa suara. Ketika laut tenang bagaikan diusap, isonade secara tiba-tiba menyerang mangsa dengan sirip ekor.[2] Sebelum menyerang, dia tidak akan menampakkan dirinya. Mangsa dijatuhkan ke laut dan dimakan.[1][3]。
Orang yang berada di atas kapal, tidak akan mengetahui kalau isonade sedang mendekat. Kalau orang sadar warna air laut sudah berubah, maka semuanya sudah terlambat. Lalu, orang akan merasakan angin bertiup dari permukaan laut menyentuh tubuh. Angin itu berasal dari sirip ekor isonade. Kalau orang itu sadar isonade sudah datang, orang itu pasti sudah ditangkap olehnya.[2]
Bagi orang yang naik perahu, isonade merupakan makhluk yang benar-benar menakutkan. Tidak ada usaha pencegahan yang bisa dilakukan agar orang tidak dimakan isonade. Begitu ironis, alih-alih melaut menangkap ikan, orang ditangkap ikan.[2]
Menurut salah satu penjelasan, asal usul nama isonade, adalah permukaan laut yang bagaikan diusap (bahasa Jepang: naderu) ketika makhluk ini muncul dari bawah lain. Kisah lain mengatakan, ketika sirip ekornya menyerang orang, terlihat seperti sedang mengusap.[1]
Menurut orang di kota Kumano, Prefektur Mie, kalau ada orang mati di pantai, orang "itu mungkin diusap isonade" (isonade ni naderareta nodarō).[4]
Menurut perkiraan peneliti yōkai bernama Katsumi Tada, isonade bukanlah makhluk imajinasi, melainkan istilah yang dipakai untuk menyebut paus pembunuh.[5] Namun, paus pembunuh tidak memiliki sirip ekor penuh jarum seperti isonade. Berdasarkan fakta orang Jepang mulai berdagang ke Cina dan Asia Tenggara sekitar zaman Muromachi, orang Jepang yang sampai di Asia Tenggara untuk pertama kalinya melihat buaya muara yang kulit di punggung hingga ke ekornya memiliki banyak tonjolan. Hal tersebut menjadi inspirasi untuk menciptakan monster isonade yang memiliki jarum-jarum di ekornya.[5]
Monster ikan sejenis
Kagewani (影鰐code: ja is deprecated )
Monster ikan di Yunotsu, Shimane, Nima, Prefektur Shimane (sekarang kota Ōda, Shimane).[6] Monster ikan yang tinggal di Izumo memakan bayangan di permukaan laut dari orang yang naik perahu. Bila bayangannya sudah dimakan, maka orang itu pasti mati.[7]
Nelayan yang bayangannya hampir dimakan kagewani namun menembak mati kagewani tersebut, nelayan itu juga akan tewas. Kematian tiba sesampainya nelayan itu di darat. Bila berjalan di pantai, kaki nelayan itu akan tertusuk tulang kagewani dan tewas.[8]
^ abTada Katsumi, ed.Takehara Shunsen ehon hyakumonogatari: tōsanjin-yawa (『竹原春泉 絵本百物語 -桃山人夜話-』). Kokushokankōkai, 1997. p. 126-127, ISBN 4-336-03948-8
^Pada zaman dulu di Jepang, wani (鰐code: ja is deprecated ) bukan berarti buaya seperti dalam pengertian modern, melainkan ikan hiu. Istilah wani dalam kagewani juga berarti hiu.