Asam askorbat adalah salah satu senyawa kimia yang disebut vitamin C, selain asam dehidroaskorbat. Ia berbentuk bubuk kristal kuning keputihan yang larut dalam air dan memiliki sifat-sifat antioksidan. Nama askorbat berasal dari akar kata a- (tanpa) dan scorbutus (skurvi), penyakit yang disebabkan oleh defisiensi vitamin C. Pada tahun 1937, hadiah Nobel dalam bidang kimia diberikan kepada Walter Haworth atas hasil kerjanya dalam menentukan struktur kimia asam askorbat. Pada saat penemuannya pada tahun 1920-an, ia disebut sebagai asam heksuronat oleh beberapa peneliti.[2]
Oleh karena kapasitasnya sebagai antioksidan yang meredam spesi oksigen reaktif yang dapat menyebabkan hipertensi, asam askorbat sering dianggap dapat menurunkan tekanan darah tinggi. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa asam askorbat dapat menurunkan rasio plasmaC-reactive protein, 8-isoprostane, dan malondialdehyde-modifiedLDL, meskipun tidak selalu diiringi oleh penurunan tekanan darah.[8]
Asam askorbat juga digunakan sebagai terapi anti kanker pada jenis-jenis tertentu oleh karena sifatnya yang menekan sitokinaIL-18 dan enzimhialuronidase pada degradasi asam hialuronat[9] guna mencegah metastasis,[10] stimulasi kolagen untuk mengisolasi sel tumorin vivo, mencegah efek onkogenikvirus dan karsinogen. Asam askorbat diketahui bersifat toksik terhadap beberapa jenis sel kanker, namun tidak bersifat demikian terhadap sel normal tubuh. Studi klinis menunjukkan bahwa pemberian vitamin C dosis tinggi, baik melalui injeksi maupun asupan, dapat meredakan simtoma patogen dan memperpanjang harapan hidup penderita kanker stadium lanjut, seperti RCC, tumor kandung kemih, limfomasel B.[11]
Menurut beberapa jurnal, kulit juga memilki kadar vitamin C yang tinggi, akan tetapi seiring bertambahnya usia dan akibat paparan sinar matahari yang berakibat pada penuaan atau photoaging, kadar vitamin C tersebut menurun[12]. Berdasarkan fungsi-fungsi yang telah diketahui, penambahan vitamin C pada perawatan wajah memiliki banyak fungsi dan manfaat, beberapa berfokus pada formasi kolagen yang dibantu oleh vitamin C dan antioksidan. Derivat vitamin C juga diketahui dapat menghambat pembentukan melanin atau melanogenesis[13]
^(Inggris)"Vitamin C: update on physiology and pharmacology". Department of Medical Chemistry, Molecular Biology and Patobiochemistry, Semmelweis University, Pathobiochemistry Research Group of Hungarian Academy of Sciences, Department of Applied Biotechnology and Food Science, Laboratory of Biochemistry and Molecular Biology, Budapest University of Technology and Economics; J Mand, A Szarka, dan G Bánhegyi. Diakses tanggal 2010-11-28.
^(Inggris)"The Prospects of Vitamin C in Cancer Therapy". Department of Anatomy and Tumor Immunity Medical Research Center, Cancer Research Institute, Seoul National University College of Medicine; Wang-Jae Lee. Diakses tanggal 2010-11-28.
^(Inggris)"Intravenously administered vitamin C as cancer therapy: three cases". Molecular and Clinical Nutrition Section, Digestive Diseases Branch, National Institute of Diabetes and Digestive and Kidney Diseases , and the Laboratory of Pathology, Centers for Cancer Research, National Cancer Institute, National Institutes of Health, Bethesda, Md.; Lady Davis Institute for Medical Research, McGill University, Bio-Communications Research Institute; Sebastian J. Padayatty, Hugh D. Riordan, Stephen M. Hewitt, Arie Katz, L. John Hoffer, dan Mark Levine. Diakses tanggal 2010-12-10. Early clinical studies showed that high-dose vitamin C, given by intravenous and oral routes, may improve symptoms and prolong life in patients with terminal cancer. At concentrations above 1000 μmol/L, vitamin C is toxic to some cancer cells but not to normal cells in vitro.