Agape adalah istilah Yunani yang berarti 'cinta yang tidak mementingkan diri sendiri, atau cinta tanpa batas, atau cinta tanpa syarat (Inggris: unconditional love).[1] Cinta agape tidak pernah egois.[2][3][4] Dalam tradisi Kristen, agape berarti cinta yang bersifat total, kerap identik dengan cinta Tuhan terhadap ciptaan-Nya.[1] Bentuk jamak dari agape adalah agapai, artinya perjamuan cinta.[1][2]
Pandangan Islam
Dalam Islam, salah satu asma'ul husna adalah Al Waduud (الودود) yang berarti Maha Mengasihi.[3] Hal tersebut tercantum dalam Al Qur'ansurat Hud (هود) ayat 90 dan surat Surat Al Buruuj (البروج) ayat 14, yang menyebut Allah "penuh dengan kasih sayang".[3][5] Dalam kalangan Islam, cinta setara agape sangat kental menjadi ciri khas Islam sufi, atau mistik, misalnya dicontohkan oleh tokoh Islam mistik seperti Al-Ghazali dan Al-Dabbagh.[3]
Pandangan Kristen
Istilah ini diangkat dari agape atau pesta cinta orang Kristen zaman dulu, merujuk peristiwa makan bersama guna meningkatkan persaudaraan Kristen yang tak jarang dipertalikan dengan sakramen.[1] Menurut orang Kristen, kasih Tuhan diberikan kepada manusia yang percaya kepada Yesus Kristus; pada Pentakosta (hari ke-50 setelah kebangkitan Yesus dari kematian).[1] Kasih Tuhan diberikan sehingga setiap orang yang percaya dapat mengikuti jejak Yesus Kristus, dan memanggil penciptanya Bapa.[1]
Agape dalam tradisi Kristen dianggap sebagai kasih yang paling mulia, sebab identik dengan kasih Allah, juga Allah sendiri.[4] Salah satunya terdapat di 1 Yohanes.[4]
Kutipan tentang Agape
Saudara-saudaraku yang kekasih, marilah kita saling mengasihi, sebab kasih itu berasal dari Allah; dan setiap orang yang mengasihi, lahir dari Allah dan mengenal Allah. Barangsiapa tidak mengasihi, ia tidak mengenal Allah, sebab Allah adalah kasih
Menurut Oren Watts, dalam buku Agape Elaion, Allah membututuhkan pihak lain untuk dicintai.[4]Cinta agape juga mengajak manusia untuk menyatakan cinta kepada orang lain, khususnya melalui tindakan tertentu, sebab cinta memang mengandung makna dan menciptakan tujuan, yaitu mengasihi.[4] Cinta agape mengusulkan kepada semua orang untuk mengasihi orang lain dalam rangka menanggapi cinta Allah yang telah mencintainya, sehingga ketika orang lain saling mencintai, tujuan utamanya bukan terletak pada hasil atau keuntungan tertentu, melainkan karena sifat cinta itu sendiri.[4]
Dalam kitab orang Kristen, khususnya Perjanjian Baru, yaitu kitab Roma 5, cinta agape memiliki kriteria, yaitu suci dan syarat akan pengorbanan.[5] John Marcus dalam buku Agape: What is it? menjelaskan cinta agape dengan sebuah kalimat puitis,[5]
Bagaimana jika bunga-bunga menolak mekar dan menyemarakkan keharuman?[5] Bunga-bunga akan kehilangan tujuan untuk dinikmati oleh siapa saja.[5] Namun ketika bunga mekar dan memberikan harumnya, tujuannya terungkap.[5] Kasih agape semarak, dan harumnya membawa sukacita dan kehidupan.[5]
— Marcus
Sifat dari agape yang identik dengan cinta penuh pengorbanan diperlihatkan dalam Injil Yohanes.[5] Cinta seperti inilah yang pernah dilakukan oleh Yesus yang dimaknai sebagai cinta Allah menebus dosa manusia, yang Ia anggap sebagai sahabat-sahabat yang dikasihin-Nya.[5]
Tidak ada kasih yang lebih besar daripada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya.
Selain itu, Nancy Missler dalam buku Understanding God's Love memberikan gambaran menarik tentang agape, yaitu cinta yang menghamba.[6] Ia mengutip kisah Yesus yang membasuh kaki para murid dalam Injil Yohanes.[6]
Inilah perintah-Ku, yaitu supaya kamu saling mengasihi, seperti Aku telah mengasihi kamu.
Jadi, dalam kekristenan, cinta yang paling tinggi adalah cinta agape, yaitu cinta yang benar-benar tulus, suci, tidak berpamrih, bahkan sarat akan pengorbanan diri.[6]