Pada tanggal 10 Agustus 1987, ASEA dan Brown Boveri mengumumkan bahwa mereka akan bergabung untuk membentuk Asea Brown Boveri (ABB).[13] Perusahaan hasil penggabungan akan berkantor pusat di Zurich, Swiss dan Västerås, Swedia, dengan ASEA dan BBC masing-masing memegang 50% saham ABB. Penggabungan tersebut pun membentuk sebuah grup industri dengan pendapatan sekitar $15 milyar dan 160.000 pegawai.[13]
Saat ABB mulai beroperasi pada tanggal 5 Januari 1988, bisnis utamanya meliputi pembangkitan listrik, transmisi dan distribusi; transportasi listrik; serta robotik dan otomasi industri.
Pada tahun pertamanya, ABB mengakuisisi 15 perusahaan, termasuk Fläkt AB asal Swedia, Sadelmi/Cogepi asal Italia, dan Scandia-Randers A/S asal Denmark.[14]
Pada tahun 1989, ABB membeli 40 perusahaan, termasuk aset transmisi dan distribusi milik Westinghouse Electric, dan mengumumkan kesepakatan untuk membeli Combustion Engineering (C-E) asal Stamford, Connecticut.[15]
Setahun kemudian, ABB membeli bisnis robotik milik Cincinnati Milacron di Amerika Serikat. Akuisisi tersebut pun meningkatkan eksistensi ABB di bidang pengelasan titik terotomasi, serta memberi posisi yang lebih baik untuk dapat melayani industri otomotif di Amerika. Pada tahun 1991, ABB memperkenalkan robot IRB 6000 yang menunjukkan kapasitasnya di bidang robotik. Sebagai sebuah robot modular, IRB 6000 dapat diatur untuk melakukan berbagai macam tugas spesifik. Pada saat diluncurkan, IRB 6000 adalah robot pengelasan titik tercepat dan paling akurat di pasaran.
Pada awal dekade 1990-an, ABB mulai berekspansi ke Eropa Tengah dan Timur. Pada akhir tahun 1991, perusahaan ini mempekerjakan 10.000 orang, dan setahun kemudian, jumlah tersebut meningkat dua kali lipat. Pola serupa juga terjadi di Asia, di mana reformasi ekonomi di Tiongkok dan penghapusan sejumlah sanksi dari negara-negara Barat membantu datangnya investasi asing dan tumbuhnya industri di wilayah tersebut. Pada tahun 1994, ABB mempekerjakan 30.000 orang dan mengoperasikan 100 pusat produksi, rekayasa, dan pemasaran di seantero Asia. Selama dekade 1990-an, ABB melanjutkan strategi ekspansinya di Eropa Timur, Asia Pasifik, dan Amerika.
Pada tahun 1995, ABB setuju untuk menggabungkan unit bisnis teknik perkeretaapiannya dengan unit bisnis serupa milik Daimler-Benz AG asal Jerman. Tujuan penggabungan tersebut adalah untuk membentuk produsen lokomotif dan gerbong terbesar di dunia. Perusahaan hasil penggabungan tersebut, yang diberi nama ABB Daimler-Benz Transportation (Adtranz), awalnya menguasai hampir 12% pangsa pasar.[16][17] Adtranz akhirnya mulai beroperasi pada tanggal 1 Januari 1996.[18]
Beberapa bulan setelah krisis finansial Asia 1997, ABB mengumumkan rencana untuk mempercepat ekspansinya di Asia. Perusahaan ini juga berencana untuk meningkatkan produktivitas dan profitabilitasnya di negara-negara Barat, dengan mengadakan restrukturisasi senilai $850 juta yang bertujuan untuk memfokuskan sumber dayanya ke negara berkembang dan mengurangi skala bisnisnya di negara-negara maju.
Pada tahun 1998, ABB mengakuisisi unit otomasi milik Alfa Laval asal Swedia, yang pada saat itu merupakan salah satu pemasok sistem kendali proses dan peralatan otomasi terbesar di Eropa.[19]
Sebagai tahap terakhir dalam proses integrasi ASEA dan BBC, pada tahun 1999, dewan direksi menyetujui rencana pembentukan saham tunggal untuk ABB.
Pada tahun yang sama, ABB menyelesaikan pembelian Elsag Bailey Process Automation, sebuah produsen sistem kendali industrial asal Belanda, dengan harga $2,1 milyar.[20] Akuisisi tersebut pun meningkatkan eksistensi ABB di bidang robotik industrial berteknologi tinggi dan sistem kendali pabrik, serta mengurangi ketergantungan ABB pada bidang rekayasa berat tradisional, seperti pembangkitan dan transmisi listrik.
Perubahan fokus bisnis
Pada tahun 1999, ABB menjual saham Adtranz yang mereka pegang ke DaimlerChrysler. Tidak lagi memproduksi lokomotif utuh, ABB menggeser fokusnya ke produksi motor traksi dan komponen listrik.[21]
Pada tahun yang sama, ABB dan Alstom asal Prancis mengumumkan penggabungan bisnis pembangkitan listrik milik keduanya ke dalam sebuah perusahaan patungan yang diberi nama ABB Alstom Power. Secara terpisah, ABB juga setuju untuk menjual bisnis tenaga nuklirnya ke British Nuclear Fuels asal Britania Raya.[22]
Pada tahun 2000, ABB menjual saham ABB Alstom Power yang mereka pegang, serta bisnis bahan bakar fosil dan pendidihnya (termasuk turbin gas) ke Alstom.[23] Sehingga, bisnis daya ABB dapat fokus pada energi terbarukan, serta transmisi dan distribusi.
Pada tahun 2002, ABB mengumumkan kerugian pertama mereka, yakni sebesar $691 juta selama tahun 2001.[24] Kerugian tersebut disebabkan oleh keputusan ABB untuk meningkatkan biaya damai dalam litigasi terkait asbestos melawan Combustion Engineering asal Amerika Serikat dari $470 juta menjadi $940 juta. Klaim tersebut terkait dengan produk asbestos yang dijual oleh Combustion Engineering sebelum diakuisisi oleh ABB.
Pada saat yang sama, direksi ABB mengumumkan bahwa mereka akan berupaya menagih uang "yang dibayar berlebih ke Goran Lindahl dan ke Percy Barnevik," dua mantan CEO ABB. Barnevik menerima manfaat pensiun sekitar $89 juta saat keluar dari ABB pada tahun 2001, sementara Lindahl yang menggantikan Barnevik sebagai CEO, menerima manfaat pensiun sebesar $50 juta.[25]
Pada tahun 2006, ABB mengakhiri ketidakpastian keuangan dengan memfinalisasi rencana senilai $1,43 milyar untuk menyelesaikan liabilitas asbestos dari anak usahanya di Amerika Serikat, yakni Combustion Engineering dan ABB Lummus Global, Inc.[27] Pada bulan Agustus 2007, ABB menjual bisnis hilir minyak dan gasnya, ABB Lummus Global, ke CB&I.[27] Sebelumnya pada tahun 2004, ABB juga telah menjual bisnis hulu minyak dan gasnya, ABB Vetco Gray. ABB berencana tetap mendukung industri minyak dan gas dengan menyediakan teknologi daya dan otomasi inti.
Pada tahun 2008, ABB setuju untuk mengakuisisi Kuhlman Electric Corporation, sebuah produsen transformator untuk industri dan utilitas listrik asal Amerika Serikat. Pada bulan Desember 2008, ABB mengakuisisi Ber-Mac Electrical and Instrumentation untuk mengembangkan eksistensinya di industri minyak dan gas di Kanada bagian barat.
Pada tahun 2010, K-TEK, sebuah produsen instrumen pengukuran ketinggian, resmi menjadi bagian dari unit bisnis produk pengukuran di dalam divisi otomasi proses ABB.[28]
Pada tanggal 10 Januari 2011, ABB berinvestasi sebesar $10 juta pada ECOtality, sebuah pengembang teknologi penyimpanan listrik dan stasiun pengisian ulang asal San Francisco, untuk dapat masuk ke pasar pengisian ulang kendaraan listrik di Amerika Utara.[29] Pada tanggal 1 Juli 2011, ABB mengumumkan akuisisi terhadap Epyon B.V. asal Belanda, sebuah penyedia jasa perawatan dan infrastruktur pengisian kendaraan listrik.[30]
Pada tahun 2011, ABB mengakuisisi Baldor Electric dengan harga $4,2 milyar. Akuisisi tersebut sesuai dengan rencana ABB untuk meningkatkan pangsa pasarnya di bidang motor industri di Amerika Utara.[31]
Pada tanggal 30 Januari 2012, ABB mengakuisisi Thomas & Betts, sebuah penyedia produk bertegangan rendah untuk keperluan industri, konstruksi, dan utilitas asal Amerika Utara, dengan harga $3,9 milyar.[32] Pada tanggal 15 Juni 2012, ABB menyelesaikan proses akuisisi terhadap Tropos, sebuah penyedia teknologi nirkabel industrial dan komersial.
Pada bulan Juli 2013, ABB resmi mengakuisisi Power-One dengan harga $1 milyar, sehingga ABB dapat menjadi produsen inverter surya terkemuka di dunia.[33] Pada tahun yang sama, Fastned memilih ABB untuk memasok lebih dari 200 unit stasiun pengisian cepat Terra di sepanjang jalan raya di Belanda. Ulrich Spiesshofer kemudian ditunjuk menjadi CEO ABB, menggantikan Joe Hogan.[34]
Pada tanggal 6 Juli 2017, ABB mengumumkan bahwa mereka telah menyelesaikan akuisisi terhadap Bernecker + Rainer Industrie-Elektronik (B&R), penyedia produk dan arsitektur terbuka berbasis perangkat lunak untuk otomasi pabrik dan mesin.[35]
Pada tahun 2018, ABB resmi menjadi mitra FIA Formula E Championship, seri balap mobil FIA internasional pertama yang menggunakan mobil listrik penuh.[36]
Penghargaan
Best Companies to Work for in Asia 2021 dalam kategori industri enjiniring dari publikasi regional HR Asia.[37]