Kesetaraan gender dalam tujuan ini berfokus pada pemberdayaan perempuan, mendorong realisasi potensi dan bakat perempuan untuk mencapai kesetaraan dengan laki-laki. Untuk mencapai hal tersebut, tujuan ini berfokus untuk mengeliminasi diskriminasi dan kekerasan dalam berbagai bentuk, seperti kekerasan seksual, kekerasan dalam rumah tangga, pernikahan dini, dan praktik sunat perempuan. Hal tersebut kemudian mengarahkan pada akses hak kesehatan seksual dan reproduksi. Lebih jauh, tujuan ini menekankan kebutuhan untuk menjamin hak perempuan dalam mengakses sumber daya produktif dan berpartisipasi secara setara dalam bidang politik, ekonomi, sosial, serta dalam pengambilan keputusan baik di sektor publik maupun swasta.[4]
Tujuan 5 atau Kesetaraan Gender merupakan bagian dari dimensi atau pilar sosial dalam pembangunan manusia. Selain itu, tujuan ini juga memiliki peran lintas pilar dan lintas tujuan sehingga menjadi aspek strategis dalam mencapai keseluruhan tujuan dalam Tujuan Pembangunan Berkelanjutan.[5]
Tujuan ini memiliki 9 target dan 14 indikator. Terdapat enam target hasil dan tiga target implementasi atau cara kerja. Target hasil, meliputi pengakhiran diskriminasi terhadap perempuan dan anak-anak perempuan; kekerasan dan eksploitasi; praktik berbahaya seperti pernikahan dini dan sunat perempuan; meningkatkan apresiasi pekerjaan rumah tanpa upah; partisipasi penuh perempuan dalam kepemimpinan; serta akses ke hak reproduksi dan kesehatan. Sedangkan target implementasinya atau cara kerjanya, mencakup pemberian hak yang sama atas sumber daya ekonomi dan kepemilikan untuk perempuan; pemberdayaan melalui teknologi; dan penguatan kebijakan kesetaraan gender dengan dukungan legislasi.[5]
Pada Sidang ke-66 Majelis Umum tahun 2011, Sekretaris Jenderal, BAN KI-MOON, menyoroti pentingnya kesetaraan gender untuk pembangunan. Melalui hal tersebut, PBB mendirikan UN Women pada 2010 untuk fokus pada isu kesetaraan gender untuk menghapus diskriminasi terhadap perempuan, memperkuat posisi perempuan, dan mendorong kesetaraan gender dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk pembangunan, hak asasi manusia, serta perdamaian.[6]
Pentingnya peran perempuan dalam pembangunan berkelanjutan ditegaskan kembali dalam dokumen "Future We Want" serta dalam usulan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Salah satu tujuan yang diusulkan, yaitu Tujuan 5, bertujuan untuk "Mencapai kesetaraan gender dan memberdayakan perempuan".[6]
Target dan Indikator
Target 5.1
Target pertama dalam tujuan 5 adalah “mengakhiri diskriminasi dalam bentuk apapun terhadap perempuan di mana pun.”[7]. Target ini memiliki satu indikator.
5.1.1 jumlah kebijakan yang responsif gender mendukung pemberdayaan perempuan.[4]
Berdasarkan data pada tahun 2022, dari 119 negara, sekitar 55% negara belum memiliki regulasi yang melindungi perempuan dari diskriminasi baik langsung maupun tidak.[6]
Target 5.2
Target kedua bertujuan untuk “menghapuskan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan di ruang publik dan pribadi, termasuk perdagangan orang dan eksploitasi seksual, serta barbagai jenis eksploitasi lainnya.”[5]. Target ini memiliki dua indikator.
5.2.1 Proporsi perempuan dewasa dan anak perempuan (umur 15-64 tahun) yang mengalami kekerasan (fisik, seksual, atau emosional) oleh pasangan atau mantan pasangan dalam 12 bulan terakhir. Target ini diukur dengan prevalensi kasus kekerasan terhadap anak perempuan yang merupakan indikator nasional sesuai dengan target nasional (RPJMN 2015-2019).[4]
5.2.2 Proporsi perempuan dewasa dan anak perempuan (umur 15-64 tahun) yang mengalami kekerasan seksual oleh orang lain selain pasangan dalam 12 bulan terakhir.[2]
Target 5.3
Target 5.3 bertujuan untuk “menghapuskan semua praktik berbahaya, seperti perkawinan anak, pernikahan dini serta paksa, dan sunat perempuan” [1] melalui dua indikator.
5.3.1 Proporsi perempuan umur 20-24 tahun yang berstatus kawin atau berstatus hidup bersama sebelum berusia 15 tahun dan sebelum berusia 18 tahun.[4]
5.3.2 Proporsi anak perempuan dan perempuan berusia 15-49 tahun yang telah melakukan sunat perempuan (Female Genital Mutilation/Cutting) menurut kelompok umur.[4]
Target 5.4
Target 5.4 bertujuan untuk “mengenali dan menghargai pekerjaan mengasuh dan pekerjaan rumah tangga yang tidak dibayar melalui penyediaan pelayanan publik, infrastruktur serta kebijakan perlindungan sosial, dan peningkatan tanggung jawab bersama dalam rumah tangga dan keluarga yang tepat secara nasional”[5] dengan diukur berdasarkan satu indikator.
5.4.1 Proporsi waktu yang dihabiskan untuk pekerjaan rumah tangga dan perawatan, berdasarkan jenis kelamin, kelompok umur, dan lokasi.[2]
Target 5.5
Target 5.5 memiliki tujuan untuk “Menjamin secara penuh dan efektif partisipasi serta kesempatan yang sama bagi perempuan untuk memimpin di semua tingkat pengambilan keputusan dalam kehidupan politik, ekonomi, dan masyarakat”[7] dengan berdasarkan pada dua indikator.
5.5.1 Proporsi kursi yang diduduki perempuan di parlemen tingkat pusat dan daerah (DPR dan DPRD Provinsi/Kabupaten/Kota). Melalui data penurunan anggota perempuan di kursi DPR dan DPRD pada tahun 2009-2014, dikhawatirkan menghasilkan keputusan yang tidak responsive, inklusif, partisipatif, dan representatif bagi perempuan di setiap tingkatan.[4]
5.5.2 Proporsi perempuan yang berada di posisi managerial atau proporsi perempuan di posisi kepemimpinan, seperti pada pemerintah tingkat eksekutif serta legislatif, peradilan dan penegak hukum, hingga dalam perusahaan swasta.[4]
Target 5.6
Target 5.6 memiliki tujuan untuk “menjamin akses universal terhadap kesehatan seksual dan reproduksi serta hak reproduksi sesuai dengan yang telah disepakati dalam Programme of Action of the International Conference on Population and Development and the Beijing Platform for Action (BPfA) serta dokumen hasil review dari konferensi-konferensi tersebut.”[2]
Target 5.6 memiliki dua indikator.
5.6.1 Proporsi perempuan umur 15-49 tahun yang membuat keputusan sendiri dalam hubungan seksual, penggunaan kontrasepsi, dan layanan kesehatan reproduksi.[4]
Terdapat tiga pertanyaan sebagai bahan perhitungan dalam indikator ini, yaitu mengatakan tidak untuk melakukan hubungan seksual kepada pasangan atau suami; membuat keputusan untuk menggunakan alat kontrasepsi; dan membuat keputusan untuk dirinya sendiri untuk memperoleh pelayanan reporduksi dan kesehatan seksual.[4]
Termasuk diantaranya, yaitu indikator (A) Kebutuhan Keluarga Berencana (KB) yang tidak terpenuhi serta (B) Pemahaman dan pengetahuan mengenai metode kontrasepsi modern oleh pasangan usia subur.[4]
Target 5.a merupakan target implementasi atau cara kerja dengan “melakukan reformasi untuk memberi hak yang sama kepada perempuan terhadap sumber daya ekonomi, serta akses terhadap kepemilikan dan kontrol atas tanah dan bentuk kepemilikan lain, jasa keuangan, warisan, dan sumber daya alam, sesuai dengan hukum nasional yang berlaku.”[8]
5.a.1 (a) Proporsi penduduk yang memiliki hak tanah pertanian; dan (b) perempuan pemilik atau pemilik hak lahan pertanian menurut jenis kepemilikan.[2]
Indikator ini memiliki dua bagian, yaitu (a) mengukur kepemilikan hak atas tanah dengan jumlah orang dalam total jumlah penduduk pertanian serta (b) mengukur jumlah perempuan dalam kepemilikan hak atas tanah pertanian dengan berfokus pada kesetaraan gender.[4]
5.a.2 Proporsi negara dengan kerangka hukum (termasuk hukum adat) yang menjamin kesetaraan hak perempuan untuk kepemilikan tanah dan/atau hak kontrol.[2]
Target 5.b
Target 5.b merupakan target implementasi atau cara kerja dengan “meningkatkan penggunaan teknologi pendukung ,khususnya teknologi informasi dan komunikasi, untuk meningkatkan pemberdayaan perempuan.”[8] Target ini memiliki satu indikator, yaitu.
5.b.1 Proporsi individu yang memiliki telepon seluler berdasarkan jenis kelamin.[4]
Secara global, terdapat 73% dari populasi berusia 10 tahun ke atas memiliki telepon seluler pada tahun 2022, meningkat dari 67% pada tahun 2019. Perempuan memiliki kemungkinan sekitar 12% lebih rendah untuk memiliki telepon seluler dibandingkan dengan laki-laki.[4]
Target 5.c
Target 5.c merupakan target implementasi atau cara kerja dengan “mengadopsi serta memperkuat kebijakan yang baik dan perundang-undangan yang berlaku untuk peningkatan kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan di semua tingkatan.”[5]
Target ini memiliki satu indikator berupa (5.c.1) Proporsi negara dengan ketersediaan sistem untuk melacak dan membuat alokasi umum untuk kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan.[2]
Berdasarkan data dari 105 negara dan daerah untuk tahun 2018-2021, 26% negara secara global telah memiliki sistem lengkap untuk mengawasi dan mengumumkan dana kesetaraan gender. Sementara itu, 59% memiliki bagian dari sistem dan 15% tidak memiliki komponen dasar dari sistem tersebut.[2]