Tarekat religius tertutup (bahasa Inggris: enclosed religious orders) dalam Kekristenan memiliki kaul meriah dengan suatu pemisahan secara ketat dari urusan-urusan dunia luar. Istilah klausura identik artinya dengan "tertutup" (enclosed). Di dalam Gereja Katolik, klausura diatur dalam Kitab Hukum Kanonik, baik Latin maupun Oriental/Timur, dan juga dalam undang-undang subsider.[1][2] Kendati di masa lampau ditegakkan dengan suatu tingkat keseriusan yang umumnya seragam, saat ini dipraktikkan dengan lebih banyak ragam kebiasaan berdasarkan karakteristik dan karisma dari komunitas yang bersangkutan.
Tujuan dari kehidupan 'tertutup' ini adalah untuk mencegah gangguan dalam doa dan kehidupan religius. Tergantung pada alasan dan jangka waktunya, otoritas yang sah (biasanya superior mendapat persetujuan dari uskup setempat dan/atau Takhta Suci) dapat mengizinkan seorang rahib atau rubiah untuk meninggalkan klausura (untuk studi, alasan medis, berkarya dalam tarekatnya atau dalam suatu keuskupan, atau kadang kala, untuk merawat seorang kerabatnya). Dalam kasus yang lebih umum, individu dalam klausura dapat dibebaskan sementara waktu dari kewajiban tinggal dalam klausura untuk berpartisipasi dalam suatu acara besar keagamaan - misalnya kunjungan kepausan atau kunjungan uskup. Menurut Hukum Kanon dan statuta tertentu yang disetujui oleh Takhta Suci, hal ini diatur oleh ordinaris setempat (biasanya uskup), superior atau pimpinan tarekatnya, dan juga rumah religius masing-masing.[butuh rujukan]
Sejumlah rahib dan rubiah yang hidup dalam klausura mungkin saja memiliki pengetahuan mengenai bidang tertentu seperti pendidikan atau perawatan kesehatan, tergantung pada pelatihan yang mereka terima selama proses pembentukan atau kehidupan dalam klausura, ataupun sebelum itu. Mereka dapat menggunakan pengetahuan tersebut untuk kebutuhan komunitas mereka, dan, terkadang, mungkin saja diperbolehkan untuk melayani di luar klausura dalam jangka waktu tertentu. Terdapat prosedur-prosedur yang berlaku bagi penghuni klausura untuk mendapatkan sarana yang dibutuhkan, kebutuhan komunikasi, dan kebutuhan medis, sambil tetap menjaga keharusan meninggalkan klausura pada tingkat minimum.
Istilah Inggris monk (rahib) paling tepat mengacu pada kaum pria dalam kehidupan monastik, sementara istilah friar (frater) paling tepat mengacu pada biarawan mendikan yang aktif berkarya dalam dunia yang lebih luas (seperti para Fransiskan, Dominikan, dan Agustinian), kendati tidak semua biara mensyaratkan klausura yang ketat. Para rahib Benediktin, misalnya, sering kali mengelola paroki dan diizinkan untuk keluar dari batas-batas biara.
Istilah Inggris nun (biarawati atau suster, termasuk juga rubiah) sering kali digunakan untuk mendeskripsikan semua wanita Kristiani yang bergabung dengan tarekat religius, namun secara tepat dikatakan bahwa seorang wanita disebut sebagai nun (dalam arti rubiah) hanya apabila ia hidup dalam klausura kepausan (yaitu sesuai norma-norma dari Takhta Apostolik), jika tidak maka mereka adalah religious sister (suster atau biarawati pada umumnya). Perbedaan antara istilah rahib, rubiah, frater, bruder, dan suster terkadang bercampur aduk karena beberapa tarekat (seperti Dominikan atau Agustinian) memiliki rubiah-rubiah yang hidup dalam klausura, yang umumnya dikelompokkan sebagai Ordo Kedua dari tarekat tersebut, dan suster-suster yang berkarya dalam dunia yang lebih luas, yang membentuk suatu bagian dari Ordo Ketiga tarekat tersebut.
Eksklaustrasi
Dalam Ritus Latin dari Gereja Katolik, setelah seorang pria atau wanita mengikrarkan kaul religius kekal secara meriah, maka pelepasan diri dari kaul monastik tersebut harus memperoleh persetujuan dari otoritas gerejawi. Umumnya terdapat suatu masa transisi, yang disebut eksklaustrasi, di mana seseorang merenungkan untuk membangun suatu kehidupan baru dan memastikan apakah ia benar-benar dipanggil untuk melakukannya. Hal ini biasanya berlangsung sampai dengan enam tahun berdasarkan Kitab Hukum Kanonik yang sekarang. Setelah melewati periode itu, otoritas berwenang, umumnya Takhta Suci, menentukan apakah keinginannya untuk meninggalkan cara hidup seperti ini adalah valid, dan jika dipandang demikian maka mantan rahib atau rubiah tersebut diizinkan untuk melepaskan diri dari kaulnya.
Tarekat-tarekat religius Anglikan memiliki prosedur berbeda untuk melepaskan kaul kekal.
Kehidupan monastik
Tarekat-tarekat kontemplatif[3] mengutamakan ibadah[4] dan doa lebih dari segala aktivitas ekonomi ataupun sosial. Tarekat-tarekat ini terdapat dalam tradisi Katolik Roma, Anglikan, dan Ortodoks Timur,[5]
serta dalam pengaturan Buddhis.[6]
^(Inggris)
Schadé, Johannes P. (2006). Encyclopedia of World Religions. Foreign Media Group. hlm. 220. ISBN978-1-60136-000-7. Diakses tanggal 2011-01-08. Contemplative Order[: ] A religious community which engages exclusively, or almost exclusively, in activities directly ordered to contemplation.
^(Inggris)
Gurdon, Edmund (1908). "Contemplative Life". The Catholic Encyclopedia, volume 4. New York: Robert Appleton Company. Diakses tanggal 2011-01-08. The great function assumed by contemplatives [...] is the worship of God.