Syekhul Islam (bahasa Arab: شيخ الإسلام, translit. Syaikhul-Islām; Turki Otoman: شیخ الاسلام, translit. Şhaykḫu-l-İslām atau Sheiklı ul-Islam, bahasa Turki: Şeyhülislam[1]) adalah gelar kehormatan Islam yang dipakai pada zaman klasik untuk para ulama Muslim yang sangat menonjol.[2]:399[3] Gelar tersebut mula-mula timbul di Khurasan menjelang akhir abad Islam ke-4.[2]:399
Gelar ini juga digunakan di bagian tengah dan barat dari Dunia Muslim untuk menyebut seorang mufti dan hakim yang cukup dikenal akan fatwa-fatwanya, sedangkan di bagian timurnya sering digunakan oleh pemimpin kepada ulama yang memainkan peranan resmi tetapi belum tentu merupakan seorang mufti. Terkadang, sebagaimana kasus Ibnu Taimiyyah, penggunaan gelar tersebut menjadi kontroversial. Di Kesultanan Utsmaniyah, sejak awal abad modern, gelar tersebut ditujukan kepada mufti kepala, yang umumnya merupakan ulama yang ditunjuk oleh negara. Syekhul-Islam Utsmaniyah (ejaan Prancis: cheikh-ul-islam[catatan 1]) melakukan banyak tugas dan fungsi seperti memberi nasihat kepada sultan dalam perihal keagamaan, menegakkan kebijakan pemerintah, dan menunjuk hakim.[2]:400[5]
Dengan dibubarkannya kekhalifahan pada 1924, jabatan Syekhul Islam di Kesultanan Utsmaniyah dihapus.[6] Pada zaman modern, gelar ini ditujukan kepada seorang mufti agung yang ditunjuk atau dipilih oleh suatu kelompok Muslim.[7]
^James Broucek (2013). "Mufti/Grand mufti". Dalam Gerhard Böwering, Patricia Crone. The Princeton Encyclopedia of Islamic Political Thought. Princeton University Press.