Surah Yunus (bahasa Arab: سورة يونس, translit. sūrah Yūnus, har.'Yunus (Yonas)') adalah surah ke-10 dalam al-Qur'an. Surah ini terdiri atas 109 ayat dan termasuk golongan surah Makkiyah kecuali ayat 40, 94, dan 95, yang diturunkan pada di Madinah. Surah ini menjadi surah pertama dengan huruf muqatta'atalif, lam, dan ra.[1]
Namanya berasal dari nama nabi dalam agama Abrahamik, Yunus, yang muncul pada ayat ke-98. Meski diberi nama berdasarkan Nabi Yunus, Nabi Yunus hanya disebut pada ayat ke-98.[2] Hal ini sangat tidak umum dalam Al-Qur'an, mengingat nama surah umumnya diberikan berdasarkan kata-kata yang tidak umum atau yang sering muncul padanya, yang dapat saja tidak memiliki hubungan apa pun dengan pokok bahasan.[2]
Deskripsi
Sebagian besar surah Yunus tergolong Makkiyah,[1] yang turun sebelum Nabi Islam Muhammadhijrah ke Madinah kecuali ayat 40, 94, dan 95 yang termasuk Madaniyyah.[1] Dalam penggolongan surah, surah Yunus termasuk kategori surah Al-Mi'un, yaitu surah-surah Al-Qur'an yang ayatnya berjumlah seratusan karena surah ini terdiri dari 109 ayat. Namun ada juga yang berpendapat surah ini termasuk golongan surah as-Sab'ut Thiwal atau "Tujuh Surah yang Panjang".[3] Dalam mushaf Utsmani, surah ini merupakan surah ke-51 yang diturunkan setelah surah Al-Isra', surah ke-17 dalam al-Qur'an dan sebelum surah Hud, surah ke-11.[4] Seluruh isi surah ini masuk ke dalam Juz 11 dan diletakkan setelah surah At-Taubah dan sebelum surah Hud. Surah ini terdiri atas 11 ruku'. Sedangkan topik utama yang dibahas dalam surah ini meliputi masalah akidah, iman kepada Allah, kitab-kitab dan rasul-Nya, serta Hari kebangkitan dan pembalasan.
Sejumlah ayat turun pada saat Muhammad mulai berdakwah.[1] Menurut Tafsir al-Jalalain, beberapa orang mengatakan bahwa surah tersebut diwahyukan sesaat setelah Isra Mikraj (sekitar tahun 621).[1]
Isi
Ayat-ayat pertama surah ini (1–70) membahas percakapan argumentatif antara umat Islam dan kelompok kafir. Ayat-ayat selanjutnya membahas Nuh, Musa, dan Yunus, yang merupakan nabi dalam Islam.[5][6]
Tanda-tanda kebesaran Allah di alam semesta
Wahyu dan dasar-dasar kebenarannya (1-6)
Pembalasan terhadap pengingkaran dan penerimaan wahyu (7-18)
Manusia adalah satu umat yang memeluk agama yang satu (19-20)
Perlakuan Allah yang penuh rahmat (21-24)
Seruan Allah ke Darussalam dan penolakan terhadapnya (25-30)
Bukti-bukti kekuasaan Allah yang membatalkan kepercayaan orang musyrik (31-36)
Jaminan Allah tentang kemurnian Al-Qur'an (37-53)
Penyesalan manusia di akhirat kelak (54-60)
Segala perbuatan manusia tidak lepas dari pengawasaan Allah (61)
Wali-wali Allah dan berita gembira bagi mereka (62-70)
Kisah Nuh, Musa, dan Yunus adalah teladan bagi manusia (71-103)
Dakwah Islam (104-109)
Surah ini membahas pengingkaran orang-orang kafir Mekkah terhadap Al-Qur'an.[1][7] Orang-orang kafir mengatakan bahwa Muhammad adalah "tukang sihir nyata" dan bahwa dia menulis al-Qur'an.[1] Mereka juga menantang Muhammad untuk memohonkan azab Allah, jika klaimnya itu benar.[1] Mereka juga menuntut agar Muhammad mengubah al-Qur'an untuk tidak lagi mengutuk praktik penyembahan berhala dan penggunaan perantara ketika menyembah Allah.[1][8]
Pengingkaran ini dibalas dengan surah ini dalam bentuk "argumentasi, ancaman, janji, dan celaan".[7] Juga membela asal-usul ilahiah Al-Qur'an, bukan karangan Muhammad, dan mengatakan bahwa Muhammad tidak mampu mengubahnya bahkan jika ia berkehendak.[9][1][7] Adapun tantangan untuk memohon azab Allah, surah tersebut mengungkap bahwa Allah dapat menunda azab di dunia ini jika Dia berkehendak.[7] Juga menceritakan tentang hukuman terhadap orang-orang kafir di masa lalu, seperti kaum Nuh dan Musa.[8] Dikatakan pula bahwa jika orang kafir menunggu azab sebelum beriman, hal ini sudah dianggap terlambat, seperti yang terjadi pada Firaun Musa.[10] Menurut Al-Qur'an, Firaun hanya mau beriman pada Allah sesaat sebelum ditenggelamkan, tetapi ia terlambat untuk segera beriman sehingga tidak pernah menjadi orang yang selamat sekali pun.[10]
Bab ini juga menyebutkan kaum Yunus, yang awalnya menolak dakwah Yunus, tetapi kemudian bertobat dan percaya.[6] Oleh karena itu, tidak seperti kaum Nuh dan Musa, mereka terhindar dari azab Allah.[6] Penyebutan Yunus hanya satu di ayat 98 surah ini.[5] Surah ini kemudian memberi petunjuk kepada Muhammad bahwa jika ia ragu tentang kebenaran dari apa yang diwahyukan kepadanya, ia dapat bertanya kepada Ahli Kitab (yaitu orang-orang Yahudi dan Nasrani) yang akan dapat membenarkan catatan Al-Qur'an tentang orang-orang ini pada masa lalu.[11][6]
Masyarakat ideal menurut Al-Qur'an adalah Darussalam, secara harfiah, "rumah kedamaian".[12]
Ayat 101
Diriwayatkan dalam kitab Syiah, Kitab al-Kafi, ketika Ja'far ash-Shadiq ditanya tentang ayat 101: ...tanda-tanda dan peringatan-peringatan itu tidak bermanfaat bagi orang-orang kafir, dia menjawab bahwa tanda-tanda itu adalah para Imam dan peringatan itu adalah para Nabi..[13]