Surah Al-Anfal (bahasa Arab: سورة الأنفال, translit. sūrah al-anfāl, har.'harta rampasan perang') adalah surah ke-8 pada al-Qur'an. Surah ini terdiri atas 75 ayat dan termasuk golongan surah-surah Madaniyah.
Nama Al-Anfal muncul pada permulaan surah ini dan juga persoalan yang menonjol dalam surah ini ialah tentang harta rampasan perang, hukum perang dan hal-hal yang berhubungan dengan peperangan pada umumnya. Menurut riwayat Ibnu Abbas, surah ini diturunkan berkenaan dengan perang Badar yang terjadi pada tahun 2 H.[1]
Peperangan ini sangat penting artinya, karena merupakan peristiwa yang menentukan jalan sejarah perkembangan Islam. Pada waktu itu umat Islam dengan berkekuatan kecil untuk pertama kali dapat mengalahkan kaum musyrik yang berjumlah besar dan memiliki perlengkapan yang cukup, dan mereka dalam peperangan ini memperoleh harta rampasan perang yang tidak sedikit. Oleh sebab itu timbullah masalah bagaimana membagi harta-harta rampasan perang itu, maka kemudian Allah menurunkan ayat pertama dari surah ini.[2]
Cara pembagian ghanimah terserah kepada Allah dan Rasul-Nya (1)
Sifat-sifat orang mukmin (2–4)
Keengganan sebagian sahabat untuk pergi ke medan tempur dan pertolongan Allah kepada kaum muslimin (5–14)
Larangan melarikan diri dari medan tempur (15–19)
Larangan menyalahi perintah Allah (20–23)
Kewajiban menaati perintah Allah dan Rasul-Nya (24–26)
Larangan berkhianat dan faedah bertakwa (27–29)
Permusuhan kaum musyrikin terhadap Nabi dan kewajiban menentang mereka sampai terpeliharanya agama Allah (30–40)
Cara pembagian ghanimah (41)
Rahmat Allah kepada kaum muslimin dalam peperangan Badar (42–44)
Kewajiban teguh hati, bersatu dalam peperangan, dan larangan berlaku sombong dan riya' (45–47)
Pengkhianatan Setan terhadap janjinya kepada pengikut-pengikutnya (48–51)
Kebinasaan sesuatu kaum adalah lantaran perbuatan mereka sendiri (52–57)
Syirik adalah dosa paling besar dan sikap menghadapi kaum musyrikin dalam peperangan (58–60)
Cinta perdamaian dan keharusan mempertebal semangat jihad (61–75)
Ayat-ayat penting
Ayat 12
(Ingatlah) ketika Tuhanmu mewahyukan kepada para malaikat, “Sesungguhnya Aku bersamamu. Maka, teguhkanlah (pendirian) orang-orang yang beriman. Kelak Aku akan menimpakan rasa takut ke dalam hati orang-orang yang kufur. Maka, tebaslah bagian atas leher mereka dan potonglah tiap-tiap ujung jari mereka.
Ayat-ayat tersebut merupakan kelanjutan dari ayat 9, yang diwahyukan untuk memberikan kemenangan umat Islam setara dengan keimanan mereka untuk taat kepada Muhammad saat pertempuran berlangsung.[3]
72–75 Harta warisan dari syuhada yang gugur
Menurut as-Suyuthi, akhir dari perang Uhud memiliki banyak pengaruh bagi para sahabat Nabi karena sebagian dari mereka dapat mewarisi kekayaan dari syuhada yang gugur, karena ikatan persaudaraan antara Muhajirin dan Anshar.[4] Hal ini juga disorot dalam sebuah hadis tentang peristiwa semacam itu ketika Ka'b bin Malik, seorang prajurit Anshar yang gugur dalam pertempuran dan sebelumnya menjalin persaudaraan dengan Zubair bin Awwam.[4] Kemudian kepada Muhammad diwahyukan ayat 75, yang membatalkan hak waris "persaudaraan" yang dibuat-buat, dan melarang Zubair untuk mewarisi harta Ka'b, karena yang benar-benar berhak mewarisi hartanya adalah keturunan-keturunannya.[4]