Daerah aliran sungai Brazza dikenal sebagai tempat kediaman suku Asmat, khususnya suku Brazza, salah satu sub-suku bangsa Asmat dan juga suku Citak, tercatat mendiami wilayah Kecamatan Citak Mitak (Senggo) di sepanjang sungai ini.[3] Orang Asmat berdiam di Papua Selatan, di sekitar sungai-sungai besar Aswets, Bets, Pomats, Undir, Sirets dan Brazza, yang semuanya bermuara ke Laut Arafuru (dulu: Teluk Irian).[3] Sungai-sungai itu dapat dilayari jauh ke pedalaman, sampai sekitar 50 km pada waktu air pasang naik. Karena banyak dialiri oleh sungai, tanahnya menjadi rawa-rawa sangat luas, yang tidak menguntungkan untuk pertanian dan menyebabkan orang Asmat terasing untuk waktu yang lama. Namun, di tempat ini mereka dapat memperoleh cukup makanan, terutama dari pohon sagu yang tumbuh liar dan subur di mana-mana, serta binatang buruan, seperti babi hutan, kasuari, kuskus, berbagai macam burung, serta berbagai macam ikan dan udang di sungai.[3] Orang Asmat mendirikan pemukiman dan kampung-kampung di tepi sungai, karena sungai merupakan sarana transportasi terpenting, serta memudahkan untuk mengetahui kedatangan orang lain yang mendekati kampung mereka.[3] Bangsa Asmat sebenarnya terbagi dalam beberapa subkelompok suku bangsa, antara lain: Unisirau, Bismam, Simai, Emari-Ducur, Betch-Mbup, Kaimo, Safan, Brazza dan Joerat.[3]
Di bagian hulu sungai Brazza, di sebelah barat hulu Sungai Digul, berdiam orang Citak, di sebelah timur kediaman suku Asmat, dan di sebelah utara kediaman orang Awyu. Bahasa mereka ada persamaan dengan bahasa Asmat, sehingga sebagian peneliti cenderung menggolongkan mereka sebagai salah satu sub-suku bangsa Asmat (rumpun bahasa Asmat-Kamoro).[3]
Ada suku lain, yaitu suku bangsa Korowai, yang mendiami daerah hulu sungai Brazza di bagian selatan Pegunungan Jayawijaya, di sebelah timur laut wilayah suku bangsa Asmat, di sebelah barat Senggo. Daerah ini termasuk dalam wilayah Kecamatan Kouh dan Citak Mitak (Senggo) di Kabupaten Merauke.[3]
Batas wilayah suku bangsa Asmat dengan suku-suku bangsa pedalaman lain seperti suku Kombai, Korowai, Citak dan lain-lain ditandai oleh sungai Brazza dan kaki Pegunungan Tengah.[4]
Suku Asmat Brazza yang tinggal di tepian sungai Brazza di kaki pegunungan Jayawijaya terkenal dengan seni ukiran patung mbis, di mana pada suku ini, bagian kepala mbis dibuat terpisah dari badan yang membuat seni kriya suku ini berbeda serta bernilai tinggi.[5]
Perkembangan modern
Dekai, ibu kota Kabupaten Yahukimo, adalah kota baru yang dibangun sejak 2008 di pesisir timur Sungai Brazza. bandar Udara Nop Goliat Dekai terletak di tenggara sungai, di sebelah utara Dekai. Di selatan kota, sebuah pelabuhan sungai, Longpon, di perbatasan kabupaten Yahukimo dan Asmat, memasok logistik untuk distrik Dekai dan desa-desa di dekat sungai Brazza.[6]
Di pegunungan, sungai mengalir melintasi desa-desa suku Kimyal di dekat Sela, sekarang dikenal dengan nama Sungai Thay.[7] Suku Momuna hidup di distrik Sumo dan Dekai di kedua sisi sungai di hutan hujan dataran rendah selatan.[8]Suku Asmat yang dikenal karena pahatan kayu dan lukisan kulit pohonnya hidup di pinggiran hilir sungai.[5][9]
Geografi
Sungai ini mengalir di wilayah selatan pulau Papua yang beriklim hutan hujan tropis (kode: Af menurut klasifikasi iklim Köppen-Geiger).[10] Suhu rata-rata setahun sekitar 21 °C. Bulan terpanas adalah Februari, dengan suhu rata-rata 24 °C, and terdingin Juni, sekitar 18 °C.[11] Curah hujan rata-rata tahunan adalah 6178 mm. Bulan dengan curah hujan tertinggi adalah Mei, dengan rata-rata 721 mm, dan yang terendah Juli, rata-rata 432 mm.[12]