Suku Wopkai, atau Wopkaimin, adalah suku asli kecil dari orang Faiwol yang tinggal di Pegunungan Bintang terpencil di Papua Nugini bagian barat yang dikenal sebagai Sungai Fly. Mereka berbicara dengan dialek Wopkai dari bahasa Faiwol. Suku ini berkerabat dengan suku-suku Min, yaitu Atbalmin, Telefomin, Mianmin, Tifalmin, Oksapmin, Faiwolmin, dan Urapmin.[2] Masyarakat suku Wopkaimin berjumlah 700 jiwa pada akhir 1980-an, mereka menempati wilayah seluas hampir 1.000 km².[1]
Tambang Ok Tedi, tambang tembaga dan emas terbuka terbesar ketiga di dunia terletak di wilayah tradisional mereka.[3] Sebelum kedatangan tambang dengan konstruksi dimulai tahun 1981, Wopkaimin hidup dalam ekonomi subsisten. Tambang tersebut sangat berdampak pada suku tersebut, benar-benar mengganggu pola hidup tradisional mereka. Salah satunya, Tabubil sebuah kota berpenduduk 12.500 untuk menampung pekerja tambang dibangun di tengah-tengah wilayah mereka. Pekerjaan untuk mendapatkan upah tersedia bagi anggota suku, tetapi hanya pada tingkat tidak terampil dan tidak secara teratur. Wopkaimin bersama dengan banyak kelompok etnis lain yang tinggal di daerah tersebut sekarang hidup secara bergilir antara kota Tabubil, desa pinggir jalan di sepanjang Jalan Raya Kiunga-Tabubil, dan di desa-desa yang jauh dari tambang karena pekerjaan hilang atau tidak tersedia.
Pada tahun 1992, spesies kelelawar, kelelawar buah Bulmer (Aproteles bulmerae) yang sebelumnya dianggap punah ditemukan masih hidup di Gua Luplupwintem, sebuah gua yang sangat besar di atas Tembok Hindenburg di wilayah mereka. Kelelawar ini pertama kali ditemukan pada tahun 1970-an oleh David Hyndman, yang mempelajari Wopkaimin. Namun pengenalan senapan pada saat yang bersamaan dianggap telah mengakibatkan kepunahan spesies tersebut.
Referensi
Daftar pustaka
- Hyndman, David. Ancestral Rain Forests and the Mountain of Gold: Indigenous Peoples and Mining in New Guinea, Westview Press (October 1994), hardcover, 208 pages, ISBN 0813378044 ISBN 978-0813378046