Awalnya, stasiun ini memiliki tiga jalur kereta api dengan jalur 2 merupakan sepur lurus. Setelah dibangunnya jalur ganda di segmen Cirebon–Ciledug,[3][4] tata letak stasiun ini diubah, sehingga pada jalur 2 dijadikan sepur lurus arah Cirebon saja dan jalur 3 dijadikan sepur lurus arah Prupuk. Jalur 4 merupakan sepur belok baru, sedangkan jalur 5 digunakan sebagai jalur menuju area bongkar muat semen (sekarang menjadi bongkar muat ballast/kricak) di seberang bangunan utama stasiun. Saat ini tidak ada layanan kereta api yang berhenti di stasiun ini, kecuali jika terjadi penyusulan antarkereta api.
Stasiun ini memiliki menara air, yang dahulunya digunakan untuk mencurahkan air ke ketel lokomotif uap. Menara air ini berbentuk segienam; ukurannya lebih besar daripada menara air yang serupa di Stasiun Ketanggungan, tetapi masih lebih kecil daripada menara air Stasiun Ciledug. Menara air ini sampai sekarang masih digunakan, tetapi hanya digunakan untuk keperluan air bersih di stasiun tersebut, seperti toilet dan tempat wudu.[5]
Ke arah timur stasiun ini, sebelum Stasiun Ciledug, terdapat Stasiun Karangsuwung yang sudah dinonaktifkan sejak jalur ganda Cirebon–Prupuk beroperasi.
Sebenarnya, ada dua stasiun kereta api dengan nama Sindanglaut, yaitu Stasiun Sindanglaut SS (stasiun yang dibahas di sini) dan Sindanglaut SCS yang terletak di jalur kereta api Bedilan–Waruduwur. Namun sayangnya, Stasiun Sindanglaut SCS sudah dinonaktifkan karena jalur yang melayaninya dibongkar oleh pekerja romusha Jepang pada tahun 1942.[6][7]
Referensi
^Subdit Jalan Rel dan Jembatan (2004). Buku Jarak Antarstasiun dan Perhentian. Bandung: PT Kereta Api (Persero).
^Laksana, A.D.; Wijokangko, G.R.; Hartono, T.; Suprayitno, D. (2016). Susur Jejak Kereta Api Cirebonan(PDF) (Laporan). Kereta Anak Bangsa. Diakses tanggal 2020-05-04.