Singa Laoet |
---|
Iklan koran, Surabaya |
Sutradara | Tan Tjoei Hock |
---|
Produser | The Teng Chun |
---|
Skenario | Tan Tjoei Hock |
---|
Pemeran | |
---|
Sinematografer | Tan Tjoei Hock |
---|
Perusahaan produksi | Action Film |
---|
Tanggal rilis |
- 1941 (1941) (Hindia Belanda)
|
---|
Durasi | 76 menit |
---|
Negara | Hindia Belanda |
---|
Bahasa | Indonesia |
---|
Singa Laoet (EYD: Singa Laut) adalah film Hindia Belanda (sekarang Indonesia) tahun 1941. Film ini disutradarai Tan Tjoei Hock, diproduseri The Teng Chun, dan dibintangi Tan Tjeng Bok, Mohamad Mochtar, dan Hadidjah.
Alur
Robin dikucilkan dari masyarakat setelah dituduh membunuh seorang pria bernama Ibrahim dalam sebuah perkelahian. Dua puluh tahun kemudian, putra Ibrahim, Mahmud, mulai mencari pembunuh ayahnya. Ia pun mencapai pulau Sampojo dan menemukan Robin. Robin saat itu sudah menjadi perompak dan menggunakan nama "Singa Laoet". Setelah salah satu tangan kanan Robin, Hasan, menculik perempuan yang dicintainya, Mahmud melacak si penculik dan menghajarnya sampai mati. Kelak terungkap bahwa Hasan, bukan Robin, adalah pembunuh Ibrahim yang sebenarnya.
Produksi
Singa Laoet disutradarai Tan Tjoei Hock, sutradara Tionghoa Indonesia yang terikat kontrak dengan Java Industrial Film milik The Teng Chun sejak 1940. The memproduseri film ini untuk Action Film, anak perusahaan Java Industrial Film. Tan juga disebutkan di kreditnya sebagai penulis naskah, sinematografer, dan penyunting suara film hitam putih berdurasi 76 menit ini. Sebagian besar proses produksi film ini selesai pada Oktober 1941.
Film ini dibintangi Tan Tjeng Bok, Hadidjah, Bissu, dan Mohamad Mochtar. Tiga aktor di antaranya pernah terlibat lebih jauh di Java Industrial Film: Bissu mengawali karier perfilmannya melalui Oh Iboe (1938), Hadidjah bersama suaminya Mas Sardi ambil bagian di Roesia si Pengkor (1939), dan Mochtar tampil di Alang-Alang pada tahun yang sama setelah keberadaannya ditemukan di sebuah kedai pangkas. Tan Tjeng Bok, mantan aktor panggung Dardanella, adalah rekrutan terbaru dan mengawali karier perfilmannya melalui Srigala Item buatan perusahaan ini tahun 1941.
Rilis dan tanggapan
Singa Laoet was dirilis pada akhir 1941 dan baru ditayangkan di Surabaya bulan November. Di kota ini, film ini dikatakan bisa membuat darah penonton mengalir lebih cepat di dalam pembuluh, sedangkan panorama Hindia Belanda digambarkan indah dan cantik. Film ini dapat ditonton oleh semua usia.[8] Seorang kritikus di Soerabaijasch Handelsblad menulis bahwa film ini lebih populer di kalangan penonton Tionghoa dan pribumi.[9]
Penayangan Singa Laoet terus berlanjut sampai 1945. Menurut Katalog Film Indonesia yang disusun J.B. Kristanto, salinan 35 mm-nya disimpan di Sinematek Indonesia, Jakarta.
Referensi
Sumber
|
---|
Sutradara | |
---|
Penulis |
- Sehidup Semati (1949)
- Saputangan (1949)
- Bengawan Solo (1949)
|
---|