Dasima adalah film Hindia Belanda (sekarang Indonesia) tahun 1940 yang disutradarai Tan Tjoei Hock dan diproduseri The Teng Chun. Ini adalah adaptasi ketiga dari novel Tjerita Njai Dasima karya G. Francis tahun 1896.
Alur
Winata dan istrinya Dasima sering bertengkar: Winata sering bekerja supaya bisa menabung untuk masa depan mereka, sedangkan Dasima merasa ia perlu meluangkan waktu lebih banyak di rumah. Pertengkaran ini berujung pada perceraian mereka. Dasima kemudian tertarik dengan Samiun dan menikahinya. Hubungan mereka memburuk dalam waktu singkat. Samiun memperlakukan istrinya dengan tidak pantas, membuang-buang uang mereka, dan memperjudikan perhiasan Dasima. Ketika Dasima memberi tanda bahwa ia ingin bercerai dan semua uang miliknya dikembalikan, Samiun membayar seorang preman bernama Puasa untuk membunuhnya. Keduanya membuat Dasima terpojok di sebuah jembatan dan Dasima pun bunuh diri dengan melompat. Tidak lama kemudian, Samiun dan Puasa ditangkap polisi.
Produksi
Dasima, diproduseri The Teng Chun untuk Java Industrial Film (JIF), adalah film pertama yang disutradarai Tan Tjoei Hock. The mempekerjakan Tan ketika Tan bekerja sebagai asisten tanpa bayaran di sebuah gurp sandiwara yang sering tampil di Prinsen Park (sekarang Lokasari). Karena tertarik dengan hasil kerjanya, The meminta Tan bergabung di JIF. Walaupun Tan tidak pernah terlibat di dunia perfilman, ia menerima tawaran tersebut.
Tan mengadaptasi cerita Dasima dari novel Tjerita Njai Dasima karya G. Francis tahun 1896. Novel ini sebelumnya sudah dua kali diangkat ke layar lebar pada tahun 1929 dan tahun 1932. Kedua film karya Tan's Film ini memiliki kesamaan dengan versi adaptasi panggungnya. Namun film kali ini dipasarkan sebagai "versi modern"-nya karena telah disesuaikan dengan citarasa "modern" pada masa itu. Hasilnya, ada sejumlah penyesuaian pada alurnya, termasuk penghapusan kata njai dari judul film. Dasima di sini digambarkan sebagai wanita biasa, bukan njai (selingkuhan) lagi. Film ini juga menghilangkan elemen-elemen mistis di novel aslinya.
Sinematografi film hitam putih ini ditangani oleh WT Wei, sedangkan pengarahan artistiknya ditangani oleh HB Angin. Film ini dibintangi S. Soekarti, Mohammad Mocthar, M. Sani, S. Talib, Djaleha, Toehamsa, dan Habibah. Mochtar sudah bekerja di Tan's sejak terlibat dalam Alang-Alang (1939). Di film-film pertamanya, ia selalu memerankan tokoh utama yang romantis bersama Hadidjah. Dasima adalah film pertamanya tanpa disertai Hadidjah. Peran Hadidjah digantikan oleh Soekarti yang sebelumnya tidak pernah berakting.
Rilis dan tanggapan
Film ini dirilis tahun 1940. Tan menjadi sutradara paling aktif di Hindia Belanda antara tahun 1940 dan 1941 dengan portofolio sebanyak sembilan film. JIF dan dua anak perusahaannya, Action Film dan Jakarta Pictures, merilis 12 film lagi sebelum semuanya dibubarkan pasca pendudukan Jepang di Hindia Belanda tahun 1942. Mochtar dan Soekarsih kemudian terlibat dalam film Melati van Agam (1940) besutan Swan Pen. Setelah itu Soekarsih meninggalkan dunia perfilman.
Film ini bisa jadi tergolong film hilang. Antropolog visual Amerika Serikat Karl G. Heider menulis bahwa semua film Indonesia yang dibuat sebelum 1950 tidak diketahui lagi keberadaan salinannya. Akan tetapi, Katalog Film Indonesia yang disusun JB Kristanto menyebutkan beberapa film masih disimpan di Sinematek Indonesia dan Biran menulis bahwa sejumlah film propaganda Jepang masih ada di Dinas Informasi Pemerintah Belanda.
Referensi
Sumber
Pranala luar
|
---|
Sutradara | |
---|
Penulis |
- Sehidup Semati (1949)
- Saputangan (1949)
- Bengawan Solo (1949)
|
---|