Sidosari adalah desa di kecamatan Salaman, Magelang, Jawa Tengah, Indonesia. Desa Sidosari adalah sebuah desa yang terletak di sisi barat laut dari ibu kota kecamatan Salaman, dengan jarak ± 4 km, bisa di tempuh menggunakan kendaraan pribadi / umum (angkudes) sampai ke perempatan desa pancar, dilanjutkan dengan ojek, kountur tanah di sana relatif bergelobang naik turun.
Sejarah
- SEJARAH DUSUN KRANJANG KAUAMAN
Kranjang Kauman merupakan nama salah satu dusun yang berada di Desa Sidosari Kecamatan Salaman, Kabupaten Magelang. Letaknya sekitar 23 KM kearah barat dari Kota Mungkid, Kabupaten Magelang.
Kemunculan awal dari dusun Kranjang Kauman yaitu bermula dari surutnya Kerajaan Demak, kerajaan mengadakan sayembara pencarian Kereta Kencana, seorang Abdi dalem (yang sering dihukum oleh rajanya karena selalu beda pendapat) ikut sayembara tersebut, dan akhirnya bisa menemukan kereta kecana sehingga dihadiahi putri dari Kerajaan dan dipersilahkan memilih tempat untuk tempat tinggal. Setelah abdi dalem itu memilih tempat lalu mendirikan sebuah tempat ibadah untuk dijadikan siar agama islam beliau menamakan dirinya Simbah Ranjam yang pandai di bidang agama islam dan selanjutnya disebut dengan sebutan Simbah Kiyai Ranjam. Simbah Kiyai Ranjam yang sering disebut Kranjang sehingga dusunnya di beri nama Kranjang. Kiyai Ranjam adalah tokoh babat alas pertama kali di dusun ini, dan Kiyai Ranjam ini adalah sesepuh dusun Kranjang. Dusun Kranjang sendiri pada saat ini menjadi salah satu dusun yang terkenal sangat religius dikalangan masyarakatnya, bahkan warga daerah lainpun menyebutnya sebagai daerahnya orang alim, orang cendikiawan. Hal ini jika dilihat dari sisi historisnya memang ada hubungan erat dengan karakteristik yang dibawa oleh sesepuhnya dahulu, yaitu Kiyai Ranjam dan keluarganya. Kiyai Ranjam adalah alim ulama yang membawa pengaruh sangat besar bagi masyarakat dusun Kranjang dan sekitarnya.
Pertama sang kyai membangun sebuah padepokan yang dijadikan sebagai pusat kegiatan agama dan keperluan masyarakat lainnya, dan padepokan inilah yang menjadi cikal bakal dari terbangunnya masjid yang sekarang dikenal dengan Masjid Baitul Muttaqin. Masjid ini merupakan masjid tertua yang ada di Desa Sidosari dan merupakan tonggak peradaban dusun ini. Seiring berjalannya waktu, dusun ini semakin berkembang dan banyak orang yang mendudukinya. Sang sosok Kyai yang sangat religius ini membawa pengaruh besar terhadap masyarakat dusun ini, masyarakat Dusun Kranjang sangat patuh dengan sang Kyai dan mayoritas penduduk dusun ini menjadi jamaahnya Simbah kiyai Ranjam. Sebagai suatu kelompok jamaah, maka kelompok jamaah tersebut dengan pasti akan mengikuti semua ajaran yang diajarkan oleh gurunya, dan sang guru Kyai Ranjam ini dengan kuatnya menanamkan nilai agama Islam diseluruh lapisan masyakatnya, masyarakat yang menjadi penduduk sekaligus jamaah kyai Ranjanm menjadi masyarakat yang sangat taat beragama, karena dengan masyarakatnya yang relegius sehingga nama dusun Kranjang di tambah dengan nama Kauman kemudian menjadi KRANJANG KAUMAN.
- SEJARAH DUSUN KRANJANG LOR
Kranjang Lor merupakan salah satu dusun dari 7 dusun yang ada di Desa Sidosari, Salaman, Magelang. Pada tahun 70 an sudah mulai banyak pembangunan di Dusun Kranjang Lor, karena sebelumnya banyak tempat masih berupa tanah lapang. Hingga sampai saat ini Kranjang Lor paling pesat pertambahan penduduknya sehingga pemukimannya di dusun ini paling banyak diantara Dusun-dusun lain di desa Sidosari.
Asal usul nama Kranjang Lor menurut sesepuh (orang tua dulu) berasal dari adanya Simbah Kiyai Ranjam (terkenal sebutan Kranjang) yang sering menyiarkan agama islam di dusun tersebut dengan Simbah Kiyai Jalaludin dan Simbah Kiyai Abdul Hamid yang sudah menetap di dusun tersebut dan kebetulan dusun itu berada di paling sebalah utara sehingga di namakan Dusun Kranjang Lor.
Pada masa penjajahan Jepang, Kranjang Lor merupakan salah satu dusun yang terkena imbas dari munculnya wabah penyakit Pes yang disebabkan dari tikus, karena penyakit ini juga merupakan penyakit menular sehingga banyak warga yang terjangkit kemudian meninggal, oleh karena itu maka dibuatkan tempat pengungsian dan dibagian timur bantar dulunya merupakan tempat yang dipagari sebagai pembatas agar orang lain tidak dapat masuk.
Pada masa penjajahan Jepang, Kranjang Lor juga merupakan salah satu tempat latihan perang salah satu tempatnya yakni sebuah lapangan yang sekarang sudah menjadi sebuah bangunan Masjid. Saat jaman itu juga kebanyakan masyarakat dulu tidak mengkonsumsi nasi, tetapi makan yang sering dikonsumsi seperti jagung, ketela, ubi, kedelai, rerumputan dan daun-daunan yang lainnya dengan cara dimasak terlebih dahulu. Tidak sedikit pada masa itu masyarakat yang bersembunyi diberbagai tempat karena sedang gencar-gencarnya perang perlawanan, lalu segala bentuk penerangan tidak diperbolehkan dan akan disita juga. Tetapi dari semua masalah itu, Dusun Kranjang Lor merupakan dusun yang aman karena tidak terjadi keributan di jaman Jepang.
Menurut cerita masyarakat setempat, konon nama Banaran berasal dari nama sebuah Gunungan atau Bukit Kecil yang membentang di sepanjang dusun. Bukit kecil tersebut bernama Bukit Banar. Nama Banar di ambill dari nama seseorang yang sering naik Gunung ini untuk mengembara. Nama Banaran sendiri berasal dari kata “Banar, yaitu julukan bagi pengembara tersebut yang bernama aslinya adalah Simbah Kiyai Abdulloh yang membawa agama islam bersama sama dengan Simbah Kiyai Ranjam (Kranjang). Beliau akhirnya wafat dan di makamkan di atas bukit Banar tersebut yang selanjutnya diucapkan menjadi Dusun Kranjang Banaran.
Simbah Kiyai Abdulloh bersama rombongan yang di pimpin oleh Simbah Kiyai Ranjam, mereka mengembara sebenarnya untuk menyebarkan Agama Islam. Dan mereka sering singgah di dusun kecil yang rindang itu untuk, beristirahat dan sholat. Simbah Kiyai Abdulloh adalah seorang Pengikut dari Simbah Kiyai Ranjam beliau sering di utus oleh Simbah Kiyai Ranjam untuk memikat atau menangkap Burung yang sering bertengger di pohon besar yang berada di atas Bukit Banar tetapi sangat sulit dan sering menginap yang selanjutnya menetap diatas bukit banar.
Dusun Banaran juga masih tak lepas dari nama Simbah Kiyai Abdulloh, seorang murid dari Simbah Kiyai Ranjam. Sepanjang perjalanan mereka kesulitan mencari air bersih, untuk minum dan berwudlu. Maka atas perintah Simbah Kiyai Ranjam, Simbah Kiyai Abdulloh mencari tempat sumber air tetapi tidak menemukan. Maka Simbah Kiyai Abdulloh menjejakkan telapak kakinya di atas tanah sebelah timur bukit banar, sehingga muncullah sumber air yang cukup besar. Sampai sekarang sumber air tersebut masih ada dan airnya tidak pernah berkurang. Sumber air ini sering di sebut oleh masyarakat mata air TUK UDAL .
Dengan perkembangan jaman tuk udal /sumber air sekarang sudah menjadi Aset Daerah Kabupaten Magelang yang di kelola oleh PDAM Kabupaten Magelang.
Dusun Kranjang Palungan merupakan salah satu Dusun tua yang syarat dengan berbagai nilai sejarah, termasuk tentang penyebaran Islam oleh para santri murid Simbah Kiyai Ranjam dan masih terkait dengan sejarah Desa Sidosari. Di mana kata Palungan berasal dari nama “Loman” sebutan seorang tokoh terpengaruh yang berperan besar terhadap terbentuknya Dusun Palungan.
Simbah Kiyai Sulaiman yang dikenal sebagai Tokoh agama yang loman (jawa) yang artinya sangat dermawan, sering membagi sedekah kepada yang membutuhkan terutama kepada masyarakat miskin dan beliau adalah seorang lelana (jawa) artinya tidak tahu asal usulnya . Simbah Kiyai Sulaiman belajar mengaji di bawah asuhan Simbah Kiyai Ranjam. Selesai mengaji dia kembali ke tempat asalnya untuk menyiarkan agama Islam. Selama menjalankan syiar agama islam mendapatkan serangan dari Belanda hingga hancur. Saat itu Simbah Kiyai Sulaiman melarikan diri ke arah barat dan tak lama kemudian kembali untuk membangun kembali tempat tinggalnya. Sejak itu tidak pernah ada serangan dari belanda lagi dan malah sebagai tempat pengungsian serangan belanda dari daerah lain. Disinilah Simbah Kiyai Sulaiman mulai mengajarkan agama islam kepada masyarakat setempat dan para pengungsi dan beliaunya sering membantu apa yang dibutuhkan kepada yang kekurangan juga sering membuat kluwo kencono (makanan terbuat dari buah pepaya belum matang dan dimasak manis pakai gula jawa dan berkuah) untuk di makan bersama-sama dan karena sering berbagi Simbah Kiyai Sulaiman di kenal dengan sebutan Simbah Loman yang kemudian menjadi Paluman dan beliau bertempat tinggal di tempat itu sampai wafat . Tempat makam Simbah Kiyai Sulaiman / Simbah Paluman ini kemudian disebut Palungan dan di jadikan Dusun Kranjang Palungan Desa Sidosari Kecamatan Salaman. makamnya sampai sekarang masih banyak di ziarahi oleh orang-orang penduduk sekitar.
Budaya selamatan yang di lakukan oleh Simbah Kiyai Sulaiman juga masih banyak dilakukan oleh masyarakat Palungan. Biasanya selamatan menyambut bulan Romadhon, selamatan hari raya umat Islam, selamatan Panen, selamatan membangun rumah dll, biasanya tidak ketinggalan mayarakat Dusun Palungan membuat selamatan berupa kluwo kencono untuk di bagi dan dimakan bersama-sama sampai sekarang.
Berawal dari rasa ingin tahu tentang Simbah Kiyai Sujiwo pada saat itu di atas bukit yang ingin di jadikan beliau (Simbah Kiyai Sujiwo ) sebagai tempat syiar agama islam yang di yakini oleh masyarakat bahwa tempat tersebut tempat yang dijadikan untuk memuja oleh pendahulu di kampung Gejiwan tempat itu bernama jali puro karena dahulu ada bangunan seperti pura.
Jaman Dahulu ada seseorang yang bernama Simbah Kiyai Sujiwo akan tetapi lebih di kenal dengan sebutan/nama Mbah JIWO yang Di karenakan beliau orangnya sering membatu kepada orang lain tidak perhitungan tetapi dengan sepenuh jiwa raga, Beliau adalah seorang yang mempunyai Daya linuwih/kelebihan. Daerah tersebut sangat terpencil dia bersama masyarakat/para pengikut beliau karena Mbah JIWO adalah seorang pemuka masyarakat maka di namailah daerah yang di tempati Mbah JIWO tersebut dengan nama GEJIWAN. Masyarakat di tempat tersebut (GEJIWAN) hidup tentram dan damai hingga suatu ketika terjadilah perselisihan antara Kyai Sujiwo dengan saudaranya,dalam kisahnya perselisihan antara Mbah JIWO dengan saudaranya sampai terjadi saling adu kekuatan bathin. Sebelum terjadi saling adu kekuatan Mbah JIWO meminta kepada Saudaranya bahwa jika Mbah JIWO kalah dalam pertarungan, saudaranya di minta untuk memimpin keberadaan masyarakat Gejiwan, akan tetapi jika Mbah JIWO menang Saudaranya itu di minta meninggalkan kampung Gejiwan, hal tersebut di minta supaya masyarakat Gejiwan tetap kondusif dalam menjalankan roda kehidupan setelah terjadinya pertarungan tersebut. karena pertarungan hanya menggunakan kontak bathin maka masyarakatpun tidak ada yang tahu bahwa daerah tersebut menjadi rebutan para pemuka di antara mereka .
Di dalam akhir pertarunganya Mbah JIWO yang menang dan saudaranya langsung meninggalkan kampung Gejiwan. Kemudian Mbah JIWO bermunajat kepada Allah SWT di dalam munajatnya dia meminta kepada Allah agar jati dirinya di tutupi sehingga dalam kehidupanya beliau lebih leluasa berdakwah/syiar agama islam di bantu oleh Simbah Kiyai Ranjam, meski tidak terang-terangan. Karena sifatnya yang dermawan beliau di hormati banyak orang dan banyak yang menjadi muridnya. Beliau menjalani kehidupan di Gejiwan hingga mempunyai keluarga dan sampai beliau meninggal dan di makamkan di Makam Jalipuro sebelah utara Dusun Gejiwan,dan sekarang tempat/kampung tersebut masih exist keberadaanya dengan nama kampung/dusun Gejiwan Desa Sidosari Kecamatan Salaman Kabupaten Magelang dengan kehidupan masyarakat yang makmur.
Semoga dengan terkuaknya kisah tersebut bisa menjadi motivasi masyarakat sehingga semua masyarakat tahu dan tergugah hatinya dan membantu syiar islam yang sudah dilakukan oleh Simbah Kiyai Sujiwo.
- SEJARAH DUSUN KRANJANG KIDUL.
Penamaan suatu daerah sering kali dikaitkan dengan keberadaan suatu situs atau peninggalan dari masa lampau. Salah satunya adalah penamaan Dusun Kranjang Kidul yang menjadi bagian Desa Sidosari, Kecamatan Salaman, Kabupaten Magelang.
Pada zaman dahulu, hiduplah seorang yang sakti mandraguna yang masyhur disebut Mbah Singo Duto. Mbah Singo Duto kemudian lebih dikenal sebagai Mbah Wiro karena keberadaan Mbah Singo Duto sering berjalan wira wiri (bahasa jawa) yang artinya berjalan mondar mandir di daerah itu tepatnya di sebuah bukit yang banyak pohon-pohon besar yang tumbuh sehingga tempat itu menambah aura mistis. Jauh hari setelahnya, sebagian masyarakat berusaha ngalap berkah atau meminta berkah ke Mbah Wiro. Nah orang yang datang beranggapan hajatnya mereka bisa terkabul dengan meminta ke Mbah Wiro.
Karena Mbah Wiro banyak yang meminta pertolongan beliau sering melakukan pertapaan. pada akhirnya pertapaannya dilakukan sangat lama kemudian ada seseorang ingin membangunkannya dari pertapaan tersebut karena sudah melebihi waktu yang direncanakan dan ternyata Mbah Wiro sudah meninggal dan tubuhnya sudah keras (kaku) orang jawa bilang mengkongkong. Dengan kejadian itu bukit tersebut di beri nama bukit wirokonggkong oleh mayarakat setempat. Juga Pada masa penjajahan Belanda, Kranjang Kidul juga merupakan salah satu tempat latihan perang dan tempat untuk mengungsi para pejuang tempatnya yakni disebuah bukit wirokongkong yang sekarang sudah menjadi tegalan milik masyarakat. Setelah kejadian itu ternyata di bawahnya tepatnya Dusun Kranjang Kidul kehidupan masyarakatnya sudah mau belajar agama islam kepada Simbah Kiyai Abdul Yasin yang alim dan sabar.
Nama Kranjang Kidul menurut sesepuh (orang tua dulu) berasal dari adanya Simbah Kiyai Ranjam (terkenal sebutan Kranjang) yang sering menyiarkan agama islam di dusun tersebut dengan Simbah Kiyai Abdul Yasin kebetulan dusun itu berada di sebelah paling selatan sehingga di namakan Dusun Kranjang Kidul.
Pembagian administratif
Desa Sidosari terdiri dari 7 dusun,yaitu :
- Palungan
- Banaran
- Dusun Sempu termasuk Dusun Kranjang Lor 2 RT.06
- Dusun Guntur termasuk Dusun Gejiwan RT.03
- Dusun Jaten dan Winong termasuk Dusun Kranjang Kidul RT.04
- Dusun Kranjang jurang termasuk Dusun Kauman RT.03 dan RT.04
- Dusun Candran termasuk Dusun Kauman RT.05
Penduduk
Desa Sidosari ini 100% penduduknya beragaman Islam, banyak tokoh agama berasal dari sini, banyak penghafal Alquran hususnya dari dusun Palungan, khusus desa Palungan Gejiwan, Guntur & Banaran apabila musim kemarau agak kesulitan air bersih. Sebagian besar pekerjaan warganya adalah bertani, ada juga yang menjadi PNS, Guru, karyawan, perantauan. tingkat pendidikan di desa ini ± dari tahun 2010 mulai meningkat banyak anak2 yang mulai masuk ke perguruan tinggi.
Insfratuktur desa cukup baik, Jalan2 utama desa ± 80% sudah di perkeras dengan aspal / beton sisanya masih jalan batu / kricak, jaringan PLN sudah masuk ke seluruh desa. Komoditas unggulan desa ini adalah: Padi & Palawija
Buah Buahan yang terdapat di desa ini adalah: Rambutan, kelapa, pisang, di desa ini terdapat banyak pembibitan buah2han dan tanaman sengon.
Hal buruk yang dilakukan sebagian kecil penduduk desa ini adakah: masih suka mencari ikan / belut dengan cara di racun / strum.
Fasilitas Pendidikan
- SD Negeri Sidosari
- MI Tarbiyatussibyan 01 Sidosari
- MI Tarbiyatussibyan 02 Sidosari
- SMP Persatuan Salaman
Pranala luar
Halaman resmi desa