Presiden ASJoe Biden mengatakan bahwa dia memberikan perintah serangan tersebut, sedangkan PM Britania RayaRishi Sunak menyakinkan kabinetnya agar Britania Raya ikut ambil bagian.[4][5] Tindakan ini dilakukan sebagai bentuk respon atas serangan Hutsi terhadap kapal-kapal yang melewati Laut Merah,[6] yang dilakukan dengan dalih sebagai respon dukungan terhadap Hamas dalam perang Israel−Hamas 2023.[7]
Beberapa penjabat resmi terkait dari AS menyatakan bahwa serangan tersebut dilakukan dengan tujuan mengurangi kemampuan serangan Hutsi terhadap kapal-kapal di Laut Merah, bukan untuk melenyapkan pemimpin dan pelatih (militer) dari Iran. Pihak Hutsi melaporkan setidaknya lima tewas dan enam lainnya luka-luka atas kejadian tersebut.[8][9]
Latar belakang
Pada masa awal pemerintahan Biden telah menghapus Ansarollah dari daftar Foreign Terrorist Organizations (FTO).[10] Munculnya perang Israel−Hamas 2023 membuat Dewan Politik Tertinggi (Yaman) dibawah kendali kelompok Hutsi yang didukung Iran,[a] mendeklarasikan dukungannya terhadap Hamas dan mulai mengadakan rangkaian serangan terhadap kapal-kapal komersial yang melewati Laut Merah, terutama di dekat Bab-el-Mandeb, selat sempit yang menghubungkan Laut Merah dengan Teluk Aden.[12] Walaupun Hutsi mulanya menyatakan bahwa mereka hanya menyasar kapal komersial yang sedang menuju pelabuhan Israel atau hubungan lain yang berkaitan dengan Israel,[13] namun lambat laun mereka mulai secara sporadis mengintimidasi dan menyerang kapal-kapal yang bahkan tidak ada kaitannya dengan Israel.[14][15] Dalam melaksanakan aksinya, Hutsi menggunakan rudal anti kapal, pesawat nirawak bunuh diri, dan kapal patroli cepat yang dilengkapi dengan meriam otomatis ringan, senapan mesin, dan rudal anti-tank.[16]
Sebelum terjadinya serangan terhadap MV Maersk Hangzhou, Angkatan Laut Amerika Serikat telah menempatkan beberapa kapal mereka untuk menjaga jalur pelayaran di Laut Merah dan menembak jatuh beberapa rudal serta PTTA milik Hutsi, namun tidak melakukan kontak tembak langsung dengan Hutsi.[17]
Pada tanggal 3 Januari, Amerika Serikat dan beberapa negara lain bersama-sama mengeluarkan ultimatum final terhadap kelompok Hutsi agar menghentikan segala tindakan agresi mereka yang mengancam kebebasan navigasi.[18] Menjelang beberapa hari hingga serangan, beberapa anggota Kongres Amerika Serikat dan Pentagon meminta adanya respon yang kuat dan berdampak terhadap Hutsi.[19] Sehari sebelum serangan, Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa meloloskan sebuah resolusi yang mengutuk tindakan agresi Hutsi di Laut Merah.[20][21][22]
Rangkaian peristiwa
Operasi serangan dilaksanakan pada waktu 2:30 pagi waktu Yaman (11:30 malam UTC).[23] Pesawat tempur AS yang membawa amunisi berpandu presisi dikerahkan dari beberapa landasan udara di kawasan dan dari kapal induk USS Dwight D. Eisenhower. Kapal-kapal perusak dan kapal selam USS Florida meluncurkan sejumlah BGM-109 Tomahawk. Media berita BBC melaporkan terdapat empat unit pesawat Typhoon milik Angkatan Udara Britania Raya yang dikerahkan dari Lanud Akrotiri di Siprus turut serta dalam serangan udara tersebut. Ninth Air Force AS menyampaikan bahwa AS dan pasukan koalisi telah menggunakan sekitar 100 amunisi dalam menyerang lebih dari 60 sasaran pada 16 lokasi.[24][25][26]
Kementerian Pertahanan Britania Raya menyampaikan bahwa telah menyerang dua lokasi. Lokasi pertama terletak di Bani, wilayah barat laut Yaman, yang digunakan sebagai tempat peluncuran pesawat nirawak intai dan serang. Pada lokasi kedua yang berada di Lanud Abbs, digunakan sebagai tempat melancarkan serangan rudal dan pesawat nirawak pada Laut Merah.[27]
Ledakan dilaporkan telah terjadi di Sana'a, Al-Hudaydah, dan Dhamar. Sasaran serangan berupa pusat logistik, instalasi pertahanan udara, serta gudang penyimpanan senjata. Berdasarkan media berita milik Hutsi, Bandara Internasional Hodeida, Bandara Internasional Ta'izz, Lanud al-Dailami utara dari Sana'a, sebuah bandara dekat Hajjah, satu barak timur dari Saada terkena serangan udara tersebut.[1]
Tanggapan
Hutsi
Deputi Luar Negeri Hutsi, Hussein al-Izzi, menyebut serangan tersebut "sebuah agresi nyata" dan menyatakan bahwa AS dan Britania Raya akan "membayar harga mahal" dalam sebuah wawancara media berita Al-Masirah.[28] Dengan nada pernyataan serupa, penjabat tinggi Hutsi Ali al-Qahoum bersumpah akan ada pembalasan.[1] Mohammed Abdulsalam, juru bicara kelompok Hutsi, menyampaikan bahwa Hutsi akan tetap melanjutkan menyerang kapal Israel atau kapal lain yang menuju "pelabuhan yang tengah diduduki milik Palestina", mengatakan bahwa AS dan Britania Raya salah bila mengira serangan tersebut "akan menggentarkan Yaman dari mendukuung Palestina dan Gaza".[28]
Amerika Serikat
Tanggapan di Kongres berbeda-beda, dengan beberapa mendukung serangan tersebut sementara yang lain mengutuk Biden dalam menggunakan kekuatan militer tanpa melalui persetujuan kongres. Beberapa kritik mengklaim bahwa, berdasarkan artikel pertama dalam Konstitusi, Biden perlu untuk memperoleh otoriasi dari Kongres sebelum melaksanakan suatu aksi militer, walau dalam 1973 War Powers Resolution memperbolehkan presiden untuk secara unilateral mengambil aksi militer namun tetap menginformasikan kepada Kongres dalam waktu tempo 48 jam.[29][30] Senat pemimpin Republikan, Mitch McConnell, menyambut baik aksi tersebut tapi mengatakan bahwa keputusan presiden tersebut lampau terlambat.[29]
Biden menyampaikan, "Aksi pertahanan hari ini merupakan buntut kelanjutan upaya diplomatis secara ekstensif dan kelompok Hutsi yang memprovokasi serangan terhadap kapal komersial" dan "Saya tidak akan ragu dalam mengarahkan tindakan lanjutan untuk melindungi rakyat kita dan kelancaran perdagangan internasional yang krusial".[31]
Pengunjuk rasa dari Code Pink dan ANSWER Coalition berkumpul di luar area Gedung Putih beberapa jam usai serangan udara dilakukan, menyerukan "biarkan Yaman hidup" dan "lepaskan Yaman".[32] Di Kota New York, pengunjuk rasa pendukung Palestina berkumpul di Times Square, menyerukan "pergi dari Timur Tengah", "pergi dari Yaman", dan "pergi dari Gaza".[32]
Britania Raya
PMRishi Sunak mengatakan bahwa serangan tersebut didasari prinsip pertahanan diri.[33] Dia juga mengkonfirmasi bahwa Britania Raya menerima dukungan non-operasional dan dukungan aktif dari Belanda, Kanada, dan Bahrain.
Sebelum melakukan serangan, kelompok Islamic Resistance in Iraq (IRI) menyatakan bahwa jika Yaman diserang oleh Amerika Serikat dan Britania Raya, "kami akan menyerang pangkalan Amerika Serikat dengan sekuat tenaga".[36] Muncul adanya laporan bom dan sirene yang terdengar di Kedutaan Besar AS di Irak setelah AS dan Britania raya memulai serangan terhadap Hutsi.[37]
^Liebermann, Oren; Britzky, Haley; Bertrand, Natasha; Marquardt, Alex; Lee, MJ; Hansler, Jennifer (11 January 2024). "US and UK carry out airstrikes against Iran-backed Houthis in Yemen". CNN (dalam bahasa Inggris). Diarsipkan dari versi asli tanggal 12 January 2024. Diakses tanggal 12 January 2024.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
^"War Powers Resolution of 1973". Richard Nixon Museum and Library. 27 July 2021. Diarsipkan dari versi asli tanggal 15 September 2021.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
^Rathbone, John Paul; Parker, George; Fisher, Lucy; Schwartz, Felicia (12 January 2024). "US and UK launch strikes against Houthi rebels in Yemen". Financial Times. Diarsipkan dari versi asli tanggal 11 January 2024. Diakses tanggal 12 January 2024.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
Kesalahan pengutipan: Ditemukan tag <ref> untuk kelompok bernama "lower-alpha", tapi tidak ditemukan tag <references group="lower-alpha"/> yang berkaitan