Loitering munitionLoitering munition (juga terkenal dengan sebutan pesawat nirawak bunuh diri,[1][2][3] atau pesawat nirawak kamikaze[4][5]) adalah sistem persenjataan yang memiliki kemampuan untuk melakukan loiter, atau "berkeliaran" dan berputar-putar di sekitar area sasaran dalam jangka waktu tertentu untuk mencari dan mengidentifikasi target sebelum menyerang. Senjata ini biasa digunakan untuk menyerang target yang memerlukan respon dengan cepat begitu terdeteksi, karena dapat kabur dan menghilang kembali dengan cepat (time-sensitive target). Waktu loiter juga dapat dimanfaatkan untuk mendeteksi dan melacak target sebelum menyerang, sehingga pengguna dapat membedakan antara kombatan dan nonkombatan. Senjata berkeliaran pertama kali dibuat pada tahun 1980 an untuk penggunaan Suppression of Enemy Air Defenses (SEAD) yang berperan untuk melawan surface-to-air missiles (SAMs), dan mulai dikembangkan untuk kepentingan militer pada tahun 1990an. Dimulai tahun 200an, senjata ini kemudian mulai dirancang untuk kepentingan tempur lainnya, meluas dari serangan jarak jauh dan dukungan tembakan taktis hingga kebutuhan serangan jarak dekat yang dapat muat di dalam ransel. Senjata ini setidaknya telah digunakan di 14 negara, dengan berbagai tipe pada tahun 2017. Kemampuan senjata ini yang terus dikembangkan menimbulkan kekhawatiran banyak orang khususnya para pegiat hukum kemanusiaan terkait etika dan risiko penggunaannya sebagai senjata otonom, beberapa kalangan juga turut mendorong untuk menghentikan penggunaan senjata ini[6] SejarahLoitering munition pertama kali mulai dikembangkan di era 1980an setelah Amerika Serikat mendapat pelajaran dari SEAD di Perang Vietnam, saat itu time-sensitive target yang dihadapi adalah instalasi radar untuk baterai SAM sepertu SA-2 dan SA-3. Operator radar Vietnam Utara kerap mematikan radar mereka untuk menghindari senjata-senjata anti radiasi seperti AGM-45 Shrike dan hanya menyalakannya untuk memandu misil. Adanya sistem-sistem SAM Mobile seperti SA-6 serta sistem yang menekankan emisi radar membuat baterai SAM akan menjadi sasaran sulit yang hanya akan terlihat dalam jeda waktu yang singkat. Untuk mengatasi hal ini, Amerika Serikat kemudian mengembangkan AGM-136 Tacit Rainbow yang merupakan misil anti-radiasi yang memiliki kemampuan loiter agar mampu terbang ke medan tempur mendahului pesawat-pesawat, berpatroli secara terprogram mengitari area tertentu, menunggu ada radar lawan yang menyala dan kemudian menyerang radar lawan bila ada yang terdeteksi. Proyek ini dimulai tahun 1982 sebagai program DoD, namun kemudian menjadi program USN/USAF pada tahun 1984. Tacit Rainbow pertama kali diluncurkan di udara pada tanggal 30 Juli 1984. Meski sudah masuk tahap uji coba, Tacit Rainbow akhirnya dibatalkan pada 1991 sebelum mencapai tahap produksi.[7] Tacit Rainbow kemudian memicu pengembangan senjata loitering munition lainnya pada tahun 1990an seperti Delilah dan IAI Harpy. Seiring perkembangan zaman, loitering munition mulai banyak beredar dengan karakteristik dan peran yang bermacam-macam. Tak hanya yang dioptimalkan untuk SEAD seperti Harpy dan Harop, ada juga loitering munition seperti Switchblade yang berukuran kecil dan dapat digunakan untuk dukungan taktis pasukan setingkat peleton.[8] Tak hanya diperasikan secara man-in-the-loop, beberapa loitering munition seperti Harop memiliki kemampuan untuk menjalankan misi secara otomatis tanpa campur tangan manusia. Referensi
|