Rebiya Kadeer (bahasa Uighur: رابىيە قادىر; Hanzi: 热比娅·卡德尔; kelahiran 15 November 1946) adalah seorang pengusaha dan aktivis beretnis Uighur asal China. Lahir di wilayah Xinjiang di Tiongkok, Kadeer menjadi seorang milioner pada 1980an karena kepemilikan real estatenya dan konglomerat multinasional. Kadeer memegang berbagai jabatan dalam parlemen China dan institusi politik lainnya sebelum ditangkap pada 1999 karena mengirimkan laporan rujukan internal konfidensial kepada suaminya, yang bekerja di Amerika Serikat sebagai penyiar independen pro-Xinjiang. Setelah ia pergi ke Amerika Serikat pada 2005, Kadeer mengklaim telah memegang berbagai gelar kepemimpinan dari organisasi-organisasi Uighur di luar negara seperti Kongres Uighur Dunia. Kadeer dapat berbicara dalam bahasa Uighur dan bahasa Mandarin.
Kehidupan awal dan karier
Rebiya Kadeer adalah seorang aktivis politik dan pengusaha Uighur berpengaruh dari wilayah barat laut Xinjiang, sebuah wilayah otonomi di Republik Rakyat China (RRC). Ia lahir di kota Altay, kemudian ia menikah pada 1965 dan berpindah ke kota Aksu.
Sejarah keluarga
Menurut autobiografinya, Dragon Fighter: One Woman's Epic Struggle for Peace with China, ayah Rebiya Kadeer' menjadi bagian dari para pemberontak Uighur pro-Soviet dibawah kepemimpinan Republik Turkestan Timur Kedua dalam Pemberontakan Ili (Pemberontakan Tiga Provinsi) pada 1944-1946, menggunakan bantuan Soviet dan bertarung dengan pemerintahan Republik China dibawah kepemimpinan Chiang Kai-shek.[2] Kadeer dan keluarganya berteman akrab dengan para pengasing Rusia Putih yang tinggal di Xinjiang dan Kadeer berkata bahwa beberapa orang Uighur yang mengikuti budaya Rusia menjadi "lebih maju" ketimbang orang Uighur yang lain.[3]
Pernikahan pertama
Kadeer memasuki pernikahan pertamanya sebagai seorang ibu rumah tangga, namun pada beberapa titik ia mulai secara independen membuat dan menjual pakaian dan usaha-usaha kecil lainnya untuk tambahan masukan.
Kewirausahaan
Setelah perceraiannya, Kadeer membuat sebuah layanan pencucian baju pada 1976. Ia kemudian menikah lagi pada 1981 dengan Sidik Rouzi, yang kemudian menjadi profesor yang berasosiasi, dan berpindah ke Ürümqi, menganugerahinya sebelas anak.[4] Di Ürümqi, Kadeer menjalankan sebuah tempat jualan di distrik bisnis lokal tersebut, dan mengubahnya menjadi toko swalayan yang khusus menjual pakaian adat Uighur. Pada 1985, Kadeer memindahkan usaha tersebut ke gedung komersial yang berukuran 14,000 meter persegi.[5]
Setelah keruntuhan Uni Soviet, Kadeer melakukan perdagangan lintas perbatasan, membuat asetnya memuncak menjadi lebih dari 200 juta yuan.[6] Ia menjadi salah satu dari lima orang terkaya di China, dan kesuksesannya membuatnya dijuluki "millioner perempuan". Perusahaan perdagangan tersebut telah mengoperasikan bisnisnya di China, Rusia dan Kazakhstan.[7] Kadeer mendirikan Perusahaan Kerjasama Perdagangan dan Industri Akida, yang memiliki sejumlah properti di provinsi Xinjiang. Properti-properti tersebut meliputi Pusat Perdagangan Akida, Pusat Perdagangan Kadeer dan Tuanjie, atau Unity, teater di Ürümqi.[8]
Kadeer menjadi seorang filantropis aktif pada komunitasnya, yang paling dikenal dengan yayasannya, Gerakan 1,000 Ibu, sebuah organisasi kepedulian untuk membantu wanita Uighur untuk memulai bisnis lokal mereka sendiri serta membantu anak yatim piatu atau kurang mampu.[6]
Pembebasan dan karier selanjutnya
The 10 Conditions of Love
Pada 2009, Jeff Daniels[9] membuat sebuah film dokumenter, The 10 Conditions of Love, mengenai Kadeer. Penayangan perdananya dijadwalkan dilakukan di Festival Film Internasional Melbourne, yang bertentangan dengan permintaan dari konsulat Tiongkok di Melbourne untuk menarik film tersebut.[10][11]
Dokumenter tersebut dijadwalkan akan ditayangkan di Festival Film Kaoshiung, Taiwan, pada Oktober 2009, namun kemudian dijadwalkan ulang pada bulan September, sebelum festival tersebut diselenggarakan.[12]
Meminta dukungan kepada Jepang
Pada Mei 2012, ketika berada di Tokyo untuk mengikuti sebuah konferensi, Kadeer mengunjungi Kuil Yasukuni, yang kontroversial karena kuil tersebut tempat dimana para penjahat perang Jepang dihormati. Ia mengatakan bahwa pemerintah Jepang mendukung Uighur secara keuangan dan politik.[13]
Karya
with Cavelius, Alexandra (2008). Die Himmelsstürmerin: Chinas Staatsfeindin NR. 1 erzählt aus ihrem Leben. Heyne. ISBN 978-3-453-64041-2. (German)