Ketegangan Uighur 2008 adalah sebuah yang diberikan untuk peristiwa-peristiwa kekerasan komunal yang dilakukan oleh orang Uighur di Hotan dan Kabupaten Qaraqash, Tiongkok Barat, dengan insiden-insiden di bulan Maret, April, dan Agustus 2008. Unjuk rasa tersebut disebabkan oleh penghukuman mati Mutallip Hajim.
Menurut laporan, pada 18 Maret 2008, seorang wanita Uighur meletakkan sebuah bom di sebuah bus kota di Urumqi dan kabur sebelum meledak. Meskipun para pejabat membantah insiden tersebut, International Herald Tribune melaporkan bahwa para penduduk mengakui peristiwa tersebut[2]
Beberapa usaha yang dimiliki kelompok etnis Muslim Hui dirusak oleh kelompok separatis.
Pada 23 Maret 2008, Muslim Uighur mengadakan protes anti-pemerintah di wilayah paling barat Xinjiang, Tiongkok. Para pejabat menuduh para separatis terinspirasi oleh ketegangan Tibet 2008. Para pengunjuk rasa turun ke jalan saat bazaar mingguan di Hotan. Otoritas mengambil kontrol atas informasi dari wilayah tersebut laporan korban tewas atau penyangkalan mereka tidaklah terverifikasi secara independen.[3]
Unjuk rasa terjadi setelah penghukuman mati seorang filantropis dan pedagang giok Uighur kaya, Mutallip Hajim, 38. Para pengunjuk rasa, yang menurut beberapa catatan berjumlah sekitar 600 orang, memulai pawai mereka di stasiun bus Lop. Sejumlah pria ikut pawai sepanjang 2 km (1,2 mi) mereka menuju kawasan perbelanjaan Bazaar Besar, dimana mereka dihadang oleh polisi yang menangkap sekitar 400 orang.[4]The New York Times melaporkan bahwa para pengunjuk rasa membawa-bawa spanduk dan meneriakkan slogan-slogan pro-kemerdekaan sebelum pasukan polisi dikerahkan.[5]
Pada 23 Maret dan 24 Maret 2008, sekitar 1,000 orang di Hotan dan Kabupaten Karakax turun ke jalan untuk melakukan unjuk rasa. Unjuk rasa tersebut bersamaan dengan ketegangan di Tibet, namun motivasinya bersifat lokal. Salah satu masalah yang dikabarkan dibawa para penduduk lokal untuk protes di jalanan adalah larangan wanita dilarang mengenakan kerudung yang dikeluarkan pemerintah. Masalah lainnya adalah kematian Mutallip Hajim. Alim Seytoff, kepala Kongres Uighur Sedunia, menyatakan bahwa "Orang-orang Uighur mulai berujung rasa setelah pembunuhan Mutallip Hajim, yang tewas saat ditangkap polisi."[6] Kaim ini dibuat oleh sumber-sumber tak bernama dalam sebuah laporan Radio Free Asia.[7] Penduduk lokal dan departemen urusan agama yang dijalankan pemerintah menolak berkomentar terhadap kematian Hajim saat dikontak oleh Agence France-Presse.[6]
Para penduduk kotapraja dan desa-desa dekat Gulja, sebuah kota di barat laut Xinjiang, berkata bahwa sekitar 25 orang Uighur ditangkap pada 4 April saat terdengar kabar bahwa orang-orang di wilayah tersebut membuat bom.[2]
Pada 10 Agustus 2008, di kota oasis Kuqa, serangkaian ledakan dan tembakan dikabarkan. Ledakan-ledakan tersebut terjadi di berbagai kantor polisi dan bangunan-bangunan pemerintahan. Peristiwa tersebut diklaim menyebabkan 12 orang tewas, 10 diantaranya adalah penyerang itu sendiri.[10][11]
Pada 12 Agustus 2008, pria yang tak teridentifikasi menyerang para penjaga sipil dengan pisau di Kota Yamanya, yang menyebabkan tiga orang tewas dan satu orang luka parah.[12]
Pada 28 Agustus 2008, sekelompok polisi diserang oleh enam sampai tujuh penyerang dengan pisau di kota Qizilboy, kabupaten Peyzawat, yang menyebabkan dua perwira polisi etnis Uighur tewas dan sekitar dua polisi lainnya luka berat. Menurut deputi kepolisian kabupaten Peyzawat, Omerjan, para perwira polisi yang semuanya beretnis Uighur tersebut sedang mencari ladang jagung setelah dikabarkan bahwa seorang wanita mengetahui para terangka dalam serangan Yamanya sedang bersembunyi disana.[13]