Artikel atau sebagian dari artikel ini mungkin diterjemahkan dari July 2009 Ürümqi riots di en.wikipedia.org. Isinya masih belum akurat, karena bagian yang diterjemahkan masih perlu diperhalus dan disempurnakan. Jika Anda menguasai bahasa aslinya, harap pertimbangkan untuk menelusuri referensinya dan menyempurnakan terjemahan ini. Anda juga dapat ikut bergotong royong pada ProyekWiki Perbaikan Terjemahan.
(Pesan ini dapat dihapus jika terjemahan dirasa sudah cukup tepat. Lihat pula: panduan penerjemahan artikel)
Kerusuhan Ürümqi Juli 2009[5] adalah serangkaian kerusuhan yang terjadi selama beberapa hari yang pecah pada 5 Juli 2009 di Ürümqi, ibu kota Wilayah Otonomi Uighur Xinjiang (WOUX), barat laut Republik Rakyat Tiongkok (RRT). Kerusuhan hari pertama, yang melibatkan sekitar 1.000 orang Uighur,[6] dimulai sebagai sebuah unjuk rasa namun meningkat menjadi serangan kekerasan yang utamanya menargetkan orang-orang Han. Kepolisian Bersenjata Rakyat dikerahkan, dan dua hari kemudian, ratusan orang Han bentrok dengan polisi dan Uighur. Para pejabat RRT berkata bahwa sebanyak 197 orang tewas, yang sebagian besar berasal dari suku Han,[2] dengan 1.721 lainnya luka-luka[3] dan beberapa kendaraan dan bangunan hancur; namun, kelompok-kelompok pengasingan Uighur menyatakan bahwa jumlah korban tewasnya lebih tinggi. Beberapa orang hilang saat pembersihan polisi berkala besar pada hari-hari setelah kerusuhan tersebut; Human Rights Watch (HRW) mendokumentasikan 43 kasus[7] dan berkata bahwa jumlah orang hilang tampaknya lebih tinggi.[8]
Kerusuhan dimulai ketika polisi berkonfrontasi dengan sebuah pawai yang menuntut penyelidikan penuh terhadap insiden Shaoguan, sebuah pertikaian di selatan Tiongkok beberapa hari sebelumnya dimana dua orang Uighur tewas.[9] Namun, para pengamat tidak sepakat dengan pernyataan bahwa unjuk rasa tersebut menyebabkan kekerasan. Pemerintah pusat RRT menuduh bahwa kerusuhan itu sendiri direncanakan dari luar negeri oleh Kongres Uighur Sedunia dan pemimpinnya Rebiya Kadeer,[10][11] sementara Kadeer menyangkal tuduhan tersebut dan menganggap kekerasan tersebut sebagai "pembelaan diri" Uighur.[12] Kelompok-kelompok pengasingan Uighur mengklaim bahwa puncaknya disebabkan karena polisi menggunakan pasukan khusus.[13][14]
Media Tiongkok sangat menyoroti kerusuhan Ürümqi tersebut, dan membandingkannya dengan ketegangan di Tibet pada 2008.[15] Saat kerusuhan dimulai, komunikasi-komunikasi di-putus hubung-kan. Pada minggu-minggu berikutnya, sumber-sumber resmi melaporkan bahwa lebih dari 1.000 orang Uighur ditangkap dan ditahan;[16] masjid-masjid yang dijalankan Uighur ditutup sementara.[17] Komunikasi dibatasi[18] dan pasukan bersenjata masih berjaga-jaga di tempat pada Januari 2010.[19] Pada November 2009, lebih dari 400 orang menghadapi dakwaan kriminal karena tindakan-tindakan mereka pada kerusuhan tersebut.[20] Sembilan orang dieksekusi pada November 2009,[21] dan pada Februari 2010, sekitar 26 orang telah meraih hukuman mati.[22]
Xinjiang adalah sebuah wilayah Asia tengah besar di Republik Rakyat Tiongkok yang terdiri dari sejumlah kelompok minoritas: 45% dari populasinya adalah Uighur, dan 40% adalah Han.[23] Ibu kotanya yang sangat terindustrialisasi, Ürümqi, memiliki populasi lebih dari 2.3 juta, sekitar 75% adalah Han, 12,8% adalah Uighur, dan 10% berasal dari kelompok etnis lainnya.[23]
Pada umumnya, orang Uighur dan sebagian besar pemerintah Han tidak sepakat bahwa kelompok tersebut memiliki klaim sejarah besar pada wilayah Xinjiang: Uighur meyakini leluhur-leluhur mereka adalah orang asli di wilayah tersebut, sementara kebijakan pemerintah menganggap Xinjiang pada masa sekarang masuk ke Tiongkok sejak sekitar tahun 200 SM.[24] Menurut kebijakan RRT, Uighur diklasifikasikan sebagai Minoritas Nasional ketimbang kelompok orang asli—dalam kata lain, mereka diangkat tidak lebih dari pribumi di Xinjiang ketimbang Han, dan tak memiliki hak-hak istimewa atas tanah tersebut di bawah hukum.[24] Republik Rakyat tersebut memimpin migrasi jutaan orang Han ke Xinjiang, yang mendominasi wilayah tersebut secara ekonomi dan politik.[25][26][27][28]
Para nasionalis Uighur sering kali mengklaim bahwa 5% populasi Xinjiang pada 1949 adalah Han, yang 95% lainnya adalah Uighur, melupakan keberadaan Kazakh, Hui, Mongol, Xibe dan lain-lain, dan menghiraukan fakta bahwa orang-orang Han telah meliputi sekitar sepertiga populasi Xinjiang pada 1800, pada zaman Dinasti Qing.[29] Profesor Sejarah Tiongkok dan Asia Tengah di Universitas Georgetown, James A. Millward menyatakan bahwa orang-orang luar negeri sering kali salah mengira bahwa Urumqi aslinya adalah kota Uighur dan Tiongkok menghancurkan karakter dan budaya Uighur-nya, tetapi, Urumqi didirikan sebagai kota Tionghoa oleh Han dan Hui (Tungan), dan Uighur yang menjadi orang baru di kota tersebut.[30][31] meskipun beberapa orang berusaha untuk memberikan penggambaran yang salah terhadap keadaan sejarah Qing dalam sorotan situasi pada zaman migrasi Han ke Xinjiang, dan klaim bahwa pemukiman Qing dan kebun-kebun negara adalah sebuah rencana anti-Uighur untuk merampas tanah mereka, Profesor James A. Millward menyatakan bahwa koloni-koloni pertanian Qing pada kenyataannya tidak ada yang dimiliki Uighur, dan semenjak Qing melawan pemukiman Han di Cekungan Tarim Uighur dan pada kenyataannya mengarahkan para pemukim Han untuk bermukim di Dzungaria yang non-Uighur dan kota baru Urumqi sebagai gantinya, sehingga kebun-kebun negara yang dimukimkan 155.000 Tionghoa Han dari 1760-1830 semuanya berada di Dzungaria dan Urumqi, dimana hanya terdapat jumlah orang Uighur yang tidak siginifikan, selain oase-oase Cekungan Tarim.[32]
Pada permulaan abad ke-19, 40 tahun sebagai penaklukan kembali Qing, terdapat sekitar 155.000 Han dan Tionghoa Hui di utara Xinjiang dan sempat lebih dari dua kali lipat dari jumlah Uighur di selatan Xinjiang.[33] Sebuah sensus Xinjiang di bawah kekuasaan Qing pada awal abad ke-19 menyatakan bahwa pembagian etnis pada populasi terdiri dari 30% Han dan 60% Turkic, sementara secara tajam berubah menjadi 6% Han dan 75% Uighur dalam sensus 1953, tetapi keadaan sama pada demografi era Qing kembali terjadi pada tahun 2000 dimana Han meliputi 40,57% dan Uighur meliputi 45,21%.[34] Profesor Stanley W. Toops menyatakan bahwa kadaan demografi saat ini mirip dengan awal periode Qing di Xinjiang. Di utara Xinjiang, Qing membawa kolonis-kolonis Han, Hui, Uighur, Xibe, dan Kazakh setelah mereka menumpas Mongol Zunghar Oirat di wilayah tersebut, dimana sepertiga populasi Xinjiang meliputi Hui dan Han di bagian utara, sementara sekitar dua per tiga Uighur di Cekungan Tarim, selatan Xinjiang.[35]
Meskipun kebijakan minoritas RRT saat ini, yang berdasarkan pada aksi-aksi afirmatif, menganggap identitas etnis Uighur berbeda dari penduduk Han,[36][37] beberapa cendekiawan menyatakan bahwa Beijing secara tak resmi menerapkan model satu budaya dan satu bahasa yang berdasarkan pada penduduk mayoritas.[24][38] Otoritas juga menunda segala aktivitas yang dianggap menimbulkan perpecahan negara.[37][39] Kebijakan tersebut, selain untuk perbedaan budaya berjangka panjang,[40] terkadang mengakibatkan "gerakan" antara warga negara Uighur dan Han.[41] Di satu sisi, sebagai akibat dari imigrasi Han dan kebijakan pemerintah, kebebasan beragama dan gerakan Uighur menjadi terbatasi,[42][43] sementara sebagian besar Uighur menganggap bahwa pemerintah telah sengaja merendahkan budaya tradisional dan sejarah mereka.[24] Di sisi lain, beberapa warga Han memandang Uighur menikmati hak-hak istimewa, seperti diijinkan untuk masuk universitas-universitas dan dikecualikan dari kebijakan satu anak,[44] dan sebagai "tempat berlabuhnya aspirasi-aspirasi separatis".[45]
Shaoguan, letak sebuah insiden protes menyeruak pada Juli 2009. Ürümqi ditandai dengan warna hijau.
Kerusuhan terjadi beberapa hari setelah sebuah insiden kekerasan di Shaoguan, Guangdong, dimana beberapa buruh migran dipekerjakan sebagai bagian dari program meringankan kekurangan buruh. Menurut media negara, seorang mantan buruh mendapatkan rumor pada akhir Juni bahwa dua wanita Han diperkosa oleh enam pria Uighur.[9][48] Sumber-sumber resmi kemudian menyatakan bahwa mereka tak menemukan bukti yang mendukung dakwaan pemerkosaan tersebut.[49] Pada malam 25–26 Juni, ketegangan di pabrik Guangdong berujuk pada pertikaian etnis antara Uighur dan Han, dimana dua buruh Uighur tewas.[50] Para pemimpin Uighur yang berada dalam pengasingan menuduh jumlah korban tewasnya berjumlah lebih tinggi.[51] Walau Xinhua News Agency melaporkan bahwa orang yang bertanggung jawab menyebarkan rumor tersebut telah ditangkap, orang-orang Uighur menuduh bahwa otoritas gagal melindungi kaum buruh Uighur, atau menangkap orang Han yang terlibat dalam pembunuhan tersebut.[51] Mereka menyelenggarakan unjuk rasa jalanan di Ürümqi pada 5 Juli untuk menyerukan ketidakpuasan mereka[9][10] dan menuntut penyelidikan penuh dari pemerintah.[52]
Pada beberapa titik unjuk rasa menjadi kekerasan. Pemerintah menuduh kerusuhan tersebut sebagai sebuah "sebuah kejahatan kekerasan terorganisir [...] yang dirancang dan didalangi dari luar negeri, dan dilakukan oleh para pembangkang hukum."[53]Nur Bekri, ketua pemerintah regional Xinjiang, berkata pada 6 Juli bahwa kelompok separatis di luar negeri telah merencanakan insiden Shaoguan "untuk membuat ketegangan di Hari Minggu dan mengganggu kesatuan etnis dan stabilitas sosial".[53] Pemerintah menuduh kelompok kemerdekaan dalam pengasingan Kongres Uighur Sedunia (KUS) telah merencanakan dan mendalangi kerusuhan tersebut melalui internet.[53] Sumber-sumber pemerintah menuduh pemimpin KUS Rebiya Kadeer, dengan mengutip pidato-pidato publiknya setelah ketegangan Tibet dan rekaman telepon dimana ia dituduh berkata tentang peristiwa yang bakal terjadi di Ürümqi.[54] Otoritas menuduh seorang pria yang mereka tuduh menjadi anggota penting KUS menyalakan ketegangan etnis dengan mengedarkan sebuah video kekerasan, dan berkata di forum online agar Uighur "menyerang balik [melawan suku Han] dengan kekerasan".[55]Jirla Isamuddin, wali kota Ürümqi, mengklaim bahwa para pengunjuk rasa telah dikumpulkan melalui layanan dunia maya seperti QQ Groups.[56]China Daily menyatakan bahwa kerusuhan tersebut dilakukan untuk separatisme penuh dan untuk menarik perhatian organisasi-organisasi teroris Timur Tengah.[57][58] Kadeer membantah telah terlibat dalam kekerasan tersebut,[12] dan menyatakan bahwa unjuk rasa Ürümqi dan peristiwa kelanjutannya yang berujung pada kekerasan disebabkan oleh kebijakan keras yang tidak mengenakan di Shaoguan dan pada "tahun-tahun penekanan Tiongkok", ketimbang keterlibatan separatis atau teroris;[59] Kelompok pengasingan Uighur mengklaim bahwa kekerasan memuncak saat polisi menggunakan pasukan khusus untuk membubarkan kerumunan.[13][14]
Seluruh pihak sepakat bahwa unjuk rasa tersebut sebelumnya telah diorganisir; titik utama permasalahannya adalah apakah kekerasan tersebut direncanakan atau terjadi secara spontan,[60] dan apakah ketegangan tersebut menunjukkan kecenderungan separatis atau tuntutan keadilan sosal.[52]
Peristiwa
Unjuk rasa awal
Unjuk rasa dimulai pada sore 5 Juli dengan sebuah unjuk rasa di Alun-Alun Besar, sebuah tempat wisata terkenal,[52][61] dan kerumunan dikabarkan berkumpul di kawasan Lapangan Rakyat.[62] Unjuk rasa mula-mula berlangsung damai,[10][56] dan catatam resmi dan saksi mata mengabarkan bahwa unjuk rasa tersebut melibatkan sekitar 1.000 orang Uighur;[6][63][64] KUS berkata bahwa unjuk rasa tersebut diikuti oleh sekitar 10,000 pengunjuk rasa.[6]
Pada 6 Juli, ketua WOUX Nur Bekri mengeluarkan garis waktu resmi pada hari sebelumnya, yang menyatakan bahwa lebih dari 200 pengunjuk rasa berkumpul di Lapangan Rakyat Ürümqi pada pukul 17.00 waktu setempat, dan sekitar 70 pemimpin mereka ditangkap. Kemudian, sebuah kerumunan berkumpul di sebagian besar wilayah Uighur Jalan Jiefang Selatan, Erdaoqiao, dan Gang Shanxi; pada pukul 19:30, lebih dari seribu orang berkumpul di depan sebuah rumah sakit di Gang Shanxi. Sekitar pukul 19.40, lebih dari 300 orang memblokir jalan-jalan di Jalan Renmin dan kawasan Nanmen. Menurut Bekri, para pengunjuk rasa mulai menyerang bus-bus pada pukul 20.18, setelah polisi "mengendalikan dan menangkapi" kerumunan tersebut.[65]
Penyebab para pengunjuk rasa menjadi melakukan kekerasan tidak jelas.[66][67][68] Beberapa orang berkata bahwa polisi menggunakan pasukan khusus untuk melawan para pengunjuk rasa;[66][69][70] Kongres Uighur Sedunia dengan cepat mengeluarkan perilisan pers yang menyataskan bahwa polisi menggunakan pasukan mematikan dan membunuh "sejumlah" pengunjuk rasa.[71][72] Kadeer menuduh bahwa terdapat provokator pada kerumunan tersebut.[73][74] Klaim lainnya menyatakan bahwa para pengunjuk rasa memang berniat melakukan kekerasan; contohnya, seorang saksi mata Uighur berkata kepada The New York Times bahwa para pengunjuk rasa mulai melempari batu kepada polisi.[9] Pernyataaan resmi pemerintah menyatakan bahwa kekerasan tersebut tidak hanya niatan dari para pengunjuk rasa, tetapi juga direncanakan dan didalangi oleh para separatis Uighur di luar negeri.[53][56]Biro keamanan masyarakat lokal berkata bahwa mereka menemukan bukti bahwa beberapa orang Uighur telah berkunjung dari kota lainnya untuk berkumpul pada pemberontakan tersebut, dan mereka mulai menyiapkan senjata dua atau tiga hari sebelum pemberontakan tersebut.[75]
Memuncak dan menyebar
Setelah konfrontasi dengan polisi berujung kekerasan, para pengunjuk rasa mulai melempari batu, merusak kendaraan, menghancurkan toko-toko, dan menyerang warga Han.[9][13] Sekitar 1.000 orang Uighur terlibat dalam kerusuhan tersebut ketika peristiwa tersebut dimulai,[6][63] dan jumlah pengunjuk rasa meningkat menjadi sekitar 3.000 orang.[11] Jane Macartney dari The Times mengkarakteristikan kerusuhan hari pertama utamanya meliputi peristiwa "Han diserang oleh oleh sekelompok Uighur";[76] sebuah laporan dalam The Australian beberapa bulan berikutnya menyatakan bahwa orang-orang Uighur moderat juga diserang oleh para pengunjuk rasa.[19] Meskipun mayoritas pengunjuk rasa adalah Uighur, tidak semua Uighur terlibat dalam pemberontakan tersebut; terdapat penuturan bahwa warga sipil Han dan Uighur saling menolong satu sama lain untuk melarikan diri dari kekerasan tersebut dan bersembunyi.[77] Sekitar 1.000 perwira polisi dikerahkan; mereka menggunakan pentungan, amunisi, senjata kejut listrik, gas air mata dan siraman air untuk menghalau para pengunjuk rasa, dan memblokir jalan-jalan dan menempatkan kendaraan-kendaraan bersenjata di seluruh kota.[14][61][63][66]
Pada sebuah konferensi pers, Wali kota Jirla Isamuddin berkata bahwa sekitar pukul 20.15, beberapa pengunjuk rasa mulai bertarung dan menjarah, merobohkan pagar-pagar keamanan dan merusak tiga bus sebelum dihalau.[56] Pada pukul 20.30, kekerasan memuncak di sekitaran kawasan Jalan Jiefang Selatan dan Jalan Longquan, dengan para perusuh memergoki mobil-mobil penjagaan polisi dan menyerang orang-orang yang lewat.[56] Kemudian, antara 700 dan 800 orang datang dari Lapangan Rakyat ke kawasan Daximen dan Xiaoximen, "bertarung, merusak, menjarah, memergoki dan membunuh" di sepanjang jalan. Pada pukul 21.30, pemerintah meraih laporan bahwa tiga orang tewas dan 26 luka-luka, 6 diantaranya adalah polisi .[56] Sepasukan polisi menghalau wilayah-wilayah yang memanas di Jalan Renmin, Nanmen, Jalan Tuanjie, Jalan Yan'An dan Jalan Xinhua Selatan. Polisi mengambil kendali jalan-jalan utama dan distrik-distrik komersial di kota tersebut sekitar pukul 22.00, tetapi kerusuhan masih berlanjut di sisi-sisi jalan dan jalan-jalan sempit, dengan menyerang orang-orang Han dan merusak mobil-mobil, menurut wali kota.[56] Polisi kemudian membentuk tim-tim kecil dan "membersihkan" seluruh kota selama dua hari berikutnya.[56] Saat suasana secara keseluruhan berhasil dikendalikan;[78] otoritas melakukan "kontrol lalu lintas komprehensif" dari Selasa pukul 21.00 sampai Rabu pukul 20.00 untuk "untuk menghindari pertikaian lebih lanjut".[79]
Agensi berita resmi, Xinhua, mengabarkan bahwa polisi meyakini para agitator berusaha untuk mengobarkan ketegangan lebih lanjut di wilayah Xinjiang lainnya, seperti Aksu dan Prefektur Yili.[69] Unjuk rasa yang diwarnai kekerasan juga dikhawatirkan terjadi di Kashgar, barat daya Xinjiang,[80] dimana South China Morning Post mengabarkan beberapa toko ditutup, dan wilayah sekitaran masjid disegel oleh sebuah pleton Tentara Pembebasan Rakyat setelah konfrontasi. Warga Uighur lokal mengecam pasukan keamanan karena menggunakan pasukan khusus—mereka "menyerang para pengunjuk rasa dan menangkap 50 orang".[81] Pertikaian lainnya dikabarkan terjadi di dekat masjid tersebut pada Selasa, 7 Juli, dan sekitar 50 orang ditangkap. Lebih dari 12.000 pelajar di Lembaga Perguruan Kashgar dikeluarkan dari kampus sejak kerusuhan hari Minggu, menurut Post. Beberapa pelajar di lembaga tersebut diketahui datang ke Ürümqi untuk melakukan unjuk rasa disana.[82]
Korban dan kerusakan
Pada jam-jam pertama kerusuhan, media negara hanya mengabarkan bahwa tiga orang tewas.[10][14][83] Kemudian, jumlahnya meningkat setelah kerusuhan malam pertama; pada tengah hari pada Senin, 6 Juli, Xinhua mengumumkan bahwa 129 orang tewas.[84] Pada hari-hari berikutnya, jumlah korban tewas dikabarkan oleh berbagai sumber pemerintah (termasuk Xinhua dan sumber-sumber resmi partai) bertumbuh secara bertahap, dengan pembaharuan resmi terakhir pada 18 Juli menyatakan bahwa jumlah korbannya berjumlah 197 korban tewas,[1][2] 1.721 korban luka-luka.[3][4] Kongres Uighur Sedunia mengklaim bahwa jumlah korban tewasnya sejumlah sekitar 600 orang.[6]
Xinhua tidak membagi jumlah korban tewas berdasarkan pada etnisnya,[80] namun para jurnalis dari The Times dan The Daily Telegraph melaporkan bahwa sebagian besar korban berasal dari suku Han.[42][85] Meskipun demikian, pada 10 Juli, Xinhua menyatakan bahwa 137 korban tewas (dari total korban 184 yang dikabarkan pada masa tersebut) berasla dari suku Han, 46 Uighur, dan 1 Hui.[86] Terdapat juga korban dari pihak para perusuh;[66] contohnya, menurut catatan resmi, sekelompok 12 perusuh yang menyerang warga sipil ditembak oleh polisi.[87][88] Pada bulan-bulan setelah kerusuhan tersebut, pemerintah menyatakan bahwa mayoritas korban berasal dari suku Han[16] dan rumah-rumah sakit berkata bahwa dua per tiga korban luka-luka berasal dari suku Han,[13] meskipun Kongres Uighur Sedunia mengklaim bahwa beberapa Uighur juga tewas.[16] Menurut pernyataan resmi yang dirilis pemerintah Tiongkok pada Agustus 2009, 134 dari 156 korban sipil adalah Han, 11 Hui, 10 Uighur, dan 1 Manchu.[89] Uighur masih mempertanyakan jumlah tersebut, dengan menuduh bahwa jumlah korban dari etnis Uighur sengaja diperkecil.[67] Xinhua mengabarkan bahwa 627 kenderaan dan 633 bangunan rusak.[90]
Pemerintah munisipal Ürümqi awalnya mengumumkan bahwa mereka akan membayar ¥200,000 sebagai ganti rugi, di tambah ¥10,000 sebagai "pembayaran pemakaman" untuk setiap "kematian tak bersalah" yang disebabkan oleh kerusuhan tersebut.[91] Ganti rugi kemudian dilipatgandakan menjadi ¥420,000 per kematian.[92] Wali kota Jirla Isamuddin memperkirakan bahwa seluruh biaya ganti ruginya berjumlah sekitar ¥100 juta.[91]
Setelah 5 Juli
Kota tersebut masih tegang saat para jurnalis yang diundang ke kota tersebut menyaksikan adegan konfrontasi antara pasukan Tiongkok dan Uighur yang menuntut pembebasan para anggota keluarga yang mereka katakan ditangkap "secara semena-mena".[76] Wanita Uighur berkata kepada wartawan The Daily Telegraph bahwa polisi memasukki distrik-distrik Uighur pada malam 6 Juli, mendobrak pintu-pintu, membangunkan para pria dan pemuda dari kasur mereka, dan membariskan 100 terdakwa.[93] Pada 7 Juli, para perwira mengabarkan bahwa 1.434 terdakwa perusuh telah ditangkap.[94] Sekelompok 200 sampai 300 wanita Uighur pada 7 Juli melakukan protes terdapat apa yang mereka anggap perlakuan "mendiskriminasi" terhadap pria Uighur; protes tersebut berujung pada ketegangan namun tanpa kekerasan dengan pasukan polisi.[95][96] Rebiya Kadeer mengklaim bahwa "sekitar 10,000 orang" telah menghilang pada sepanjang malam.[97]Human Rights Watch (HRW) kemudian mendokumentasikan 43 kasus pria Uighur yang menghilang setelah dibawa oleh pasukan keamanan Tiongkok dalam pembersihan berskala besar di wilayah-wilayah Uighur sepanjang malam 6–7 Juli,[67] dan berkata bahwa peristiwa tersebut merupakan "ujung gunung es";[8] HRW menuduh bahwa kaum muda, yang sebagian besar berusia 20an tahun, ditangkap tanpa diadili dan tidak terlihat atau terdengar dari 20 Oktober 2009[67]
Pada 7 Juli, terdapat unjuk rasa bersenjata berskala besar[98] oleh etnis Han di Ürümqi.[99] Perkiraan jumlah demonstrator Han yang dilaporkan media barat beragam dari "ratusan"[98] sampai yang paling tinggi 10.000.[99]The Times mengabarkan bahwa pertikaian kecil kemudian pecah antara Uighur dan Han, dan bahwa kelompok warga Han berniat untuk membalas "perlakuan Uighur".[76][99] Kepolisian menggunakan gas air mata dan blok-blok jalan dalam upaya meredakan unjuk rasa,[100] dan berkata kepada warga Han melalui pengeras suara untuk "tenang" dan "biarkan polisi melakukan pekerjaannya".[99]Li Zhi, ketua partai Ürümqi, berdiri di atas mobil polisi dan berkata dengan pengeras suara agar kerumunan kembali ke rumah.[93]
Unjuk rasa massa meredam pada 8 Juli, meskipun dikabarkan kekerasan berkembang.[101][102][103] Dalam hari-hari setelah kerusuhan, "ribuan" orang berupaya untuk meninggalkan kota tersebut, dan harga tiket bus naik menjadi lima kali lipat.[17][104]
Pada 10 Juli, toritas kota menutup masjid-masjid Ürümqi untuk "keamanan publik", dengan alasan tempat tersebut terlalu berbahaya untuk melakukan pertemuan besar dan melaksanakan salat Jumat akan meletupkan ketegangan.[17][105] Namun, kerumunan besar Uighur berkumpul untuk menuntut diperbolehkannya mengadakan ibadah, dan polisi memutuskan untuk membuka dua masjid untuk menghindari sebuah "insiden".[17] Setelah salat di Masjid Putih, beberapa ratus orang melakukan unjuk rasa terhadap orang-orang yang dianggap melakukan kerusuhan tersebut,[106][107] namun diredam oleh polisi, dengan lima atau enam orang ditangkap.[106]
Lebih dari 300 orang lebih dikabarkan ditangkap pada awal Agustus, Menurut BBC, jumlah orang yang ditangkat terkait kerusuhan tersebut berjumlah lebih dari 1.500 orang.[16]The Financial Times memperkirakan jumlahnya lebih tinggi, dengan mengutip seseorang yang berada di TKP yang berkata bahwa 4.000 orang ditangkap pada pertengahan Juli, dan karena rumah-rumah tahanan Ürümqi telah penuh maka orang-orang yang baru ditangkap ditempatkan di gudang Tentara Pembebasan Rakyat.[108] Menurut Asosiasi Uighur Amerika, beberapa jurnalis dan blogger Uighur lainnya juga ditangkap setelah kerusuhan tersebut; salah satu diantaranya, jurnalis Gheyret Niyaz, kemudian dijatuhi hukuman 15 tahun penjara karena menyebarkannya ke media asing.[109] Pada kasus berprofil paling tinggi, Ilham Tohti, seorang ekonom etnis Uighur di Universitas Minzu Tiongkok, ditangkap dua hari setelah kerusuhan tersebut atas kritikannya terhadap pemerintah Xinjiang.[110][111][112]
Reaksi dan tanggapan
Reaksi domestik
Pemutusan komunikasi
Layanan telepon bergerak dan akses internet dibatas pada saat dan setelah kerusuhan tersebut. Layanan telepon China Mobile dipotong "untuk menghindari persebaran insiden lebih lanjut".[113] Panggilan internasional di seluruh Xinjiang diblokir,[114][115] dan koneksi Internet di wilayah tersebut digembok[116][117] atau situs-situs web non-lokal diblok. Melaporkan dari Hotel Hoi Tak di Ürümqi pada 9 Juli, Aljazeera mengabarkan bahwa jurnalis-jurnalis asing hanya mendapatkan akses internet di kota tersebut melalui hotel, meskipun jurnalis tidak dapat mengirim pesan teks atau panggilan telepon internasional.[115] Beberapa posting tak terotoritas pada situs-situs lokal dan Google dihapuskan oleh sensor;[67] namun, gambar-gambar dan rekaman video demonstrasi dan pemberontakan ditemukan diposting di Twitter, YouTube, dan Flickr.[118] Beberapa situs web berbasis Xinjiang tak dapat diakses di seluruh dunia,[51] dan akses internet di Ürümqi masih diputus selama hampir setahun setelah kerusuhan tersebut;[119] akses tersebut tidak dikembalikan sampai 14 Mei 2010.[120]
Pemerintah
Televisi yang dikontrol negara Tiongkok menayangkan rekaman grafis dari mobil-mobil yang dirusak dan orang-orang yang ditikam.[121] Ketua WOUX Nur Bekri mengiriman pesan panjang tentang situasi tersebut dan tentang insiden Shaoguan, dan mengklaim bahwa pemerintah Guangdong dan Xinjiang sepakat untuk bertanggung jawab terhadap para pekerja yang tewas dan menanggung ganti rugi. Lebih lanjut, Bekri menyebut kerusuhan tersebut "dirancang dan direncanakan";[122] Eligen Imibakhi, ketua Komite Pendirian Kongres Rakyat Wilayah Xinjiang, menyebut kerusuhan 5 Juli sebagai "ekstrimisme, separatisme dan terorisme".[123][124]
Media Tiongkok menyoroti kerusuhan tersebut secara khusus.[15] Berjam-jam setelah kerusuhan berhenti, negara mengundang para jurnalis asing dalam rangka kunjungan pencarian fakta ke Ürümqi;[125] jurnalis-jurnalis dari lebih dari 100 organisasi media diterjunkan ke pusat kota Hoi Tak Hotel,[114][115] berbagi 30 koneksi internet.[114] Para jurnalis diberi akses tak biasa ke titik-titik tegang dan rumah-rumah sakit.[126]Financial Times menyebut penanganan tersebut berpengaruh dan berbanding dengan "bencana hubungan masyarakat" kerusuhan Tibet pada 2008.[15]
Dalam upaya menenangkan ketegangan setelah kerusuhan, media negara memulai kampanye publisitas massal di seluruh Xinjiang yang menampilkan ketentraman etnis. Program-program televisi lokal menyatukan penyanyi-penyanyi Uighur dan Han dalam paduan suara "Kita semua bagian dari keluarga yang sama"; Uighur yang "bertindak heroik" pada kerusuhan tersebut disanjung; truk-truk beriring-iringan membawa slogan-slogan di jalanan. Sebuah slogan umum menantang "tiga pasukan" terorisme, separatisme dan ekstrimisme.[127]
Presiden Hu Jintao membatalkan kehadirannya ke KTT G8 di Italia,[78][128] mengadakan pertemuan darurat Politburo, dan memerintahkan anggota Komite Pendirian Zhou Yongkang agar pergi ke Xinjiang untuk "memandu stabilitas-penyajian kerja di Xinjiang".[129]South China Morning Post melaporkan sebuah sumber pemerintahan berkata bahwa Beijing akan mengevaluasi kembali dampak yang ditimbulkan terhadap perayaan peringatan ke-60 pada bulan Oktober.[130] Sekretaris Komite Provinsial PKT Guangdong, Wang Yang, menyatakan bahwa kebijakan-kebijakan pemerintah terhadap etnis minoritas "butuh ditegakkan", meskipun "akan menimbulkan beberapa masalah."[131] Seorang perencana keamanan berkata bahwa otoritas berencana untuk menerbangkan lebih banyak pasukan dari stasiun lainnya untuk meningkatkan jumlah polisi bersenjata menjadi 130,000 orang sebelum perayaan peringatan ke-60 pada bulan Oktober.[108]
Setelah kerusuhan tersebut, pemerintah Tiongkok mencegah kedatangan diplomatik ke berbagai negara yang Rebiya Kadeer jadwalkan untuk dikunjungi. Pada akhir Juli, India menolak visa Kadeer "atas nasihat Beijing",[132] dan Beijing meminta duta besar Jepang mencegah kunjungan Kadeer ke Jepang.[133][134] Saat Kadeer mengunjungi Australia pada bulan Agustus untuk mempromosikan sebuah film tentang kehidupannya, Tiongkok secara resmi melayangkan komplain kepada pemerintah Australia dan meminta agar film tersebut ditarik.[134]
Tanggapan internet
Tanggapan terhadap kerusuhan tersebut di dunia blog Tiongkok ditandai lebih beragam ketimbang tanggapan pemerintah. Disamping blok dan penyensoran, para pengamat Internet memantai upaya-upaya berkelanjutan dari para netizen untuk menyebarkan pemikiran mereka sendiri terhadap sebab-sebab insiden tersebut atau kemarahan mereka terhadap kekerasan tersebut. Walau beberapa blogger merupakan pendukung pemerintah, yang lainnya lebih menyoroti sebab peristiwa tersebut.[135] Pada sejumlah forum dan situs berita, para pekerja pemerintah dengan cepat menghapus komentar-komentar tentang kerusuhan tersebut.[135][136] Tema-tema umum menyeruhkan penghukuman bagi orang-orang yang bertanggung jawab; beberapa pos menyebut nama Wang Zhen, seorang jenderal yang disanjung oleh Han dan minoritas lainnya, dan ditakuti oleh beberapa Uighur karena penekanannya setelah Xinjiang diambil alih komunis pada 1949.[135]
Reaksi internasional
Organisasi internasional
Perserikatan Bangsa-Bangsa: Sekretaris-Jenderal Ban Ki-moon memerintahkan seluruh pihak untuk bersikap menahan diri,[137] dan meminta Tiongkok untuk melindungi warga sipil serta menegakkan kebebasan warga negara, yang meliputi kebebasan berpendapat, bermajelis dan informasi.[138] Ketua HAM Navi Pillay berkata bahwa ia "memperingatkan" jumlah korban tewas yang tinggi dengan menyebutnya sebagai "jumlah yang luar biasa tinggi dari orang-orang yang tewas dan luka-luka dalam waktu kurang dari sehari kerusuhan."[139][140] Ia juga berkata bahwa Tiongkok harus memperlakukan para tahanan secara manusiawi dengan cara yang ditentukan norma-norma internasional.[141]
Organisasi Kerja Sama Shanghai: berkata bahwa mereka bersimpati dengan para anggota keluarga dari orang-orang tak bersalah yang tewas dalam kerusuhan tersebut; mereka berkata bahwa negara-negara anggotanya telah menganggap Xinjiang sebagai bagian yang tak asing dari Republik Rakyat Tiongkok dan meyakinkan situasi di Xinjiang adalah murni urusan dalam negeri Tiongkok.[142] Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov mengecam para perusuh karena "menggunakan slogan-slogan separatis dan memprovokasi intoleransi etnis.[143] Para pejabat dari kedua negara tetangga Kazakhstan[144] dan Kirgizstan berkata bahwa mereka siap melayani "arus para pengungsi" dan melakukan kontrol perbatasan.[145][146] Meskipun didukung pemerintah Kazakhstan, lebih dari 5.000 orang Uighur berunjuk rasa pada 19 Juli di bekas ibu kota Almaty menentang penggunaan pasukan mematikan Tiongkok terhadap para perusuh.[147]
Organisasi Konferensi Islam: menyatakan "ketidaksetujuaan terhadap penggunaan pasukan", meminta Beijing untuk "mengirimkan orang-orang yang bertanggung jawab demi keadilan secepatnya" dan memerintahkan Tiongkok untuk menemukan sebab kenapa kerusuhan tersebut meletus.[148]
Uni Eropa: para pemimpin mengekspresikan keprihatinan, dan meminta pemerintah Tiongkok untuk menahan diri dalam mencapai kesepakatan dengan para pengunjuk rasa:[149][150] Kanselir Jerman Angela Merkel melayangkan tuntutan hak-hak minoritas;[151] Presiden Italia Giorgio Napolitano menuntut HAM di sebuah konferensi pers kepada Hu Jintao, dan berkata bahwa "perjuangan ekonomi dan sosial yang diraih di Tiongkok menempati tuntutan-tuntutan baru dalam hal hak asasi manusia."[152][153]
Negara-negara
Turki, yang memiliki minoritas Uighur yang vokal dan merupakan sebuah negara mayoritas Turkik, secara resmi mengekspresikan "kesedihan mendalam", dan meminta otoritas Tiongkok untuk mengirimkan para pelaku ke pengadilan.[154][155] Perdana Menteri-nya, Recep Tayyip Erdoğan, berkata bahwa insiden tersebut "mirip genosida",[156][157] sementara Menteri Perdagangan dan Industri Nihat Ergün menyerukan pemboikotan barang-barang Tiongkok.[158][159] Kekerasan melawan Uighur juga membuat orang-orang Turkik berkumpul untuk berunjuk rasa menentang RRT, kebanyakan menargetkan kedutaan-kedutaan besar dan konsulat-konsulat Tiongkok di berbagai kota di Turki. Tindakan Turki tersebut mendapatkan kecaman signifikan dari media Tiongkok.[160][161][162] Rebiya Kadeer mengklaim bahwa Turki ikut campur dalam masalah Uighur karena Turki ingin membalas keterlibatan Tiongkok dalam masalah Kurdi-nya sendiri.[163] Sebuah kebijakan untuk memboikot produk-produk Tiongkok yang dibuat oleh Nihat Ergun mengalami kegagalan.[164]
Negara-negara Arab secara politik mendukung Tiongkok di OKI khususnya Arab Saudi dan Mesir dalam membantu menghalau gerakan anti-Tiongkok oleh Organisasi Kerja Sama Islam terkait masalah Uighur. Mesir memandang peristiwa tersebut sebagai masalah sektarian dalam negeri mereka sendiri dan Sudan juga menangkal gangguan luar dalam masalah dalam negerinya, sementara Indonesia telah bersepakat dengan golongan Islamis di dalam negerinya sendiri dan menyatakan bahwa peristiwa tersebut bukanlah konflik agama melainkan meredam gangguan berbasis etnis di Xinjiang untuk menenangkan situasi.[165] Pakistan, Arab Saudi, dan Mesir membantu Tiongkok menangkis pernyataan tentang situasi Xinjiang dalam OKI.[166] Tidak ada reaksi publik yang dibuat oleh Liga Arab, Arab Saudi dan Iran terhadap situasi tersebut dan Tiongkok telah membangun hubungan kuat dengan Iran dan Arab Saudi karena pengaruh mereka di dunia Islam.[167]
Afghanistan,[168] Kamboja,[169] dan Vietnam berkata bahwa mereka meyakini pemerintah Tiongkok telah "mengambil langkah-langkah tepat",[170] pernyataan mereka didukung "integritas teritorial dan kedaulatan Tiongkok".[168]Wakil Presiden MikronesiaAlik Alik mencap kerusuhan tersebut sebagai "tindakan teroris".[171]
Iran sepakat dengan Turki dan OKI, dan meminta pemerintah Tiongkok untuk memberikan hak-hak terhadap penduduk Muslim di Xinjiang.[172][173]
Pemerintah Jepang memantau situasinya, dengan teliti;[174] Singapura meminta sikap menahan diri dan dialog;[175] sementara pemerintah RT di Taiwan sangat mengecam seluruh orang yang menyulut kekerasan tersebut. Perdana Menteri Liu Chiao-shiuan juga meminta sikap menahan diri dan mengekspresikan harapan agar otoritas Tiongkok menerapkan "perhatian besar dan toleransi pada masa setelahnya" dan menuntut hak-hak etnis minoritas.[176] Taiwan menolak visa untuk Kadeer pada September 2009, dengan menuduhnya berhubungan dengan Gerakan Islam Turkestan Timur, yang dicap sebagai organisasi teroris oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa dan Amerika Serikat.[177]
Swiss menyerukan penahanan diri, dan mengirimkan ucapan belasungkawa kepada keluarga para korban dan meminta Tiongkok untuk mempertimbangkan kebebasan berekspresi dan pers.[178] Perdana Menteri Kevin Rudd dari Australia mengharapkan "pemukiman damai untuk keadaan sulit ini."[151] Serbia menyatakan bahwa mereka menentang separatisme dan mendukung "resolusi seluruh persengketaan dengan cara damai."[179] Belarus menyatakan keprihatinan dengan korban tewas dan kerusakan di wilayah tersebut, dan mengharapkan agar situasinya dinormalisasikan.[180]
Terdapat kekerasan di Belanda dan Norwegia: kedutaan besar Tiongkok di Belanda diserang oleh para aktivis Uighur yang menimpuk jendela-jendela dengan batu bata,[100] bendera Tiongkok juga dibakar.[181] Terdapat 142 orang yang ditangkap,[182] dan Tiongkok menutup kedutaan besar tersebut pada hari itu.[183] Sekitar 100 orang Uighur berunjuk rasa di luar kedutaan besar Tiongkok di ibu kota Norwegia. Sebelas orang ditangkap, dan kemudian dibebaskan tanpa syarat.[184] Para pengunjuk rasa dari sebuah koalisi kelompok Islamis Indonesia menyerang keamanan di kedutaan besar Tiongkok di Jakarta dan menyerukan jihad melawan Tiongkok.[185]
Pakistan berkata bahwa beberapa "unsur" yang mengganggu hubungan Tiongkok-Pakistan tidak merusak atau mentidakstabilkan kepentingan dua negara tersebut.[186] Sri Lanka menganggap insiden tersebut merupakan urusan dalam negeri Tiongkok dan meyakini upaya yang dilakukan oleh otoritas Tiongkok akan mengembalikannya seperti sediakala.[187]
Menteri Urusan Luar Negeri Kanada Lawrence Cannon meminta "dialog dan niat baik" untuk membantu menyelesaikan masalah-masalah tersebut dan menghindari hal-hal yang tidak diinginkan lebih lanjut pada situasi tersebut.[188] Jurubicara untuk administrasi Obama berkata bahwa Amerika Serikat menyayangkan adanya korban tewas di Xinjiang,[149] sangat terpukul dan menyerukan agar semua pihak untuk bersikap menahan diri.[137] Jurubicara Departemen Negara AS Ian Kelly, berkata "merupakan hal yang berpengaruh bila otoritas Tiongkok bertindak untuk mengembalikan tatanan dan menghindari kekerasan lebih lanjut."[189]Komisi Amerika Serikat untuk Kebebasan Beragama Internasional mengekspresikan "keprihatinan" atas tekanan di Tiongkok, dan menyerukan penyelidikan independen dan pemberian sanksi terhadap Tiongkok.[190]
Organisasi lainnya
Amnesty International: menyerukan penyidikan "impartial dan independen" dalam insiden tersebut, menuntut agar tuntutan "secara damai mengekspresikan pandangan mereka dan mendapatkan kebebasan berekspresi, berasosiasi dan bermajelis mereka" harus diwujudkan dan hal lainnya untuk mencapai keadilan.[191]
Human Rights Watch: meminta Tiongkok untuk bersikap menahan diri dan mengijinkan penyidikan independen dalam peristiwa tersebut, yang meliputi perhatian terhadap Uighur pada kebijakan-kebijakan di wilayah tersebut. Mereka juga meminta agar Tiongkok harus mengikuti norma-norma internasional saat menanggapi unjuk rasa dan hanya menggunakan pasukan biasa.[192]
Al-Qaeda di Islam Maghreb (AQIM): Menurut firma analisis risiko yang berbasis di London Stirling Assynt, OQIM yang berbasis di Aljazair mengeluarkan seruan untuk menyerang para pekerja Tiongkok di Afrika Utara.[193][194][195]
Sorotan media
Chen Shirong, penyunting Tiongkok pada BBC World Service, memberikan pernyataan dalam manajemen media yang dibuat oleh Xinhua: "Untuk lebih kredibel, kami merilis rekaman video beberapa jam setelah kejadian, bukan dua minggu."[196] Peter Foster dari Daily Telegraph mengamati bahwa "komentator Tiongkok jangka panjang sangat heran saat Beijing meluaskan agenda berita pada peristiwa tersebut," dan berkesimpulan untuk menciptakan kepercayaan bahwa "Tiongkok tak memiliki kesepakatan besar untuk menyembunyikannya".[126] Seorang akademisi Universitas California, Berkeley menyatakan bahwa otoritas Tiongkok telah menjadi lebih mutakhir.[125]The New York Times dan AFP mengakui bahwa Tiongkok mendapatkan pelajaran dari unjuk rasa politik di seluruh dunia, seperti revolusi berwarna di Georgia dan Ukraina, dan unjuk rasa pemilihan Iran 2009, dan menyadari bahwa para pakar Tiongkok telah belajar bagaimana komunikasi elektronik modern "membantu para pengunjuk rasa mengorganisir dan menyebarkannya ke luar negeri, dan cara-cara pemerintahnya melawan mereka."[125][197]
Namun Willy Lam, seorang anggota dari Yayasan Jamestown, secara skeptis berkata bahwa otoritas "sedang mengetes reaksi". Ia meyakini bahwa jika informasi dibuka maka mereka akan sulit untuk "mengeremnya" seperti halnya setelah gempa bumi Sichuan 2008.[197] Terdapat instansi-instansi jurnalis yang ditangkap oleh polisi, yang kemudian dibebaskan tak lama setelahnya.[67] Pada 10 Juli, para pejabat meminta media asing keluar dari Kashgar, "untuk keamanan mereka sendiri."[198] Xia Lin, seorang pejabat kelas atas di Xinhua, kemudian menyatakan bahwa kekerasan yang disebabkan oleh kedua belah pihak pada saat dan setelah kerusuhan tersebut secara sebagian atau keseluruhan tidak dikabarkan dalam saluran-saluran berita resmi, karena takut kekerasan etnis akan menyebar ke luar Ürümqi.[199]
People's Daily menyecam outlet-outlet media barat karena melakukan "standar ganda, membias sorotan dan komentar-komentar". Mereka berkata bahwa Tiongkok gagal "membayar" keadilan dari outlet-outlet media dan figur-figur politik asli untuk keterbukaannya dan perilaku transparan-nya. Penulis berkata bahwa "sejumlah outlet-outlet media masih secara intensif atau dengan kurang hati-hati meminimalkan aksi-aksi kekerasan dari para perusuh, dan berupaya berfokus pada konflik rasial."[200] Namun, D'Arcy Doran dari Agence France-Presse menyambut meningkatnya keterbukaan untuk media asing, tetapi terkonsentrasi dalam pelaporan mereka pada media Tiongkok, yang terlalu mengikuti alur pemerintah untuk mengutamakan fokus pada orang-orang Han yang terluka sementara mengabaikan "cerita Uighur" atau alasan-alasan di balik insiden tersebut.[197]
Beberapa laporan awal dari kerusuhan tersebut, mula-mula dari Reuters, menggunakan sebuah gambar yang menunjukan kerusuhan pada hari sebelumnya.[201] Foto tersebut, yang menampilkan sejumlah besar Kepolisian Bersenjata Rakyat, diambil dari kerusuhan Shishou 2009 dan aslinya diterbitkan pada 26 Juni oleh Southern Metropolis Weekly.[202] Gambar yang sama secara salah kaprah dipakai oleh agensi-agensi lainnya;[203] gambar tersebut tercantum pada situs web The Daily Telegraph, tetapi dihapus sehari kemudian.[201] Dalam sebuah wawancara dengan Al Jazeera pada 7 Juli, pemimpin KUS Rebiya Kadeer menggunakan foto Shishou yang sama untuk membela Uighur di Ürümqi.[204] Seorang perwakilan Kongres Uighur Sedunia kemudian meminta maaf dan menjelaskan bahwa foto tersebut dipilih karena kualitas gambarnya.[203]
Pada 3 Agustus, Xinhua melaporkan bahwa dua anak Rebiya Kadeer telah menulis surat-surat yang mengecam ibunya karena menyulut kerusuhan tersebut.[205] Seorang jurubicara KUS yang berbasis di Jerman mengatakan bahwa surat-surat tersebut palsu. Seorang peneliti Human Rights Watch menyebut gaya mereka "sangat mencurigakan" saat otoritas Tiongkok menceritakan kerusuhan di Xinjiang dan kejadian setelahnya. Ia menambahkan bahwa "sangat tak biasa bila [anak-anaknya] tercantum pada platform corong pemerintah [...] agar makin tersebar."[206]
Perkembangan selanjutnya dan dampak jangka panjang
Penangkapan dan pengadilan
Pada awal Agustus, pemerintah Ürümqi mengumumkan bahwa 83 orang "secara resmi" ditangkap dalam hubungannya dengan kerusuhan tersebut.[207][208]China Daily mengabarkan pada akhir Agustus bahwa lebih dari 200 orang didakwa dan pengadilannya dimulai pada akhir Agustus.[209][210] Meskipun kabar tersebut disangkal oleh pihak provinsial[208] dan Partai lokal,[4] otoritas Xinjiang kemudian mengumumkan bahwa perintah penangkapan telah dikeluarkan kepada 196 tersangka, 51 orang diantaranya dituntut. Kepolisian juga meminta agar kejaksaan menyetujui penangkapan 239 orang lainnya, dan menahan 825 orang lainnya, kata China Daily.[211] Pada awal Desember, 94 "buronan" ditangkap.[212]
Negara mula-mula mengumumkan dakwaan-dakwaan kejahatan dari para tahanan pada akhir September, kemudian mendakwa 21 orang dengan dakwaan "pembunuhan, pembakaran, perampokan dan perusakan properti".[213] 14.000 personil keamanan diterjunkan ke Ürümqi dari 11 Oktober, dan pada hari berikutnya, pengadilan Xinjiang menjerat enam pria dengan hukuman mati, dan satu orang dengan hukuman penjara seumur hidup,[214] karena peran-peran mereka dalam kerusuhan tersebut. Seluruh enam pria tersebut adalah orang Uighur, dan terbukti melakukan pembunuhan, pembakaran dan perampokan pada kerusuhan tersebut. Media asing berkata bahwa hukuman tersebut dikeluarkan sebagai bentuk kemarahan dari mayoritas Han;[215][216] KUS menganggap hukuman tersebut bermotif "politik", dan berkata tidak tampak keadilan yang diberikan.[215] Human Rights Watch berkata bahwa terdapat "kekerasan serius karena proses" di pengadilan 21 tahanan yang berkaitan dengan unjuuk rasa pada bulan Juli. Media berkata bahwa pengadilan tersebut "tidak mengikuti standar minimun proses dan pengadilan adil internasional" – yang secara khusus, dapat dikatakan bahwa pengadilan tersebut dilakukan hanya selama sehari tanpa catatan publik pada masa sebelumnya, bahwa kesempatan pengacara para tahanan tidak dibatasi, dan Partai menyerahkan perintah kepada para hakim tentang bagaimana menangani kasus tersebut.[217] Di sisi lain, Xinhua menyatakan bahwa prosesnya dilakukan dalam bahasa Tionghoa dan Uighur, dan bukti-buktinya telah secara hati-hati dikumpulkan dan diverifikasi sebelum keputusan dibuat.[214]
Pada Februari 2010, jumlah orang yang dihukum mati meningkat sekitar 26 orang,[22] termasuk setidaknya satu orang Han dan satu perempuan Uighur.[20][218] Sembilan orang yang terjerat hukuman dieksekusi pada November 2009; berdasarkan pada pernyataan pemerintah sebelumnya, delapan orang adalah orang Uighur dan satu orang adalah orang Han.[21][219]
Dimulai pada pertengahan Agustus, terdapat serangkaian serangan dimana sekitar 476 orang ditikam dengan jarum suntik.[220][221] Pihak berwajib meyakini bahwa serangan tersebut menargetkan warga sipil Han dan didalangi oleh separatis Uighur.[222] Dalam menanggapi serangan tersebut[223] dan keterlambatan penindakan dari pemerintah dalam mendakwa orang-orang yang terlibat dalam kerusuhan Juli, ribuan orang Han berunjuk rasa di jalanan.[224] Pada 3 September, lima orang tewas saat unjuk rasa dan 14 orang luka-luka, menurut pihak berwajib.[225][226] Pada hari berikutnya, Ketua Partai Komunis Ürümqi, Li Zhi, dicabut dari jabatannya, bersama dengan kepala polisi, Liu Yaohua;[227] sekretaris Partai provinsial Wang Lequan digantikan pada April 2010.[228]
Meskipun kota menjadi lebih tenang setelah kejadian tersebut, dan pemerintah membuat upaya besar untuk menunjukan bahwa kehidupan kembali normal, kepolisian bersenjata masih ditempatkan. Pada akhir Januari 2010, dikabarkan bahwa polisi berpatroli lima atau enam kali sehari, dan melakukan patroli pada malam hari.[19] Tak lama sebelum setahun pertama setelah kerusuhan tersebut, otoritas memasang lebih dari 40,000 kamera tersembunyi di seluruh Ürümqi untuk "mewujudkan keamanan di tempat-tempat publik penting".[229]
Legislasi dan penyelidikan
Pada akhir Agustus, pemerintah pusat mengeluarkan hukum yang meningkatkan standar untuk penerjunan kepolisian bersenjata saat "pemberontakan, kerusuhan, kekerasan kejahatan serius berskala besar, serangan teror dan insidenan keselamatan sosial lainnya."[230][231] Setelah unjuk rasa pada awal September, pemerintah mengeluarkan sebauh pengumuman yang melarang seluruh "pawai, demonstrasi dan unjuk rasa massal tak berijin".[232] Pemerintah provinsi juga mengeluarkan legislasi yang melarang penggunaan internet untuk pernyataan separatisme etnis.[119]
Pada November, pemerintah Tiongkok menerjunkan sekitar 400 pejabat ke Xinjiang, termasuk para pemimpin senior seperti sekretaris jenderal Dewan Negara Ma Kai, kepala departemen Propaganda Liu Yunshan, dan ketua Front PersatuanDu Qinglin, untuk membentuk "Tim Penyelidikan dan Penelitian" di Xinjiang, yang ditugaskan untuk mempelajari perubahan-perubahan kebijakan yang diimplementasikan dalam menanggapi kekerasan tersebut.[233] Pada April 2010, ketua partai garis keras Wang Lequan digantikan oleh Zhang Chunxian, seorang sosok yang lebih bersahaja.[234] Pemerintah memberikan pembayaran transfer dengan jumlah sekitar $15 miliar dari provinsi-provinsi timur ke Xinjiang untuk membantu pengembangan ekonomi di provinsi tersebut, dan mengumumkan rencana untuk mendirikan sebuah zone ekonomi istimewa di Kashgar.[234]
Tiongkok membuat jejaring pihak berwajib di seluruh Xinjiang, wilayah barat laut terdepan yang kebanyakan ditinggali oleh Muslim, untuk menangani masalah-masalah sosial dan memberikan isyarat akan terjadinya ketegangan: Ratusan kader ditransfer dari selatan Xinjing, kawasan termiskin di wilayah tersebut, ke wilayah-wilayah yang tidak stabil secara sosial di Ürümqi; sebuah kebijakan telah diimplemetasikan dimana jika seluruh anggota keluarga merupakan pengangguran, pemerintah memberikan pekerjaan kepada satu orang dalam rumah tangga tersebut,; pengumuman resmi menyerukan agar siswa-siswa universitas mendaftarkan diri untuk pembayaran. Kawasan-kawasan kumuh dikembangkan ulang untuk mengurangi risiko sosial, membuka jalan untuk blok-blok apartemen baru.[235] Namun, para pengamat independen meyakini bahwa ketidaksaamaan yang tajam perlu diperhatikan, dan pemikiran harus diubah untuk mencapai kesuksesan; Ilham Tohti memperingatkan bahwa kebijakan baru tersebut dapat membuat bertambahnya jumlah Han yang berimigrasi, dan makin memojokkan penduduk Uighur.[236]
Layanan publik dan akses internet
Buku waktu sampai sekitar awal Agustus bagi transportasi umum untuk pulih secara penuh di kota tersebut. Menurut Xinhua, 267 bus dirusak saat kerusuhan tersebut;[237] sebagian besar kembali beroperasi pada 12 Agustus.[238] Pemerintah memberikan ganti rugi sebesar ¥5.25 juta kepada perusahaan-perusahaan bus[237] Disamping pengembalian layanan transportasi, dan upaya pemerintah untuk menarik para pengunjung ke wilayah tersebut, pariwisata menjadi anjlok setelah kerusuhan tersebut;[19] pada hari libur Hari Nasional pada bulan Oktober, wisatawan di Xinjiang berkurang 25% ketimbang pada 2008.[239]
Sekolah-sekolah umum Ürümqi dijadwalkan dibuka pada bulan September untuk semester musim gugur, tetapi pasukan bersenjata berjaga di tempat-tempat tersebut. Beberapa sekolah memulai kelas hari pertama dengan berfokus pada patriotisme.[240]
Di sisi lain, layanan telepon dan Internet di Ürümqi masih dibatasi selema hampir setahun setelah kerusuhan tersebut. Pada akhir November, sebagian besar Internet masih tidak dapat diakses oleh parap penduduk dan panggilan telepon internasional masih tidak memungkinkan;[119] pada akhir Desember, sebagian besar konten web di luar kawasan otonomi masih dibatasi untuk semua orang kecuali beberapa jurnalis,[241] dan para penduduk pergi ke Dunhuang yang berjarak 14 jam untuk mengakses Internet secara normal. Di kota tersebut, hanya ada 100 situs lokal, seperti situs web bank dan pemerintahan regional, yang dapat diakses.[119] Panggilan masuk dan keluar telepon internasional tidak diperbolehkan, sehingga penduduk Ürümqi hanya dapat berkomunikasi dengan memanggil perantara di kota Tiongkok lainnya yang dapat menyambungkan panggilan internasional.[119] Pemutusan komunikasi menjadi sebuah kontroversi di Tiongkok: Yu Xiaofeng dari Universitas Zhejiang mengkritik tindakan tersebut, dan beberapa penduduk lokal Ürümqi menyatakan bahwa hal tersebut mengganggu bisnis dan menunda pemulihan, sementara David Gosset dari forum Euro-China berkesimpulan bahwa pemerintah memiliki hak untuk menutup komunikasi untuk menciptakan stabilitas sosial; beberapa penduduk lokal meyakini bahwa dijauhkan dari Internet mempengaruhi kualitas hidup mereka.[119]
Pada akhir Desember, pemerintah mulai memulihkan layanan secara bertahap. Situs-situs web untuk Xinhua dan People's Daily, dua outlet media yang dikontrol negara, dapat diakses pada 28 Desember, portal web Sina.com dan Sohu.com pada 10 Januari 2010,[242] dan 27 situs web lebih pada 6 Februari.[243][244] Namun akses situs web hanya sebagian: sebagai gantinya, para pemakai dapat berselancar ke forum-forum dan blog-blog namun tidak mengirim pos pada situs-situs tersebut.[243]China Daily mengabarkan bahwa layanan surat elektronik yang dibatasi juga dipulihkan di Ürümqi pada 8 Februari, meskipun seorang wartawan BBC mengabarkan pada waktu yang sama bahwa surat elektronik masih tidak dapat diakses.[245] Layanan pesan singkat pada telepon genggam dipublihkan pada 17 Januari, meskipun terdapat batasan untuk bagaimana beberapa pesan seorang pemakai dapat dikirim secara harian.[246][247] Akses internet secara penuh dipulihkan pada Mei 2010.[120]
^ abc"Initial probe completed and arrest warrants to be issued soon, Xinjiang prosecutor says". South China Morning Post. Associated Press. 17 July 2009. hlm. A7.
^Kerusuhan tersebut juga disebut sebagai Insiden Urumqi 5 Juli (Hanzi sederhana: 乌鲁木齐7·5事件; Hanzi tradisional: 烏魯木齊7·5事件), atau disingkat Insiden 5 Juli. Media negara dan pejabat pemerintah menyebutnya sebagai Insiden Kejahatan Kekerasan Pemberontakan Serius 7·5 Ürümqi (Hanzi sederhana: 乌鲁木齐“7·5”打砸抢烧严重暴力犯罪事件; Hanzi tradisional: 烏魯木齊「7·5」打砸搶燒嚴重暴力犯罪事件).
^ abcdElegant, Simon; Ramzy, Austin (20 July 2009). "China's War in the West". Time. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2009-07-17. Diakses tanggal 5 September 2009.
^Jiang, Wenran (6 July 2009). "New Frontier, same problems". The Globe and Mail. hlm. parag. 10. Diakses tanggal 18 January 2010. But just as in Tibet, the local population has viewed the increasing unequal distribution of wealth and income between China's coastal and inland regions, and between urban and rural areas, with an additional ethnic dimension. Most are not separatists, but they perceive that most of the economic opportunities in their homeland are taken by the Han Chinese, who are often better educated, better connected, and more resourceful. The Uyghurs also resent discrimination against their people by the Han, both in Xinjiang and elsewhere.
^"China's Minorities and Government Implementation of the Regional Ethnic Autonomy Law". Congressional-Executive Commission on China. 1 October 2005. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2010-04-07. Diakses tanggal 6 May 2010. [Uyghurs] live in cohesive communities largely separated from Han Chinese, practice major world religions, have their own written scripts, and have supporters outside of China. Relations between these minorities and Han Chinese have been strained for centuries.
^Pei, Minxin (9 July 2009). "Uighur riots show need for rethink by Beijing". Financial Times. Diakses tanggal 18 January 2010. Han Chinese view the Uighurs as harbouring separatist aspirations and being disloyal and ungrateful, in spite of preferential policies for ethnic minority groups.
^Hierman, Brent (2007). "The Pacification of Xinjiang: Uighur Protest and the Chinese State, 1988–2002". Problems of Post-Communism. 54 (3): 48–62. doi:10.2753/PPC1075-8216540304.
^Gunaratna, Rohan; Pereire, Kenneth George (2006). "An al-Qaeda associate group operating in China?"(PDF). China and Eurasia Forum Quarterly. 4 (2): 59. Diarsipkan dari versi asli(PDF) tanggal 2011-01-06. Diakses tanggal 2016-09-21. Since [the Ghulja incident], numerous attacks including attacks on buses, clashes between ETIM militants and Chinese security forces, assassination attempts, attempts to attack Chinese key installations and government buildings have taken place, though many cases go unreported.
^Marquand, Robert (12 July 2009). "Q&A with Uighur spiritual leader Rebiya Kadeer". Christian Science Monitor. Diakses tanggal 18 January 2010. [Kadeer:] I was quite surprised by the loss of so many lives. Initially the protest was peaceful. You could even see Uighurs in the crowd holding Chinese flags. There were women and children, and that seemed at first like a good thing. But the Uighurs were provoked by Chinese security forces – dogs, armoured cars. What has not been noted are the plain clothes police who went in and provoked the Uighurs. My view is that the Chinese wanted a riot in order to justify a larger crackdown; it's an attempt to create solidarity between the Han and the government at a time when there is insecurity. Provoking the crowd justifies that this was a Uighur mob.
^Reuters.com. "Reuters.comDiarsipkan 2010-07-26 di Wayback Machine.." China jails Uighur journalist for 15 years – employer. Diakses pada 4 September 2010.
^ abcChoi, Chi-yuk; Wu, Vivian (8 July 2009). "Overseas media given freedom to cover unrest, but some areas still out of bounds". South China Morning Post. hlm. A2.