Ramanandi Sampradaya

Ramanandi (IAST Rāmānandī), dikenal pula dengan sebutan Ramayat atau Ramawat (IAST Rāmāvat),[1] adalah suatu cabang dari Waiṣṇawa Sri Sampradaya dalam Agama Hindu.[2]

Denominasi

Ramanandi Sampradaya adalah salah satu dari sekte-sekte Hindu yang paling besar dan paling egaliter di India, di sekitar Dataran Rendah Indus-Gangga, dan Nepal sekarang ini.[3] Ramanandi Sampradaya mengutamakan penyembahan terhadap Rama,[1] dan juga penyembahan secara langsung terhadap Dewa Wisnu, serta penyembahan terhadap perwujudan-perwujudan lain dari Dewa Wisnu.[2] Meskipun beraliran Waisnawa, Ramanandi merupakan kelompok petapa terbesar yang memperingati Hari Raya Śiwarātri, yang dibaktikan bagi Dewa Siwa.[4] Para petapa Rāmānandī mengandalkan meditasi dan praktik-praktik pertarakan yang ketat, tetapi meyakini pula bahwa karunia dewa pun diperlukan demi mencapai kelepasan. Oleh karena itu, golongan Tyāga di kalangan para petapa Rāmānandī, berbeda dari beberapa petapa Śaiwa, tidak memutuskan tali suci [5] dengan berdalil bahwa hanya Wiṣṇu atau Rāma yang dapat mengaruniakan kelepasan.[6]

Sebagian besar petapa Ramanandi menganggap dirinya sebagai pengikut dari Ramananda, orang suci Waisnawa yang hidup pada Zaman Pertengahan India.[7] Berdasarkan falsafah, mereka tergolong dalam tradisi Wisistadwaita (IAST Viśiṣṭādvaita).[1]

Cabang pertarakan dalam sekte Ramanandi merupakan tarekat biarawan Waisnawa yang terbesar, dan mungkin pula merupakan tarekat biarawan terbesar di seluruh India.[8] Ada dua subkelompok utama para petapa Ramanandi: para Tyagi, yang menggunakan abu untuk inisiasi, dan para Naga, yang merupakan sayap militan sekte ini.[9]

Sejarah

Baktamala, sebuah karya hagiografi raksasa mengenai orang-orang suci dan penganut-penganut setia Agama Hindu yang ditulis oleh Ragawadasa pada 1660,[10] merupakan naskah utama bagi seluruh pengikut aliran Waisnawa termasuk para pengikut sekte Ramanandi.[11] Naskah ini mencantumkan Ramanuja, pembabar ajaran mazhab Wisistadwaita dari aliran filsafat Wedanta, dan Ramananda sebagai orang-orang suci aliran Ramanuja Sampradaya dari Waisnawa.[12] Banyak naskah ulasan Baktamala yang sudah disesuaikan dengan keperluan lokal diajarkan kepada para pengikut belia aliran Waisnawa di seluruh India. Pada abad ke-19, peningkatan jumlah mesin cetak di Dataran Rendah Indus-Gangga di India Utara memungkinkan berbagai naskah ulasan ini didistribusikan secara luas. Di antara naskah-naskah ulasan ini, yang berasal dari Begawan Prasad, Sri Baktamala: Tika, Tilak, aur Namavali Sahit dianggap sebagai naskah ulasan paling otoritatif.[11] Dalam naskah ulasannya, Begawan Prasad mencantumkan daftar nama 108 tokoh Waisnawa terkemuka, berawal dari Ramanuja dan berakhir dengan Ramananda.[13] Ragawananda, guru dari Ramananda, diriwayatkan sebagai seorang guru egaliter yang menerima murid dari semua kasta. Ramananda sendiri diriwayatkan sebagai seorang awatara dari Rama, seorang siswa yang rendah hati dan berbakat besar menjadi seorang yogi yang diminta untuk membentuk sampradaya sendiri sebagai hukuman dari gurunya.[14] Menurut naskah ulasan ini, Ramananda lahir di Prayāga pada ca. 1300 M.[15]

J. N. Farquhar, seorang misionaris dan indolog ternama, menerbitkan karya tulisnya sendiri mengenai Ramanandi Sampradaya yang bersumber dari hasil interaksinya dengan berbagai pengikut sekte Ramanandi dalam Kumba Mela 1918.[16] Farquhar mendaulat Ramananda (ca. 1400–1470 M)[17] dan para pengikutnya sebagai sumber dari praktik India Utara yang menggunakan kata Rama untuk menyebut Sang Hakiki.[18] Berdasarkan bukti-bukti tertulis dan kemiripan tanda-tanda sekte yang digunakan oleh sekte Ramanandis dengan tanda-tanda sekte Sri Waisnawa, Farquhar menyimpulkan bahwa Ramananda berhijrah ke Benares dari Tamil Nadu. Ia mengakui bahwa Ramananda memang menerima murid dari semua kasta dan tidak berpantang apa-apa dalam hal makanan. Meskipun demikian, Farquhar tidak menemukan bukti yang menunjukkan bahwa Ramananda berusaha untuk "menjungkirbalikkan kasta sebagai suatu pranata sosial".[19] Di lain pihak, Lala Sita Ram, penulis Vaishnava history of Ayodhya, dan George Grierson, bahasawan dan indolog terkemuka, menampilkan Ramananda sebagai orang suci yang berupaya untuk mengatasi pembagian kasta pada Zaman Pertengahan di India melalui pesan-pesan tentang kasih-sayang dan kesetaraan. Para ahli juga tidak sepaham mengenai hubungan antara Ramananda dan Ramanuja. Jika Farquhar berpendapat bahwa tidak ada hubungan sama sekali di antara keduanya, Sita Ram dan Grierson justru menempatkan Ramananda di dalam lingkup tradisi Ramanuja.[20]

Sampai dengan abad ke-19, sejumlah besar jalur niaga di India Utara dijaga oleh kelompok-kelompok pendekar-petapa, termasuk pula para petapa Nāgā dari sekte Rāmānandī, yang disegani karena kekuatan dan keberanian mereka.[21] Pemerintah Kolonial Inggris sudah berusaha untuk melucuti persenjataan kelompok-kelompok petapa militan ini, tetapi bahkan sampai sekarang pun sekte-sekte ini masih mempertahankan tradisi-tradisi kepahlawanan mereka.[21]

Geografi

Ramanandi melewatkan sebagian besar masa hidupnya di wilayah utara India.[2] Biara-biara Ramanandi dapat dijumpai di seluruh wilayah barat dan tengah India, Lembah Sungai Gangga, Terai Nepal, dan daerah perbukitan di kaki Pegunungan Himalaya.[3] Para pengikut sekte Ramanandi tersebar di seluruh pelosok India, terutama di Gujarat, Uttar Pradesh, dan Rajasthan. Mayoritas dari warga pendatang yang beragama Hindu di Trinidad dan Tobago adalah pengikut sekte-sekte Waisnawa seperti Ramanandi. Adat-istiadat Hindu di Trinidad dan Tobago sekarang ini didasarkan pada ajaran Ramananda.[22]

Orang-orang suci

Orang-orang suci seperti Dhanna dan Pipa termasuk di antara murid-murid yang menerima pengajaran secara langsung dari Ramananda.[23] Gita-gita puja karya mereka terhimpun dalam Adi Granth, Kitab Suci umat Sikh.[24] Sekte-sekte yang didirikan oleh orang-orang suci seperti Raidas, Sena, dan Maluk Das diturunkan secara langsung dari sekte Ramanandi.[23]

Pujangga dan orang suci Tulsidas, penggubah ŚrīRāmacaritamānasa, adalah seorang pengikut sekte ini.[1][2] Dalam karya-karya tulisnya, Wisnu dan Siwa dikisahkan saling berbakti satu sama lain, dan dengan demikian Tulsidas menjembatani kesenjangan antara para pengikut aliran Waisnawa dan para pengikut aliran Saiwa. Karena Tulsidas berupaya untuk merukunkan berbagai aliran teologi, para cendekiawan Hindu seperti Ramchandra Shukla tidak setuju jika ia dapat digolongkan sebagai pengikut sekte Ramanandi secara ekslusif.[25]

Menurut beberapa sumber, Jayadewa, penggubah Gita Gowinda, juga termasuk salah satu pengikut sekte ini.[2] Sumber-sumber lain hanya menggolongkan Jayadewa sebagai seorang pengikut aliran Waisnawa dari Benggala.[1]

Beberapa sumber mengatakan bahwa Kabir adalah murid dari Ramananda.[2] Sumber-sumber lain mengatakan bahwa Ramananda adalah murid dari Kabir.[1] Kabir juga mendirikan sekte tersendiri yang kini dikenal dengan nama Kabirpanthi.[2]

Kasta

Para petapa sekte Ramanandi dikenal sebagai kaum Brahmana Waisnawa di Gujarat. Pada permulaan abad ke-20, sekte ini mempermaklumkan bahwa kasta Kurmi adalah keturunan dari putra-putra Sri Rama, Kusa dan Lawa.[26] Acarya, Agrawata, Nimawata, Kubawata, Tilawata, Dewamurari, Ramawata, Nenuji, Sukanandi, dan Yoganandi adalah nama-nama belakang yang paling sering digunakan oleh warga kasta Ramanandi.

Lihat pula

Referensi

  1. ^ a b c d e f Michaels 2004, hlm. 254.
  2. ^ a b c d e f g Tattwananda 1984, hlm. 10.
  3. ^ a b Burghart 1983, hlm. 362.
  4. ^ Michaels 2004, hlm. 255.
  5. ^ Michaels 2004, hlm. 316, "Mengenakan seutas Tali Suci" ditilik sebagai suatu ciri khas para petapa Rāmānandī dalam Tabel 33, "Kelompok-Kelompok dan Sekte-Sekte Para Petapa"..
  6. ^ Michaels 2004, hlm. 256.
  7. ^ Raj & Harman 2007, hlm. 165.
  8. ^ Merriam-Webster's Encyclopedia 1999.
  9. ^ Michaels 2004, hlm. 316.
  10. ^ Callewaert & Snell 1994, hlm. 95.
  11. ^ a b Pinch 1996, hlm. 55.
  12. ^ Callewaert & Snell 1994, hlm. 97.
  13. ^ Pinch 1996, hlm. 56.
  14. ^ Pinch 1996, hlm. 57–58.
  15. ^ Pinch 1996, hlm. 57.
  16. ^ Pinch 1996, hlm. 60.
  17. ^ Farquhar 1920, hlm. 323.
  18. ^ Farquhar 1920, hlm. 323–324.
  19. ^ Farquhar 1920, hlm. 324–325.
  20. ^ Pinch 1996, hlm. 61.
  21. ^ a b Michaels 2004, hlm. 274.
  22. ^ West 2001, hlm. 743.
  23. ^ a b Farquhar 1920, hlm. 328.
  24. ^ Schomer & McLeod 1987, hlm. 5.
  25. ^ Shukla 2002, hlm. 44.
  26. ^ Jaffrelot 2003.

Sumber

Pranala luar