Rabeprazol (merek dagang Pariet) merupakan obat golongan PPI (proton pump inhibitor) yang menurunkan produksi asam lambung. Rabeprazol digunakan untuk mengatasi produksi asam lambung yang berlebih seperti pada sindrom Zollinger-Ellison dan untuk ulkus duodenum atau erosi esofagitis (kerusakan esofagus karena asam lambung).[4][5][6][7][8]
Rabeprazol dapat menimbulkan efek samping nyeri kepala, nyeri tenggorokan, mulut kering, mual, diare, dan nyeri abdomen. Obat ini dapat menimbulkan kondisi yang serius yaitu penurunan kadar magnesium dalam darah, gangguan fungsi hati, osteoporosis, diare akibat Clostridium difficile, dan defisiensi vitamin B-12, tetapi hal ini jarang terjadi. Reaksi alergi terhadap obat ini juga sangat jarang.[4][5][6][9][10]
Sifat fisik dan kimia
Rabeprazol dengan struktur kimia C18H21N3O3S memiliki berat molekul 359,4 gram/mol dengan nama kimia 2-([4-(3-metoksipropoksi)-3-metilpiridin-2-yl]metilsulfinil)-1H-benzimidazol. Rabeprazol berbentuk kristal putih dari eter (CH2Cl2) dengan titik cair 99-100 °C, perkiraan tekanan uap 2,2x10-15 mmHg pada suhu 25 °C. Koefisien penyekat air/oktanolnya 0,6. Rabeprazol sangat larut dalam air dan metanol, dapat larut dalam alkohol, kloroform, dan etil asetat, serta tidak larut dalam eter dan n-heksana.[11][12]
Penggunaan
Rabeprazol digunakan untuk pengobatan jangka pendek (4 sampai 8 minggu) penyakit refluks gastroesofagus (gastroesophageal reflux disease atau GERD). Pemberian obat ini bertujuan untuk mengatasi ulkus atau erosi, mengurangi gejala yang timbul pada GERD, serta mencegah kekambuhan penyakit ini. Rabeprazol juga digunakan untuk pengobatan esofagitis erosif dan ulkus duodenum. Khusus untuk ulkus duodenum, target pengobatan ada dua yaitu untuk penyembuhan ulkusnya dan eradikasi Helicobacter pylori untuk mengurangi risiko terjadinya ulkus. Untuk tujuan eradikasi Helicobacter pylori ini, rabeprazol diberikan bersama dengan amoksisilin dan klaritromisin sebagai tiga resimen obat. Rabeprazol juga digunakan untuk mengatasi hipersekresi asam lambung pada sindrom Zollinger-Ellison.[5][13][14][15]
Farmakodinamika
Aktivitas antisekresi rabeprazol tergantung kepada derajat dan durasi penekanan asam lambung dalam periode waktu 24 jam, serta lamanya pengobatan. Rata-rata efek antisekresi rabeprazol dimulai 1 jam setelah obat ini dikonsumsi. Rabeprazole 20 mg akan menghambat sekresi asam lambung basal sebesar 86% dan sekresi pepton 95% yang timbul karena stimulasi oleh makanan. Ini juga akan meningkatkan persentase pHlambung di atas angka 3 selama 24 jam, dari 10% menjadi 65%. Dengan pemberian rabeprazol 20 mg sekali sehari selama delapan hari berturut-turut, persentase pH lambung lebih dari 4, akan mengalami peningkatan.[5][9][14][15][16]
Pemberian rabeprazol juga akan menurunkan paparan asam lambung terhadap esofagus. Hal ini akan dicapai bila pH lambung lebih dari 4 setidaknya 35% dari 24 jam (setidaknya 8,4 jam pH lambung > 4). Pengaruh rabeprazol terhadap kadar gastrin dalam darah mencapai dua kali lipat dari nilai normal, dengan pemberian rabeprazol sekali sehari selama 4 minggu.[5][14][15][16]
Mekanisme kerja
Rabeprazol tidak bekerja dengan mekanisme seperti antagonis reseptor-H2 histamin atau antikolinergik tetapi dengan cara menekan sekresi asam lambung. Penekanan sekresi asam lambung ini dilakukan dengan cara menghambat ATPase K+ dan H+ yang ada pada permukaan mukosa lambung yang menghasilkan sel parietal. Enzim ATPase ini merupakan pompa proton di dalam sel parietal, sehingga rabeprazol dianggap sebagai inhibitor pompa proton lambung dan menghambat proses akhir dari sekresi asam lambung yaitu pada proses transpor ion hidrogen ke dalam lumen lambung. Rabeprazol diprotonasi pada pH rendah sehingga tidak lagi bersifat lipofilik, kemudian berakumulasi, dan berubah menjadi sulfonamida aktif. Saat masuk ke dalam sel parietal, rabeprazol akan berakumulasi di dalam kanalikuli penghasil asam yang diaktivasi oleh proses katalisasi proton sehingga akan menghasilkan sulfonamida tiofilik atau asam sulfonat. Rabeprazol dalam bentuk aktif kemudian akan membentuk ikatan kovalen dengan asam aminosisteina ekstraseluler dari pompa proton (ATPase K+ dan H+) yang akan menghambat transpor ion hidrogen.[11][13][14][17][18]
Interaksi dengan obat lain
Kombinasi rabeprazol, klaritromisin, dan amoksisilin digunakan sebagai resimen obat untuk eradikasi bakteri Helicobacter pylori. Pemberian rabeprazol bersamaan dengan antasida tidak mempengaruhi konsentrasi rabeprazol di dalam darah. Begitu juga dengan pemberiannya dengan obat-obat lain yang dimetabolisme oleh sistem sitokrom P450 seperti teofilin (sitokrom P450 1A2 atau CYP1A2), diazepam (sitokrom P450 2C9 atau CYP2C9 dan sitokrom P450 3A4 atau CYP3A4), dan fenitoin (sitokrom P450 2C9 atau CYP2C9 dan sitokrom P450 2C19 atau CYP2C19).[5][7][14][16][19]
Pemberian rabeprazol bersamaan dengan klopidogrel[20] akan menurunkan metabolit aktif klopidogrel sekitar 12% (klopidogrel dimetabolisme menjadi metabolit aktif oleh CYP2C19), dengan ketokonazol juga akan menurunkan konsentrasi maksimum ketokonazol sebesar 31%, dan dengan digoksin akan meningkatkan konsentrasi maksimalnya sekitar 29%. Rabeprazol, seperti juga omeprazol, menghambat metabolisme siklosporina, sehingga menyebabkan peningkatan kadarnya hingga 50 kali lebih tinggi dibandingkan pada orang sehat.[5][6][14][16][19]
Bioavailabilitas dari obat ini adalah 52%, mencapai kadar puncaknya dalam plasma dalam 2 hingga 5 jam, serta sekitar 96,3% berikatan dengan protein plasma. Absorbsi rabeprazol akan sedikit melambat bila dikonsumsi bersamaan dengan makanan yang mengandung lemak. Sebagian besar rabeprazol dimetabolisme melalui reduksi nonenzimatik sistemik menjadi komponen tioeter. Selain itu, rabeprazol juga dimetabolisme menjadi komponen sulfon dan desmetil oleh sitokrom P450 di hati. Sitokrom P450 3A (CYP3A) berperan dalam metabolisme yang menghasilkan metabolit sulfon, sedangkan sitokrom P450 2C19 (CYP2C19) yang menghasilkan metabolit desmetil. Pada orang-orang dengan kelainan genetik defisiensi CYP2C19 (3-5% ras kaukasia dan 17-20% ras asia), metabolisme rabeprazol akan lebih lambat. Pada penderita gangguan fungsi hati waktu paruh eliminasi untuk obat ini meningkat 2 hingga 3 kali lipat dibandingkan orang yang sehat.[13][14][18][34]
Sekitar 90% rabeprazol diekskresikan melalui urine terutama dalam bentuk asam karboksilat tioeter (bentuk asam glukoronatnya) dan metabolit asam merkapturik. Sisanya ditemukan di dalam feses. Dengan fungsi ginjal yang normal, obat ini akan dieliminasi dari tubuh rata-rata dalam 1 hingga 2 jam. Untuk penderita gagal ginjal yang rutin melakukan cuci darah (kreatinin klirens ≤ 5 ml/menit/1,73m2), tidak terdapat perbedaan yang signifikan secara klinis.[13][14][18][34]
Efek samping
Rabeprazol dapat menimbulkan efek samping nyeri kepala, nyeri tenggorokan, mulut kering, mual hingga muntah, diare, nyeri abdomen, hematuria (darah di dalam urine), demam, nyeri sendi, dan konstipasi. Kondisi serius yang dapat diakibatkan oleh rabeprazol yaitu penurunan kadar magnesium dalam darah atau hipomagnesemia. Kondisi ini ada yang tanpa gejala meskipun dari pemeriksaan darah sudah menunjukkan penurunan kadar magnesium dalam darah, dan timbul setelah mengkonsumsi obat ini setidaknya selama 3 bulan. Gejala hipomagnesemia yang timbul berupa pusing, tremor, kram otot, spasme otot tangan dan kaki, tetani, aritmia, dan kejang. Gangguan fungsi hati dari ringan hingga sedang dapat terjadi pada individu yang mengkonsumsi rabeprazol tanpa ada batas minimal dosis yang menyebabkan kondisi ini. Osteoporosis yang menyebabkan patah tulang panggul, pergelangan tangan, dan tulang belakang juga dapat dialami oleh mereka yang mengkonsumsi rabeprazol dosis tinggi dalam jangka panjang selama setahun atau lebih. Rabeprazol juga menyebabkan diare akibat Clostridium difficile, yang dipicu oleh resimen 3 obat untuk mengatasi Helicobacter pylori, yang mengandung antibiotik. Clostridium difficile adalah flora normal di dalam usus. Penggunaan antibiotik akan menyebabkan pertumbuhan yang berlebihan dari flora ini. Clostridium difficile menghasilkan enterotoksin (toksin Clostridium difficile A) dan sitotoksin (toksin Clostridium difficile B). Defisiensi vitamin B-12 yang didapatkan pada individu yang menerima pengobatan rabeprazol selama lebih dari 3 tahun, adalah hal yang jarang terjadi. Reaksi alergi terhadap obat ini juga sangat jarang. Golongan PPI (penghambat pompa proton) termasuk rabeprazol dapat menyebabkan lupus eritematosus kutaneus (LEK) dan lupus eritematosus sistemik (LES) serta eksaserbasi atau perburukan kondisi dari penyakit autoimun yang sudah ada. Penyakit autoimun ini dapat timbul dengan pemberian rabeprazol yang kontinu selama beberapa minggu hingga beberapa tahun. Gejala yang timbul adalah ruam atau bercak kemerahan pada kulit, atralgia, dan sitopenia.[5][6][9][35][36][37][38][39][40]
Referensi
^Langtry, HD; Markham, A (October 1999). "Rabeprazole: a review of its use in acid-related gastrointestinal disorders". Drugs. 58 (4): 725–42. doi:10.2165/00003495-199958040-00014. PMID10551440.
^"Rabeprazole". PubChem. NCBI. Diakses tanggal 10 January 2020.
^PubChem. "Rabeprazole". PubChem. Diakses tanggal 10 January 2020.