Protosejarah atau purwasejarah mengacu pada periode dalam sejarah, khususnya wilayah atau bangsa, yang telah memiliki sumber-sumber tertulis (sejarah) namun tidak berasal dari dari wilayah atau bangsa itu sendiri, atau telah ada sumber tertulis dari wilayah atau bangsa itu sendiri namun sumber itu belum bisa dibaca/ditafsirkan.[1]
Dalam rentang sejarah Indonesia, periode protosejarah terjadi pada masa permulaan tahun Masehi, dengan adanya sumber-sumber Yunani dan Tionghoa yang menyebutkan adanya wilayah di ujung timur yang menghasilkan rempah-rempah serta emas. Berita Tionghoa menyebutkan adanya pemukim di pantai utara Jawa. Periode ini dianggap berakhir sejak temuan prasasti di Kutai yang diduga berasal dari abad ke-5 Masehi.
Periode ini juga umum dijumpai pada sejarah bangsa lain. Dalam sejarah Jerman, umpamanya, periode protosejarah terjadi ketika berita-berita Yunani Kuno dan Romawi menyebutkan adanya bangsa "biadab" yang menghuni utara Pegunungan Alpen. Sejarawan Romawi juga menulis beberapa kronik mengenai hubungan antara orang-orang Romawi dan taklukannya dengan orang-orang Jermanik.
Protosejarah di Indonesia
Protosejarah di Indonesia dimulai ketika kontak dengan dunia luar diketahui dari catatan-catatan yang ditulis orang Tiongkok. Dari sana diketahui bahwa telah terdapat masyarakat yang berdagang dengan mereka. Objek perdagangan terutama adalah hasil hutan atau kebun, seperti berbagai rempah-rempah, seperti lada, gaharu, cendana, pala, kemenyan, serta gambir, dan juga emas dan perak. Titik-titik perdagangan telah tumbuh, dipimpin oleh semacam penguasa yang dipilih oleh warga atau diwarisi secara turun-temurun. Catatan Tiongkok menyebutkan bahwa pada abad-abad pertama masehi diketahui ada masyarakat beragama Buddha, Hindu, serta animisme. Temuan-temuan arkeologi dari beberapa ratus tahun sebelum masehi hingga periode Hindu-Buddha menunjukkan masih meluasnya budaya Megalitikum, bersamaan dengan budaya Perundagian. Catatan Arab menyebutkan pedagang-pedagang dari timur berlayar hingga pantai timur Afrika. Peta Ptolemeus, penduduk Aleksandria, menuliskan Chersonesos aurea ("Semenanjung Emas") untuk wilayah yang kemungkinan adalah Semenanjung Malaya atau Pulau Sumatra.
Catatan kaki