Persaingan (ekonomi)

Industri penerbangan adalah contoh persaingan yang menyebabkan bertambahnya pilihan dan turunnya harga.

Dalam ekonomi, persaingan atau kompetisi adalah bersaingnya para penjual yang sama-sama berusaha mendapatkan keuntungan, pangsa pasar, dan jumlah penjualan. Para penjual biasanya berusaha mengungguli persaingan dengan membedakan harga, produk, distribusi dan promosi. Menurut Adam Smith dalam The Wealth of Nations (1776), persaingan akan mendorong alokasi faktor produksi ke arah penggunaan yang paling bernilai tinggi dan efisien.[1] Proses ini sering disebut tangan tak terlihat (invisible hand).[2]

Dalam teori mikroekonomi, persaingan dalam suatu pasar dibedakan menjadi persaingan sempurna dan persaingan tidak sempurna. Pasar yang tidak memiliki persaingan disebut monopoli. Adanya persaingan menyebabkan perusahaan-perusahaan komersial untuk mengembangkan produk, teknologi dan jasa, sehingga menyebabkan lebih banyaknya pilihan, menghasilkan produk yang lebih baik, dan harga yang lebih rendah.

Menurut ahli ekonomi Jerman dari lembaga Friedrich Naumann Stiftung, Dr. Rainer Adam berpendapat bahwa persaingan adalah suatu mekanisme yang efektif dan efisien yang bertujuan untuk menemukan solusi-solusi baru atas masalah-masalah baru dan tantangan-tantangan baru yang selalu muncul dalam dunia ekonomi.[3]

Rainer Adam juga menambahkan, persaingan juga dapat diartikan sebagai instrumen non-otoriter yang mencegah munculnya kekuatan dominan dalam sistem ekonomi, sekaligus membatasi kekuasaan pada umumnya.[4]

Ahli ekonomi Britania Raya berdarah Austria, August von Hayek menyatakan persaingan dalam ekonomi terkait dengan mekanisme pasar terhadap harga-harga. Menurutnya secara singkat, sistem harga mentransfer informasi dengan cara yang paling singkat dan sederhana antara produsen dan konsumen. Dari transfer informasi itu kemudian para pelaku pasar dapat menganalisa indikator-indikator ekonomi untuk menghasilkan suatu kesimpulan sendiri. Hasil analisa para pelaku pasar itu kemudian akan menghasilkan perubahan pada perilaku pasar berdasarkan inovasi-inovasi organisasional dan teknis.[3]

Mekanisme

Menurut August von Hayek, mekanisme persaingan mulai dari proses analisa, hingga terciptanya kesimpulan dan invoasi dari pelaku pasar akan menciptakan suatu iklim pasar yang memaksa pelaku pasar untuk beradaptasi. Proses adaptasi itu kemudian terdiri dari banyak langkah-langkah kecil yang diambil berdasarkan keputusan orang per orang dalam sistem pasar. Proses ini berfungsi menciptakan suatu iklim keseimbangan dalam pasar, keseimbangan antara kepentingan dan membentuk sifat sosial dan politis.[3]

Setelah proses adaptasi, kemudian ada yang disebut proses evaluasi atau juga disebut "trial and error". Proses trial and error ini berguna untuk mencegah masyarakat melakukan kesalahan fatal yang berujung pada kolaps-nya ekonomi suatu negara.[5] Proses ini juga berguna untuk membuktikan pasar merupakan mekanisme alokasi sumber daya yang terbatas dan unggul.[4]

Kelebihan Persaingan Ekonomi

Menurut Rainer Adam, ada tiga hal yang dapat dipandang sebagai kelebihan atau keuntungan dengan adanya persaingan dalam ekonomi. Tiga hal tersebut antara lain:

  1. Persaingan menurunkan harga barang dan jasa, sekaligus meningkatkan kualitas produksi. Pengimplementasian undang-undang persaingan yang benar pada dasarnya mencegah perusahaan melakukan penetapan, memecah belah pasar, menetapkan output dan perilaku "memangsa" lainnya. Perilaku-perilaku "memangsa" oleh para pelaku pasar biasanya akan merugikan konsumen sebagai pihak ketiga. Kerugian yang dialami oleh konsumen itu seperti harga-harga barang yang tinggi dan output yang rendah.[6]
  2. Persaingan mendorong munculnya inovasi-inovasi. Hasil utama dari persaingan tentu saja diharapkan adanya inovasi, yang bermuara pada produk-produk baru yang disertai dengan turunnya harga=harga barang, khususnya harga barang lama. Dalam pasar yang kompetitif, inovasi bukan merupakan pilihan, melaikan sebuah kewajiban yang memaksa suatu perusahaan agar bisa bertahan hidup. Jikalau suatu perusahaan tidak berinovasi, perlahan-lahan ia akan kehilangan kesetiaan dari pelanggan (konsumen) yang pasti akan memilih barang-barang baru yang lebih bagus dan murah. Karena itu preusahaan (produsen) yang enggan atau menolak melakukan inovasi pada jangka panjang akan hancur dan lenyap.[7]
  3. Persaingan mengangkat mobilitas sosial dan memberdayakan sumber daya manusia. Pada waktu jangka panjang, pemerintah tidak dapat menciptakan lapangan kerja dalam suatu sistem perekonomian, tetapi bisnis dapat menyediakannya. Persaingan memungkinkan pengusaha-pengusaha baru memasuki pasar, dengan produk baru atau produk yang sudah ada tetapi dengan harga yang lebih murah mupun kualitas yang lebih bagus. Dengan demikian persaingan dapat melahirkan harga-harga dan kualitas barang yang kompetitif. Dinamika ini memungkinkan manusia untuk memaksimalkan kemampuannya dalam sistem ekonomi dan bisa membantu meningkatkan kesejahteraannya sendiri. Selain itu manusia juga akan menjadi lebih dinamis, beberapa orang akan perlahan bergerak naik dalam tatanan masyarakat.[8]

Kelebihan Persaingan dalam Sistem Ekonomi Makro

Rainer Adam juga menambahkan secara spesifik beberapa hal yang membuat persaingan ekonomi adalah hal baik dalam ekonomi makro. Kelebihan-kelebihan yang dimaksud itu antara lain:[9]

  • Adanya pengendalian atau kontrol dalam prinsip dasar ekonomi, yakni permintaan dan penawaran.
  • Adanya optimalisasi yang efektif dan efisien terhadap sumber daya-sumber daya ekonomi yang terbatas.
  • Memotivasi para pelaku ekonomi untuk berperilaku inovatif, solutif, dan kreatif.
  • Adanya distribusi pendapatan yang sesuai dengan kinerja dan prestasi karyawan.
  • Mencegah terjadinya pemusatan kekuasaan ekonomi atau monopoli pasar, yang dapat berimplikasi pada dominasi politik.

Peraturan Mengenai Persaingan

Adam Smith, bapak ekonomi liberal.

Banyak negara membuat hukum dan undang-undang untuk mempertahankan persaingan pasar dan mencegah praktik anti-persaingan atau persaingan usaha tidak sehat. Contohnya, di Indonesia terdapat Komisi Pengawas Persaingan Usaha yang diamanatkan undang-undang,[10] dan di Amerika Serikat terdapat berbagai undang-undang yang disebut antitrust law.[11]

Contoh praktik-praktik yang dilarang menurut Undang-Undang RI No 5 tahun 1999 diantaranya adalah penetapan harga, pembagian wilayah, pemboikotan, kartel, dan persengkongkolan yang menyebabkan persaingan tidak sehat.[10]

Kritik

Prinsip persaingan dalam sistem ekonomi liberal kerap disalahartikan dalam semata-mata prinsip laissez-faire.[12] Bahkan bapak ekonomi liberal Adam Smith menyadari bahwa suatu perekonomian tidak akan dapat berkembang di dalam suatu wilayah yang menihilkan keberadaan negara. Sebaliknya, menurut Adam Smith peran negara diperlukan untuk membentuk kerangka hukum moral yang berfungsi sebagai pembatas dan pengatur tindakan para pelaku ekonomi. Pada 1776 Adam Smith juga pernah memperingatkan adanya potensi kecenderungan para pelaku ekonomi untuk berkonspirasi membatasi pasar dan menaikkan harga-harga demi keuntungan masing-masing korporasi.[13]

Referensi

  1. ^ George J. Stigler, 2008. ([1987] 2008,. "competition," The New Palgrave Dictionary of Economics. Abstract.
  2. ^ Mark Blaug, 2008. "invisible hand," The New Palgrave Dictionary of Economics, 2nd Edition, v. 4, p. 565. Abstract.
  3. ^ a b c Adam 2006, hlm. 13.
  4. ^ a b Adam 2006, hlm. 14.
  5. ^ Adam 2006, hlm. 13-14 : "Kolaps-nya perekonomian terencana di bekas negara-negara komunis menjadi saksi hal ini,".
  6. ^ Adam 2006, hlm. 22.
  7. ^ Adam 2006, hlm. 22-23.
  8. ^ Adam 2006, hlm. 23.
  9. ^ Adam 2006, hlm. 23-24.
  10. ^ a b Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999
  11. ^ ET Sullivan, H Hovenkamp and HA Shlanski, Antitrust Law, Policy and Procedure: Cases, Materials, Problems (6th edn 2009)
  12. ^ Adam 2006, hlm. 11 : "... suatu prinsip laissez-faire di mana negara tidak memainkan peran apapun dalam perekonomian (negara jaga malam).".
  13. ^ Adam 2006, hlm. 11.

Daftar Pustaka

  • Adam, Rainer, Samuel Siahaan, dan A.M. Tri Anggraini. Persaingan dan Ekonomi Pasar di Indonesia. Jakarta: Friedrich Naumann Stiftung-Indonesia. 2006. ISBN 979-3064-37-4