Luo Menghong

Luo Menghong
罗梦鸿
Nama lain
  • Luo Qing
  • Luo Jing
  • Luo Yin
Informasi pribadi
Lahir1443
Meninggal1527 (umur 85)
AgamaLuoisme
Dikenal sebagaiPendiri dari Luoisme
Kiprah keagamaan
ReinkarnasiLao Gu Fo

Luo Menghong (Hanzi sederhana: 罗梦鸿 / 罗孟鸿; Hanzi tradisional: 羅夢鴻 / 羅孟鴻; Pinyin: Luómènghóng), yang juga ditulis sebagai “羅孟洪”, "羅孟鴻" atau “羅梦宏”. Dia dipanggil dengan sebutan Patriark Luo (羅祖) dan gelar agamanya adalah Luo Qing (羅清) atau Pertapa Tanpa Tindakan (無為居士).[1] Luo merupakan tokoh paling penting dan paling sering dimuliakan oleh kelompok-kelompok keagamaan populer di dinasti Ming dan Qing.[2] Ajaran dan kitab sucinya menjadi model bagi banyak sekali kelompok-kelompok agama baru yang tak terhitung jumlahnya. Tidak ada guru agama sektarian populer lainnya yang dapat dibandingkan dengan Patriark Luo dalam menstimulasi kepercayaan dan pengetahuan masyarakat awam dan terpelajar.[2]

Patriark Luo diyakini oleh para pengikutnya sebagai penerus langsung dari Patriark ke-6, Huineng dan merupakan inkarnasi dari Buddha Kuno Mulia (老古佛) atau Wuji Shengzu (無極聖祖).[3][4]

Kehidupan Awal

Luo Menghong lahir pada tahun 1443 di Kotapraja Zhumao di Kabupaten Jimo, Laizhou, Shandong. Dia lahir di keluarga prajurit, dan kehilangan ibunya saat berumur 3 tahun dan kehilangan ayahnya saat berumur 5 tahun.[5] Setelah tumbuh besar di keluarga pamannya, dia bergabung dengan tentara di Pos Penjagaan Miyun di Zhili, sekitar 70 km arah timur laut dari Peking.[1][5] Setelah dia bergabung dengan tentara di Zhili, Patriark Luo bertugas di Pos Penjagaan Miyun, Gubeikou, Simatai, Wulingshan, dan Jiangmaoyu. Pada periode antara tahun-tahun Jingtai dan Jiajing, bangsa Mongol sering menyerbu perbatasan Ming. Oleh karena itu, pasukan Ming berkumpul di daerah Pos Penjaga Miyun, menjadikan Miyun sebagai titik penjagaan yang penting.[1]

Kehidupan Spiritual

Di usia 28 tahun, Luo memulai perjalanan spiritualnya untuk mencari cara agar bisa terlepas dari jalur perputaran samsara dengan mempelajari Taoisme, berguru pada banyak guru spiritual dan belajar ajaran Buddha di sekolah Buddhisme Zen di Linji Zong.[6][7] Berdasarkan catatan yang ditulis di Wubuliuce, patriark Luo menyebutkan bahwa dia mengambil sumpah Bodhisatwa dan menjalani kehidupan seperti laksana para bikhu di rumahnya.[8] Pada tahun 1585, biksu terkemuka dari zaman Ming, Hanshan Deqing (憨山德清), mengunjungi daerah kelahiran patriark Luo di dekat Gunung Lao. Di sana ia mengetahui bahwa Luo Qing adalah orang yang sangat berpengaruh.[8] Biksu terkemuka lainnya, Mizang (密藏), yang menulis di sekitar waktu yang sama, menyebutnya sebagai Luo Jing (羅靜). Para pengikutnya memberinya nama pribadi Yin (因).[8] Buku pertama dari Wubuliuce (Lima Kitab dalam Enam Jilid), Gulungan Praktik Pahit (苦功悟道卷) menjelaskan perjalanan patriark Luo menuju pencerahan. Pada awalnya patriark Luo mengikuti seorang guru yang menyuruhnya melafalkan nama Amitabha.[9] Setelah delapan tahun, ia merasa frustasi akibat tidak bisa memahami bagaimana ia bisa naik ke Tanah Murni, sehingga dia meninggalkan gurunya untuk mencari jawaban. Selanjutnya ia mempelajari Sutra Berlian (金刚經) selama tiga tahun dan juga bermeditasi tapi tetap merasa tidak puas dengan apa yang dicapainya.[10] Ia terus mencari jalan agar terhindar dari jalur tumimbal lahir dan setelah tiga belas tahun mencoba semuanya, ia pada akhirnya menyadari bahwa semuanya adalah kosong dan mengaku telah mencapai pencerahan dengan melihat cahaya dari arah Barat Daya.[10][9]

Yang terjadi selanjutnya adalah dia memiliki banyak murid dan menjadi terkenal di Shandong dan di daerah ibukota.[5] Pada tahun-tahun pemerintahan kaisar Zhengde, patriark Luo mendirikan sebuah aula untuk berkhotbah di daerah Simatai dan orang-orang yang menghadiri khotbahnya sebagian besar adalah para prajurit.[11] Dia kemudian menyebut dirinya Jalan Luo (羅道) dan memindahkan keluarganya ke Shijia. Luo Menghong dan ajarannya memberikan pengaruh yang besar terhadap pasukan dan penduduk setempat. Orang-orang yang percaya kepada Luo Menghong tidak hanya terbatas pada yang berpangkat dan yang punya jabatan tapi juga para perwira eselon bawah.[11] Ajaran dari Luo Qing ini kemudian dikenal dengan nama Luoisme / Luojiao (羅教). Luo Qing secara tegas bermaksud untuk membuat antologi sebagai rangkuman dari ajaran-ajaran Buddha. Tulisan-tulisannya memiliki dampak yang luar biasa di sepanjang periode kekaisaran akhir, meskipun para pejabat tinggi dan sastrawan (dan, dalam hal ini, para cendekiawan modern) sering kali mengalami kesulitan untuk memahami dampaknya karena mereka merasa bahwa tulisan-tulisan Luo Qing masih mentah dalam hal ide dan tidak ditulis dengan baik.[12]

Kepopuleran patriark Luo mengundang kecurigaan dari pemerintahan, sehingga dia akhirnya dijebloskan ke penjara di Peking.[5] Dalam perjalanan hidupnya, Patriark Luo menghabiskan waktu di penjara selama 13 tahun yang selanjutnya menjadi masa di mana dia menulis kitab Wubuliuce.[13][5] Kelompok pengikutnya menciptakan narasi cerita hagiografi dari hidup patriark Luo yang tertuang dalam "Pelintasan awal di Shandong" (山東初度) dari Catatan Keseluruhan tentang Keadaan di mana Tiga Leluhur di Atas Bukit Berkeliling dan Mengajar (太上三祖行教因由總錄), menggambarkannya sebagai seorang guru luar biasa dan menjadi pahlawan kerajaan Tiongkok yang mampu melawan para barbarian yang menyerang dari luar selama periode tersebut.[14] Berkat bantuan para kasim istana yang merupakan salah satu pengikutnya, dia akhirnya dibebaskan dari penjara pada tahun 1482. Pada tahun 1509, Lima Buku dalam Enam Jilid tulisan patriark Luo pertama kali dicetak, yang mengindikasikan bahwa ia didukung oleh orang-orang berpengaruh.[5]

Patriark Luo menganggap dirinya sebagai seorang guru yang telah mencapai pencerahan dan menemukan jalannya sendiri untuk melampaui roda perputaran tumimbal lahir.[15] Dia juga beranggapan bahwa metodenya adalah cara satu-satunya di antara semua metode praktik Buddhisme yang bisa mencapai pencerahan.[15] Menurut patriark Luo, Triratna Buddhisme yaitu Buddha, Dhamma dan Shangha dianggap tidak dibutuhkan karena menurutnya ketiganya itu sudah ada di dalam diri tiap manusia.[16] Bagi patriark Luo, praktik seperti samadi, mengikuti aturan vinaya, membaca parita, vegetarian, ziarah ke tempat suci, memperbaiki vihara, membangun pagoda dan patung Buddha, memberi persembahan kepada Buddha, mencetak sutra itu tidak mempunyai dampak apa-apa dan tidak akan membebaskan seseorang dari kelahiran kembali.[17] Metafora yang dia jabarkan adalah "Pulang ke Kampung Halaman" dan "Kekosongan sejati" (真空).[18] Ia menolak pemujaan terhadap benda-benda seperti patung, kitab suci, gambar dan sejenisnya dan menganggap itu adalah sesuatu yang berhala.[19] Luo juga memberikan cara untuk bisa mencapai pencerahan untuk orang awam tanpa harus menjadi bikhu.[20] Patriark Luo secara eksplisit menyebutkan Sekte Teratai Putih (白蓮教), Maireyanisme (彌勒教) dan Xuangu Jiao (玄鼓教) adalah ajaran-ajaran jahat yang para pengikutnya tidak akan luput dari neraka setelah kematian.[21] Pada dasarnya, dia secara eksplisit menjauhkan diri dari kelompok heterodoks seperti itu. Tentu saja, ajaran Luo sendiri tidak ortodoks dan tidak didukung oleh lembaga-lembaga yang berkuasa dan mendapat beberapa kritik dari agama Buddha ortodoks.[22] Namun ajaran-ajaran dari Luo sebenarnya tidak mengandung unsur-unsur mesianis.[23] Akan tetapi pada perkembangannya, banyak kelompok-kelompok pengikutnya menyerap tradisi-tradisi mesianis Teratai Putih seperti pemujaan pada Wusheng Laomu, keyakinan pada Tiga Masa Pancaran dan keyakinan akan hadirnya Buddha Maitreya ke dunia, seperti contohnya cabang Luoisme yang dipimpin oleh patriark Yin Ji'nan (殷濟南) dan Sekte Teratai Hijau yang dipimpin oleh Huang Dehui.

Kematian

Luo meninggal di tahun 1527 dan dimakamkan di Pagoda Wuwei, Shixiaying, Tanzhou, Beijing. Di dekat makamnya dibangun sebuah kubah dan sebuah prasasti untuk menghormatinya.[5] Kuburannya menjadi obyek penyembahan oleh para pengikutnya sampai kemudian dihancurkan atas perintah kekaisaran Qing pada awal abad ke-18.[24] Kematian Luo menyebabkan fragmentasi dan diversifikasi ajarannya.[11] Ajarannya mempengaruhi hampir semua wilayah di China dan banyak dari sekte dan kelompok agama baru maupun yang lama mulai mengadopsi ajarannya.

Referensi

  1. ^ a b c Ma 2011, hlm. 169.
  2. ^ a b Seiwert 2003, hlm. 214.
  3. ^ ter Haar 2015, hlm. 12.
  4. ^ Seiwert 2003, hlm. 218, 222.
  5. ^ a b c d e f g Seiwert 2003, hlm. 218.
  6. ^ Mou, Zhongjian (2023). A Brief History of the Relationship Between Confucianism, Daoism, and Buddhism. Singapore: Springer Verlag. ISBN 9811972087. 
  7. ^ Seiwert 2003, hlm. 218-219.
  8. ^ a b c Ter Haar 2015, hlm. 13.
  9. ^ a b Ter Haar 2015, hlm. 16.
  10. ^ a b Seiwert 2003, hlm. 219.
  11. ^ a b c Ma 2011, hlm. 171.
  12. ^ Teer Har 2015, hlm. 2.
  13. ^ Ter Haar 2015, hlm. 35-46.
  14. ^ Ter Haar 2015, hlm. 35-36.
  15. ^ a b Seiwert 2003, hlm. 222.
  16. ^ Seiwert 2003, hlm. 224.
  17. ^ Seiwert 2003, hlm. 225.
  18. ^ Seiwert 2003, hlm. 220.
  19. ^ 歐, 大年 (1993). 《中國民間宗教教派研究》. 劉心勇譯. 上海: 上海古籍出版社. ISBN 7532513696. 
  20. ^ 陳, 玉女 (2011). "〈晚明羅教和佛教勢力的相依與對峙——以《五部六冊》和《嘉興藏》刊刻為例〉". 成大歷史學報. 40: 93–127. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2017-09-28. 
  21. ^ Seiwert 2003, hlm. 226-227.
  22. ^ Seiwert 2003, hlm. 460.
  23. ^ ter Haar 2015, hlm. 4, 11, 114.
  24. ^ Ter Haar 2015, hlm. 21.

Daftar Pustaka

 

Prefix: a b c d e f g h i j k l m n o p q r s t u v w x y z 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Portal di Ensiklopedia Dunia