Laporan intelijen pada saat itu menunjukkan bahwa kontes ini berpeluang menjadi target serangan oleh Faksi Pasukan Merah yang menyebabkan panitia mengetatkan sistem keamanan. Kontes berlangsung dengan aman, tetapi terjadi serangan di kedutaan Jerman Barat di Stockholm sebulan kemudian.
Entri Portugal "Madrugada" merupakan "perayaan" dari Revolusi Karnasi, di mana entri Portugal tahun sebelumnya telah memainkan peran yang penting dalam revolusi ini, yaitu menjadi salah satu tanda untuk memulai revolusi tersebut. Menurut penulis dan sejarawan John Kennedy O'Connor dalam bukunya The Eurovision Song Contest - The Official History, peserta dari Portugal dilarang untuk mengenakan seragam tentara Portugal dan membawa senapan ke atas panggung.[1] Beberapa peserta (khususnya Portugal dan Yugoslavia) memilih menyanyikan lagunya dalam Bahasa Inggris saat gladi bersih yang dinilai oleh para juri, tetapi dalam bahasa nasionalnya saat final. Peserta lainnya, seperti Belgia dan Jerman, memutuskan untuk menyanyikan lagunya dalam campuran bahasa Inggris dan bahasa nasional masing-masing.
Pada tahun ini sistem penilaian baru mulai diterapkan, yang masih digunakan sampai saat ini. Tiap juri memberikan 12 poin untuk lagu terbaik, 10 untuk terbaik kedua, kemudian 8 untuk terbaik ketiga, 7 untuk terbaik keempat, 6 untuk terbaik kelima dan seterusnya sampai lagu terbaik kesepuluh (menurut pendapat juri) menerima satu poin. Pembawa acara Karin Falck beberapa kali membingungkan sistem ini dengan pertanyaan-pertanyaan seperti "Berapakah tujuh dalam bahasa Prancis?" Tidak seperti sekarang, poin tidak diberikan secara berurutan naik (dari 1 sampai 12), tetapi berdasarkan urutan tampil. Prosedur ini digunakan sampai kontes tahun 1980.
Yunani mengundurkan diri dari kontes ini, sebagai bentuk protes atas invasi Turki di Siprus tahun 1974. Walau demikian, tercipta rekor dengan 19 negara mengambil bagian.
Kemenangan Belanda kali ini adalah yang keempat kalinya untuk mereka. Sampai sekarang, mereka belum pernah memenangkan Eurovision kembali.