Kecerdasan kolektif dapat diartikan sebagai kecerdasan kelompok bersama. Kecerdasan kolektif muncul dari kolaborasi, usaha bersama, dan kompetisi dari berbagai individual yang hadir dalam suatu musyawarah. Istilah ini muncul di biososial, ilmu politik, dan di dalam penerapan telaah sejawat dan urun daya. Konsensus, kapital sosial, sistem pemungutan suara, dan jejaring sosial dapat terlibat dalam kecerdasan kolektif, dalam hal menghitung aktivitas massa.[1] IQ kolektif adalah ukuran dari kecerdasan kolektif, meskipun keduanya kadang digunakan secara bergantian. Sekarang kecerdasan kolektif juga diamati pada bakteri dan hewan.[2]
Hal ini dapat dipahami sebagai sifat yang muncul dari sinergi hal-hal ini:
Ilmu-informasi-data
Perangkat lunak-keras
Individu (yang memiliki wawasan baru dan juga kewenangan yang diakui) yang mempelajari umpan balik secara terus-menerus untuk menghasilkan ilmu mutakhir demi pengambilan keputusan yang lebih baik daripada ketiga elemen ini bila bekerja sendiri-sendiri.[1]
Atau dapat dipahami secara lebih sempit sebagai sifat yang muncul antara manusia dan cara-cara mengolah informasi. Gagasan kecerdasan kolektif ini dikenal sebagai "kecerdasan simbiotik" oleh Norman Lee Johnson.[3] Konsep ini digunakan dalam sosiologi, bisnis, ilmu komputer, komunikasi massa, bahkan juga ada di fiksi ilmiah. Pierre Lévy mendefinisikan kecerdasan kolektif sebagai, "Bentuk kecerdasan yang terdistribusikan secara universal, selalu ditingkatkan, dikoordinasikan secara langsung, dan menghasilkan mobilisasi kecakapan yang efektif. Saya akan menambahkan karakteristik yang harus ada pada definisi ini: Dasar dan tujuan dari kecerdasan kolektif adalah pengakuan mutual dan pengayaan individual, bukan pengkultusan atau hipostasisasi."[4] Menurut ilmuwan Pierre Lévy dan Derrick de Kerckhove, kecerdasan kolektif merujuk kepada jejaring TIK (teknologi informasi komunikasi) yang digunakan untuk meningkatkan kolam pengetahuan sosial kolektid dengan meluaskan batas interaksi manusia secara bersamaan.[5][6] Definisi yang lebih luas dipaparkan oleh Geoff Mulgan pada sebuah rangkaian kuliah dan laporan mulai dari tahun 2006 dan pada buku Big Mind.[7] Ia mengusulkan sebuah kerangka untuk menganalisa semua sistem pikir, termasuk kecerdasan manusia dan mesin, perihal elemen fungsional (observasi, prediksi, kreativitas, pertimbangan, dll) dalam putaran pembelajaran dan pembentukan organisasi. Tujuannya adalah untuk memberikan jalan untuk mendiagnosa, dan meningkatkan kecerdasan kolektif sebuah kota, bisnis, LSM, atau bahkan dewan perwakilan.
Kecerdasan kolektif sangat berkontribusi dalam pemindahan pengetahuan dan kekuatan dari satu individu ke sebuah kolektif. Menurut Eric S. Raymond pada 1998 dan JC Herz pada 2005,[8][9]Kecerdasan sumber terbuka akan menghasilkan produk yang lebih baik daripada perangkat lunak yang dikembangkan di dalam perusahaan.[10] Teoris media Henry Jenkins melihat kecerdasan kolektif sebagai "sumber alternative kekuatan media" terkait dengan budaya konvergensi. Ia memperhatikan pendidikan dan bagaimana orang-orang belajar untuk berpartisipasi dalam budaya pengetahuan di luar pembelajaran formal. Henry Jenkins mengkritik sekolah yang mempromosikan 'pemecahan masalah dan pelajar mandiri' sedangkan tetap memusuhi pembelajaran melalui kecerdasan kolektif.[11] Pierre Lévy dan Henry Jenkins mendukung klaim bahwa kecerdasan kolektif penting untuk demokratisasi, sebagaimana ia terhubung dengan budaya berbasis pengetahuan dan ditunjang oleh berbagi ide secara kolektif, sehingga ia berkontribusi kepada pemahaman masyarakat majemuk dengan lebih baik.[12][13]
Mirip dengan faktor g (g) untuk kecerdasan individu, sebuah pemahaman ilmiah baru bertujuan untuk mengekstraksi faktor c (c) dari kecerdasan kolektif yang mengindikasikan kemampuan sebuah grup untuk melaksanakan tugas.[14] Definisi, operasionalisasi, dan metode statistik diturunkan dari g. Mirip dengan sebagaimana g berkaitan dengan konsep IQ,[15][16] pengukuran kecerdasan kolektif ini dapat diartikan sebagai IQ dari sebuah grup, meskipun nilai ini tidak 100% mewakili. Penyebab dari c dan keabsahan prediktif masih diinvestigasi.
Penulis-penulis yang mempengaruhi ide mengenai kecerdasan buatan antara lain; Francis Galton, Douglas Hofstadter (1979), Peter Russell (1983), Tom Atlee (1993), Pierre Lévy (1994), Howard Bloom (1995), Francis Heylighen (1995), Douglas Engelbart, Cliff Joslyn, Ron Dembo, and Geoff Mulgan.
Sejarah
Konsep ini dimulai oleh Marquis de Condorcet pada 1785, di mana "teorema juri" menyatakan bahwa setiap anggota kelompok pemilih lebih mungkin membuat keputusan yang benar (dibanding dengan yang salah), dan kemungkinan memilih keputusan yang benar semakin meningkat seiring dengan jumlah anggota kelompok.[17] Banyak ahli teori mengartikan pernyataan Aristoteles di dalam Politika bahwa "jamuan yang berasal dari kontribusi banyak orang lebih baik daripada makan malam yang berasal dari satu dompet" berarti sebagaimana banyak pihak membawa sajian ke meja makan, begitu pula dalam diskusi di mana banyaknya kontribusi informasi menghasilkan keputusan yang lebih baik.[18][19] Kepustakaan dewasa ini,[20] menunjukkan bahwa mungkin bukan itu yang Aristoteles maksudkan, tetapi, pengartian modern berdasarkan apa yang kita ketahui mengenai kecerdasan kelompok.[21]
Pendahulu dari konsep ini ditemukan dalam pengamatan entomolog William Morton Wheeler pada 1910 di mana individu yang terlihat independen dapat bekerjasama dengan erat sampai tidak berbeda dengan organisme tunggal. Wheeler melihat proses kolaborasi yang ada dalam koloni semut bekerja sedemikian rupa hingga ia menyemakannya dengan sel dari sebuah makhluk raksasa yang ia sebut organisme super.
Pada 1912, Émile Durkheim mengidentifikasi masyarakat sebagai sumber tunggal dari pemikiran logika manusia. Ia berargumen dalam "The Elementary Forms of Religious Life" di mana masyarakat adalah kecerdasan yang lebih tinggi karena ia melampaui individu, melewati ruang dan waktu. Pendahulu lainnya adalah konsep "noosphere" dari Vladimir Vernadsky dan Pierre Teilhard de Chardin, dan konsep "otak dunia" dari H. G. Wells. Peter Russell, Elisabet Sahtouris, dan Barbara Marx Hubbard (pencetus istilah "evolusi kesadaran")[22] terinspirasi dari visi noosphere, kecerdasan kolektif yang transenden dan berevolusi dengan sangat cepat, sebuah korteks informasi dari sebuah planet. Gagasan itu sekarang dipelajari dengan lebih luas oleh filsuf Pierre Lévy. Pada 1962, sebuah laporan penelitian dari Douglas Engelbart menautkan kecerdasan kolektif dengan efektivitas organisasi, dan memprediksi bahwa 'meningkatkan kepintaran manusia' yang proaktif akan memberikan efek berganda dalam penyelesaian masalah kelompok: "Tiga orang bekerja bersama dalam mode yang ditingkatkan ini [akan] terlihat lebih dari tiga kali lebih efektif dalam menyelesaikan masalah daripada satu satu orang bekerja sendiri".[23] Pada 1944, ia mencetuskan istilah 'IQ kolektif' sebagai pengukuran kecerdasan kolektif, untuk memusatkan perhatian kepada kesempatan untuk meningkatkan IQ kolektif secara signifikan dalam bisnis dan masyarakat.[24]
Ide dari kecerdasan kolektif yang juga membentuk kerangka bagi teori-teori demokrasi kontemporer sering dirujuk sebagai demokrasi epistemik. teori-teori demokrasi epistemik merujuk kepada kapasitas dari populasi, apakah melalui deliberasi atau agregasi pengetahuan, untuk mencari kebenaran dan bersandar pada mekanisme membentuk dan menerapkan kecerdasan kolektif.[25]
Kecerdasan kolektif pertamakali diperkenalkan pada komunitas pemelajaran mesin pada akhir abad ke-20,[26] dan bertumbuh menjadi pertimbangan yang lebih luas mengenai bagaimana mendesain "kolektif" atau agen adaptif yang hanya tertarik pada diri sendiri untuk mencapai tujuan sistem.[27] Hal ini ini berkaitan dengan kerja agen tunggal dengan "pembentukan imbalan"[28] dan telah diterapkan oleh banyak peneliti di teori permainan dan komunitas teknik.[29]
Dimensi
Howard Bloom mendiskusikan perilaku massa--perilaku kolektif mulai dari tingkatan quark, hingga pada bakteri, tanaman, hewan, sampai masyarakat. Ia menekankan pada adaptasi biologis yang telah mengubah sebagian besar makhluk hidup di bumi menjadi komponen dari sesuatu yang ia sebut sebagai "mesin yang belajar". Pada 1986 Bloom mengkombinasikan konsep apoptosis, pengolahan terdisitribusi paralel, seleksi grup, dan superorganisme untuk menghasilkan teori bagaiman kecerdasan kolektif bekerja.[30] Kemudian ia menunjukkan bagaimana kecerdasan kolektif dari koloni bakteri yang saling bersaing dan masyarakat manusia dapat dijelaskan dalam "sistem adaptif kompleks" dan "algoritme genetik", konsep yang dipelopori oleh John Holland.[31]
Bloom melacak evolusi kecerdasan kolektif sampai ke leluhur bakteri kita 1 miliar tahun yang lalu dan mendemonstrasikan bahwa kecerdasan multi-spesies telah bekerja sejak awal kehidupan pertama.[31] Masyarakat semut menunjukkan kecerdasan lebih tinggi, dalam konteks teknologi, lebih dari semua hewan (kecuali manusia). Bahkan semut dapat bekerjasama menjaga ternak, contohnya kutu daun untuk "diperah".[31] Pemotong daun merawat fungi dan membawa daun untuk memberi makan fungi.[31]
David Skrbina[32] menyebutkan konsep 'pikiran kelompok' sebagai turunan dari panpsikisme (bahwa pikiran atau kesadaran mahahadir dan ada di setiap hal, -Plato). Ia mengembangkan konsep 'pikiran kelompok' seperti yang telah dijelaskan oleh Thomas Hobbes di "Leviathan" dan pada argumen Fechner untuk kesadaran kolektif umat manusia. Ia menyebut Durkheim sebagai pendukung paling menonjol dari "kesadaran kolektif"[33] dan Teilhard de Chardin sebagai pemikir yang telah mengembangkan implikasi filosofis dari pikiran kelompok.[34]
Tom Atlee berfokus terutama pada manusia dan usaha untuk meningkatkan apa yang Howard Bloom sebut sebagai "IQ kelompok". Atlee merasa bahwa kecerdasan kolektif dapat didorong "untuk mengalahkan 'pemikiran kelompok' dan bias kognitif individual demi memberikan jalan bagi kolektif untuk berkooperasi pada suatu proses - sembari mencapai peningkatan kinerja intelektual." Georger Pór mendefinisikan fenomena kecerdasan kolektif sebagai "kapasitas komunitas manusia untuk berevolusi menuju kompleksitas dan harmoni tingkat tinggi, melalui mekanisme inovasi, seperti diferensiasi dan integrasi, kompetisi dan kolaborasi."[35] Atlee dan Pór menyatakan bahwa "kecerdasan kolektif juga melibatkan pencapaian fokus tunggal pada dan standar pengukuran yang menyediakan batas aksi yang sesuai."[36] Pendekatan ini berakar dari metafora komunitas ilmiah[36]
Istilah kecerdasan kelompok terkadang digunakan secara bergantian dengan istilah kecerdasan kolektif. Anita Woolley menghadirkan kecerdasan kolektif sebagai ukuran kecerdasan kelompok dan kreativitas kelompok.[14] Idenya adalah sebuah pengukuran kecerdasan kolektif mencakup berbagai macam fitur dari suatu kelompok, terutama komposisi dan interaksi kelompok.[37] Fitur dari komposisi yang meningkatkan tingkat kecerdasan kolektif pada sebuah kelompok meliputi kriteria seperti jumlah wanita yang banyak pada kelompok dan juga tingkat keberagaman yang lebih tinggi.[37]
Atlee dan Pór mengusulkan bahwa bidang kecerdasan kolektif seharusnya utamanya dilihat sebagai usaha manusia, dimana pola pikir, kemauan untuk berbagi dan terbuka kepada nilai dari kecerdasan terdistribusi untuk kebaikan bersama itu maha penting, meskipun teori kelompok dan kecerdasan buatan dapat menawarkan sesuatu.[36] Individu yang menghormati kecerdasan kelompok percaya pada kemampuannya sendiri dan mengakui bahwa keseluruhan, sepatutnya lebih agung daripada kumpulan bagian-bagian yang terpisah. Memaksimalkan kecerdasan kolektif bersandar pada kemampuan suatu organisasi untuk menerima dan mengembangkan "usulan emas", sebuah input yang dapat berasal dari anggota manapun.[38] Pemikiran kelompok sering kali menghambat kecerdasan kelompok dengan membatasi masukan dari hanya beberapa individu atau menapiskan usulan emas potensial tanpa mengembangkannya sampai penerapan.[36]
Robert David Steele Vivas dalam "The New Craft of Intelligence", menggambarkan warga sebagai "serdadu intelijen" yang hanya mengambil informasi dari sumber yang etikal dan legal, mampu untuk menciptakan "intelijen publik" yang menjaga pejabat publik dan korporasi tetap jujur, menjadikan konsep "intelijen nasional" (yang sebelumnya seputar mata-mata dan kerahasiaan) berubah seluruhnya .[39]
Menurut Don Tapscott dan Anthony D. Williams, kecerdasan kolektif adalah kolaborasi massa. Konsep ini dapat terjadi apabila ada empat prinsip yang harus hadir:[40]
Keterbukaan: Berbagi ide dan properti intelektual: Meskipun sumber daya ini memberikan menciptakan keunggulan dibanding kompetitor, manfaat yang lebih besar dapat diperoleh dari berbagi ide dan kolaborasi.[40]
Kesejawatan - Pengorganisasian horizontal seperti terbukanya program Linux di mana pengguna dapat memodifikasi dan mengembangkan selama mereka membuatnya dapat digunakan oleh pihak lain. Kesejawatan berhasil karena ia mendorong organisasi mandiri--sebuah gaya produksi yang lebih efektif dibanding manajemen hierarkial untuk tugas-tugas tertentu.[40]
Berbagi -- Perusahaan sudah mulai berbagi beberapa ide mereka sembari tetap mengontrol beberapa lainnya, seperti pada kasus hak paten kritikal dan potensial. Membatasi semua properti intelektual menghilangkan semua kesempatan pengembangan, sedangkan membagikan sebagian akan membesarkan pasar dan mempercepat produk-produk dihasilkan.[40]
Berpikiran Global - Kemajuan dalam teknologi komunikasi telah membuka jalan bagi munculnya perusahaan global dengan biaya jalan murah. Internet telah menyebar dengan luas, dan karena itu perusahaan yang terintegrasi secara global tidak mengalami batasan geografis dan dapat mengakses ke pasar, ide, dan teknologi baru.[40]
Faktor c kecerdasan kolektif
Sebuah pemahaman ilmiah baru mengenai kecerdasan kolektif mendefinisikaknnya sebagai kemampuan umum kelompok untuk melaksanakan berbagai jenis tugas.[14] Definisi, operasionalisasi, dan metode statistik yang dipakai mirip dengan pendekatan psikometrik pada kecerdasan umum individu. Dimana, kinerja individual dalam satu set tugas kognitif digunakan untuk mengukur kemampuan kognitif umum yang diindaksikan oleh faktor g kecerdasan umum. Hal ini diusulkan oleh psikolog Inggris Charles Spearman dan diekstraksi melalui analisa faktor.[41] Sama seperti g yang berfungsi untuk menampilkan perbedaan kinerja antar individu dalam tugas-tugas kognitif, penelitian kecerdasan kolektif bertujuan untuk menemukan faktor kecerdasan paralel untuk 'faktor c' kelompok [14] (juga disebut 'collective intelligence factor' (CI)[42] yang menampilkan perbedaan antar kelompok dalam kinerja pengerjaan tugas. Nilai kecerdasan kolektif kemudian dipakai untuk memprediksi bagaimana kinerja kelompok ini dalam tugas yang serupa di kemudian hari. Di mana tugas di sini merujuk pada tugas intelektual atau mental yang dilaksanakan oleh kelompok kecil,[14] konsep ini diharapkan dapat juga digunakan untuk menilai kinerja kelompok dengan ukuran apapun, dari keluarga sampai warga seluruh kota.[43] Karena nilai faktor g individu sangat berkorelasi dengan nilai IQ, nilai IQ juga dinilai sebagai pekiraan g yang baik[15][16] Pengukuran kecerdasan kolektif ini juga dapat dilihat sebagai indikator kecerdasan pada sebuah kelomok (IQ kelompok) berjalan paralel dengan kecerdasan individu (IQ) meskipun nilainya bukan kadar (quotient) dalam arti sebenernya.
Secara matematis, c dan g adalah variabel yang merangkum korelasi positif antara tugas-tugas berbeda seandainya kinerja pada satu tugas dapat dibandingkan dengan peforma pada tugas lain yang mirip.[44] Karena itu c adalah sumber dari variasi di antara kelompok-kelompok dan hanya dapat dipertimbangkan sebagai posisi kelompok dalam faktor c dibandingkan dengan kelompok lain dalam populasi yang relevan.[16][45] Konsep ini sangat berbeda dengan hipotesis-hipotesis saingan dan struktur korelasional lainnya dalam menjelaskan kecerdasan kelompok.[14] Seperti komposisi dari sejumlah faktor independen yang sama pentingnya, conothnya pada penelitian kepribadian individu.[46]
Selain itu, ide ilmiah ini bertujuan untuk menjelajahi penyebab yang mempengaruhi kecerdasan kolektif, seperti ukuran kelompok, alat kolaborasi, atau kemampuan interpersonal anggota kelompok.[47]MIT Center for Collective Intelligence, sebagai contoh, mengumumkan salah satu tujuan utama pendeteksian The Genome of Collective Intelligence[47] adalah untuk mengembangkan "taksonomi dari blok, atau gen, pembangunan organisasional yang dapat dikombinasikan dan direkombinasikan untuk memanfaatkan kecerdasan orang banyak.[47]
Penyebab
Kecerdasan individu menunjukkan bahwa ia dipengaruhi oleh genetik dan lingkungan.[48][49] Seperti di mana penelitian kecerdasan kolektif bertujuan untuk menjelajahi penyebab-penyebab mengapa satu kelompok tertentu bekerja lebih "cerdas" dibandingkan kelompok lain pada saat c hanya berkorelasi sedang dengan kecerdasan individu anggota kelompok.[14] Menurut hasil penelitian Woolley et. al, tidak ada korelasi antara kohesi, motivasi, dan kepuasan dengan c. Meskipun begitu, mereka mengklaim bahwa ada tiga faktor ditemukan berkorelasi signifikan (dengan c): variasi pada jumlah kesempatan berbicara, sensitivitas sosial rata-rata anggota kelompok, dan proporsi wanita. Ketiga hal tersebut memiliki kekuatan prediktif pada c, tapi hanya sensitivitas sosial yang signfikan secara statistik (b=0.33, P=0.05).[14]
Jumlah giliran berbicara menunjukkan bahwa "kelompok di mana beberapa orang mendominasi percakapan kurang memiliki kecerdasan kolektif dibandingkan dengan kelompok yang distribusi giliran berbicaranya lebih merata."[42] Oleh karena itu, memberikan kesempatan kepada beberapa anggota tim untuk berbicara membuat kelompok menjadi lebih cerdas..[14]
Sensitivitas sosial anggota kelompok diukur menggunakan tes Reading the Mind in the Eyes[50] (RME) dan berkorelasi 0.26 dengan c.[14] Di mana, partisipan diminta untuk mendeteksi pemikiran atau perasaan yang diekspresikan oleh mata yang dipresentasikan dalam gambar-gambar dan diuji dalam format pilihan berganda. Tes ini bertujuan untuk mengukur teori pikiran orang-orang, yang juga disebut 'mentalisasi' [51][52][53][54] atau 'baca pikiran'[55] yang mengacu pada kemampuan untuk menghubungkan kondisi mental, seperti keyakinan, keinginan atau minat, ke orang lain dan dalam seberapa jauh orang dapat mengerti orang lain memiliki keyakinan, keinginan, dan niat atau perspektif yang berbeda dari yang mereka yakini.[50]RME adalah teori pikiran bagi orang dewasa[50] yang menunjukkan keandalan pengulangan tes yang cukup[56] dan terus-menerus membedakan kelompok kontrol dengan individu dengan autisme fungsional atau Sindrom Asperger.[50] Ini adalah salah satu tes yang paling diterima secara luas dan absah untuk teori pikiran pada orang dewasa.[57] Teori pikiran dapat dianggap sebagai bagian keterampilan yang terkait dan kemampuan dalam konsep kecerdasan emosional yang lebih luas.[42][58]
Proporsi wanita sebagai prediktor dari cdimediasi oleh sensitivitas sosial (Sobel z=1.93, P=0.03)[14] sejalan dengan penelitian sebelumnya yang menunjukkan bahwa wanita mendapatkan nilai senstivitas sosial yang lebih tinggi.[50] Sementara meditasi, secara statistik, menjelaskan mekanisme yang mendasari hubungan antara variabel independen dan dependen,[59] Wolley dalam interview dengan Harvard Business Review setuju dengan penemuan-penemuan yang menyatakan bahwa kelompok wanita lebih pintar daripada kelompok pria.[43] Meskipun begitu, ia menjelaskan bahwa hal penting yang sebenarnya adalah sensitivitas sosial anggota kelompk yang tinggi.[43]
Telah diteorikan bahwa faktor c kecerdasan kolektif adalah sifat kemunculan yang menghasilkan proses bawah-ke-atas dan atas-ke-bawah.[37] Dengan ini, proses bawah-ke-atas mencakup agregasi karakteristik anggota kelompok. Proses atas-ke-bawah mencakup struktur dan norma kelompok yang mempengaruhi cara koordinasi dan kolaborasi.[37]
Proses
Proses atas-ke-bawah
Proses atas-ke-bawah mencakup interaksi kelompok, seperti struktur, proses-proses, dan norma.[37] Contoh dari proses atas-ke-bawah adalah percakapan yang bergantian.[14] Penelitian mensugestikan bahwa kelompok yang cerdas secara kolektif lebih berkomunikasi secara umum dan setara; hal yang sama berlaku pada partisipasi tatap muka juga pada kelompok online yang berkomunikasi melalui tulisan.[42][60]
Proses bawah-ke-atas
Proses bawah-ke-atas mencakup komposisi grup,[37] yaitu karakteristik dari anggota kelompok yang diagregasikan ke level tim.[37] Contoh dari proses bawah-ke-atas adalah nilai senstivitas sosial rata-rata atau nilai kecerdasan maksimal dan rata-rata anggota kelompok.[14] Terlebih lagi, kecerdasan kolektif ditemukan berkaitan dengan keberagaman kognitif kelompok[61] termasuk dalam gaya dan perspektif pikir.[62] Kelompok yang lebih beragam sedikit dalam gaya kognitif memiliki kecerdasan kolektif yang lebih tinggi daripada yang memiliki gaya kognitif yang sangat serupa atau telalu berbeda. Konsekuensinya, kelompok yang anggotanya terlalu serupa satu sama lain kekurangan variasi perspektif dan kecakapan yang dibutuhkan untuk perform dengan baik. Dalam hal lain, kelompok yang anggotanya terlalu berbeda satu sama lain kesulitan dalam berkomunikasi dan berkoordinasi dengan efektif.[61]
Proses Serial vs Parallel
Pada sebagian besar sejarah manusia, kecerdasan kolektif terbatas dalam kelompok suku yang kecil di mana opini diagregasikan secara interaksi paralel langsung antar anggota.[63] Pada era modern, komunikasi massa, media massa, dan teknologi jejaring telah memungkinkan kecerdasan kolektif untuk menjangkau kelompok masif, tersebar antar benua dan zona waktu. Untuk mengakomodasi perubahan dalam skala ini, kecerdasan kolektif dalam kelompok berskala besar didominsai dengan proses pemberian suara berseri seperti agregasi suara, like, dan peringkat seiring berjalannya waktu. Ketika sistem modern menerima manfaat dari kelompok yang berukuran lebih besar, proses berseri telah ditemukan mengenalkan kebisingan (bahasa inggris: noise) yang mengubah keluaran kolektif dari kelompok. Pada satu studi signifikan dari kecerdasan kolektif berseri, ditemukan bahwa suara pertama berkontrobusi dalam sistem pemungutan suara berseri yang mengubah hasil akhir sebesar 34%.[64]
Untuk mengatasi masalah dari masukan agregasi berseri pada kelompok skala-besat, perkembangan baru dalam kecerdasan kolektif dilakukan untuk mengganti pemberian suara berseri, pemungutan suara, dan pasar, dengan sistem paralel seperti "kerumunan manusia" dimodelkan dari kerumunan sinkron di alam.[65][66] Berdasarkan proses alami pada kecerdasan kerumunan, kerumunan tiruan dari manusia yang berjejaring ini memungkinkan partisipan untuk bekerja bersama secara paralel untuk menjawab pertanyaan dan membuat prediksi sebagai kecerdasan kolektif kemunculan.[67] Pada satu contoh yang tekenal, suatu kerumunan orang diberikan tantangan oleh CBS Interactive untuk memprediksi Kentucky Derby. Kerumunan ini dengan tepat memprediksi empat kuda pemenang, sesuai dengan urutannya, mengalahkan odds 542-1 dan megubah taruhan $20 menjadi $10.800.[68]
Nilai dari kecerdasan kolektif paralel telah ditunjukkan oleh peneliti di Stanford University School of Medicine dan Unanimous AI dalam penerapan medis pada sekumpulan studi terpublikasi di mana sekelompok dokter yang terhubung melalui algoritme kerumunan secara langsung dan ditugaskan untuk mendiagnosa x-ray dada apakah ada pneumonia atau tidak.[69][70] Ketika bekerja bersama sebagai "kerumunan manusia," kelompok radiologis berpengalaman itu menunjukkan penurunan kesalahan diagnosis sebesar 33% dibandingkan dengan metode biasa.[71][72]
Bukti
Woolley, Chabris, Pentland, Hashmi, dan Malone (2010),[14] pendahulu dari pemahaman ilmiah kecerdasan kelompok, menemukan satu faktor statistik tunggal untuk kecerdasan kolektif pada penelitian di 192 kelompok dengan rekrutmen acak dari masyarakat. Pada dua penelitian awal Woolley et.al, kelompok bekerja bersama menyelesaikan tugas yang berbeda-beda dari McGrath Task Circumplex,[73] sebuah taksonomi tugas kelompok yang mapan. Tugas-tugas dipilih dari seluruh kuadran circumplex, tes visual, puzzle, brainstorming, membuat pertimbangan moral kolektif, dan bernegosiasi atas sumber daya yang terbatas. Hasilnya diambil dan dilakukan analisa faktor. Kedua studi menunjukkan dukungan terhadap faktor kecerdasan kolektif umum (c) yang mendasari perbedaan kinerja kelompok dengan nilai eigen awal yang menjelaskan 43% (44% dalam studi 2) dari variansi, sedangkan faktor berikutnya hanya menjelaskan 18% (20%). Hal ini sesuai dengan kisaran yang biasanya ditemukan dalam penelitian mengenai faktor (g) kecerdasan individual umum yang biasanya menjelaskan 40% hingga 50% perbedaan kinerja antar-individu dalam tes kognitif.[44]
Selanjutnya, setiap kelompok menyelesaikan tugas yang lebih kompleks untuk menentukan apakah skor faktor c dapat memprediksi kinerja pada tugas-tugas selain tes awal. Tugas kriteria adalah bermain dam melawan komputer standar dalam studi pertama dan tugas desain arsitektur yang kompleks dalam studi kedua. Dalam analisis regresi yang menggunakan kecerdasan individu anggota kelompok dan c untuk memprediksi kinerja pada tugas kriteria, c memiliki efek yang signifikan, tetapi kecerdasan rata-rata dan maksimum individu tidak. Meskipun rata-rata (r=0,15, P=0,04) dan kecerdasan maksimum (r=0,19, P=0,008) anggota kelompok memiliki korelasi moderat dengan c, c tetap menjadi prediktor yang jauh lebih baik untuk tugas kriteria. Menurut Woolley et al., hal ini mendukung adanya faktor kecerdasan kolektif c, karena menunjukkan efek yang melampaui kecerdasan individu anggota kelompok dan bahwa c lebih dari sekadar agregasi IQ individu atau pengaruh anggota kelompok dengan IQ tertinggi.[14]
Engel et al. (2014)[42] mereplikasi temuan Woolley et al. dengan menerapkan serangkaian tugas yang dipercepat. Faktor pertama dalam analisis faktor menjelaskan 49% dari variansi antar kelompok dalam kinerja, sedangkan faktor-faktor berikutnya menjelaskan kurang dari setengah jumlah tersebut. Selain itu, mereka menemukan hasil yang serupa untuk kelompok yang bekerja bersama secara online dengan hanya berkomunikasi melalui teks dan mengonfirmasi peran proporsi perempuan dan sensitivitas sosial dalam mempengaruhi kecerdasan kolektif dalam kedua kasus tersebut. Mirip dengan Woolley et al.,[14] mereka juga mengukur sensitivitas sosial dengan RME yang sebenarnya dimaksudkan untuk mengukur kemampuan seseorang dalam mendeteksi keadaan mental melalui mata orang lain. Namun, peserta yang berkolaborasi secara online tidak saling mengenal maupun melihat satu sama lain. Penulis menyimpulkan bahwa skor RME harus terkait dengan rangkaian kemampuan penalaran sosial yang lebih luas daripada sekadar menarik kesimpulan dari ekspresi mata orang lain.[74]
Faktor c kecerdasan kolektif menurut pengertian Woolley et al.[14] lebih lanjut diremukan dalam sekelompok mahasiswa MBA yang bekerja bersama selama saru semester,[75] kelompok bermain online,[60] pada kelompok dari budaya yang berbeda,[76] dan kelompok dalam konteks yang berbeda (kelompok jangka pendek-jangka panjang).[76] Tidak satu pun dari penyelidikan ini mempertimbangkan skor kecerdasan individu anggota tim sebagai variabel kontrol.[60][75][76]
Perlu dicatat juga bahwa bidang penelitian kecerdasan kolektif masih cukup muda dan bukti empiris yang diterbitkan masih relatif jarang. Namun, berbagai proposal dan makalah kerja sedang dalam proses atau sudah selesai, tetapi (diduga) masih dalam proses publikasi tinjauan sejawat ilmiah.[77][78][79][80]
Keabsahan prediktif
Selain memprediksi kinerja kelompok pada tugas kriteria yang lebih kompleks seperti yang ditunjukkan dalam eksperimen asli,[14] faktor kecerdasan kolektif (c) juga ditemukan dapat memprediksi kinerja kelompok dalam berbagai tugas di kelas MBA yang berlangsung selama beberapa bulan.[75] Dengan demikian, kelompok dengan kecerdasan kolektif yang tinggi mendapatkan skor yang jauh lebih tinggi pada tugas kelompok mereka meskipun anggotanya tidak tampil lebih baik pada tugas individu lainnya. Selain itu, tim dengan kecerdasan kolektif yang tinggi meningkatkan kinerja mereka dari waktu ke waktu, menunjukkan bahwa tim yang lebih cerdas secara kolektif belajar lebih baik.[75] Ini adalah potensi paralel lain dengan kecerdasan individu di mana orang yang lebih cerdas ditemukan lebih cepat dalam mempelajari materi baru.[16][81]
Kecerdasan individu dapat digunakan untuk memprediksi banyak hasil kehidupan, mulai dari pencapaian di sekolah[82] dan kesuksesan karir[83] sampai ke hasil kesehatan[84] dan bahkan kematian.[84] Apakah kecerdasan kolektif dapat memprediksi hasil lain selain kinerja kelompok pada tugas-tugas mental masih perlu diselidiki.
Koneksi potensial dengan kecerdasan individu
Gladwell[85] (2008) menunjukkan bahwa hubungan antara IQ individu dan kesuksesan hanya berlaku hingga titik tertentu, dan bahwa tambahan poin IQ di atas estimasi IQ 120 tidak diterjemahkan menjadi keuntungan nyata dalam kehidupan. Apakah ada batas serupa untuk Group-IQ atau jika keuntungan bersifat linier dan tak terbatas masih perlu dieksplorasi. Demikian pula, terdapat kebutuhan untuk penelitian lebih lanjut mengenai kemungkinan koneksi antara kecerdasan individu dan kolektif dalam berbagai logika potensial kecerdasan individu yang dapat ditransfer, seperti perkembangan dari waktu ke waktu[86] atau pertanyaan mengenai peningkatan kecerdasan.[87][88] Sementara ada perdebatan apakah kecerdasan manusia dapat ditingkatkan melalui pelatihan,[87][88] kecerdasan kolektif kelompok berpotensi menawarkan peluang yang lebih sederhana untuk perbaikan dengan mengganti anggota tim atau menerapkan struktur dan teknologi.[43] Selain itu, sensitivitas sosial ditemukan dapat diperbaiki, setidaknya untuk sementara, melalui membaca fiksi sastra[89] maupun menonton film drama.[90] Sejauh mana pelatihan semacam itu akhirnya meningkatkan kecerdasan kolektif melalui sensitivitas sosial tetap menjadi pertanyaan terbuka.[91]
Terdapat konsep dan model faktor yang lebih maju yang mencoba menjelaskan kemampuan kognitif individu, termasuk kategorisasi kecerdasan menjadi kecerdasan cair dan kecerdasan terkristalkan[92][93] atau model hierarkis perbedaan kecerdasan.[94][95] Namun, penjelasan dan konseptualisasi tambahan mengenai struktur faktor dari genom kecerdasan kolektif, selain dari faktor umum 'c', masih belum ada.[96]
Kontroversi dan bukti-kontra untuk kecerdasan kolektif
Para ilmuwan lain menjelaskan kinerja tim dengan mengagregasi kecerdasan umum anggota tim ke tingkat tim[97][98] daripada membangun ukuran kecerdasan kolektif keseluruhan yang terpisah. Devine dan Philips[99] menunjukkan dalam meta-analisis bahwa kemampuan kognitif rata-rata memprediksi kinerja tim baik di lingkungan laboratorium (0,37) maupun di lapangan (0,14)—perlu dicatat bahwa ini hanya merupakan efek kecil. Menunjukkan ketergantungan yang kuat pada tugas yang relevan, ilmuwan lain menunjukkan bahwa tugas yang memerlukan tingkat komunikasi dan kerja sama yang tinggi paling dipengaruhi oleh anggota tim dengan kemampuan kognitif terendah.[100] Sebaliknya, tugas di mana memilih anggota tim terbaik adalah strategi yang paling berhasil, menunjukkan bahwa anggota dengan kemampuan kognitif tertinggi memiliki pengaruh yang paling besar.[58]
Karena hasil Wolley et. al[14] tidak menunjukkan pengaruh apa pun dari kepuasan kelompok, kohesi kelompok, atau motivasi, mereka, setidaknya secara implisit, menantang konsep-konsep ini terkait dengan pentingnya bagi kinerja kelompok secara umum dan dengan demikian bertentangan dengan bukti meta-analitik yang terbukti mengenai efek positif dari kohesi kelompok,[101][102][103] motivasi[104] dan kepuasan[105] terhadap kinerja kelompok.
Beberapa ilmuwan telah mencatat bahwa bukti untuk kecerdasan kolektif dalam karya Woolley et al.[14] dianggap lemah dan mungkin mengandung kesalahan atau kesalahpahaman terhadap data.[106] Sebagai contoh, Woolley et al.[14] menyatakan dalam temuan mereka bahwa skor individu maksimum pada Wonderlic Personnel Test (WPT;[107] sebuah tes kecerdasan individu yang digunakan dalam penelitian mereka) adalah 39, namun skor rata-rata maksimum tim pada tes yang sama juga adalah 39. Ini menunjukkan bahwa sampel mereka tampaknya terdiri dari tim yang sepenuhnya terdiri dari orang-orang yang, secara individu, mendapatkan skor yang sama persis pada WPT, dan juga semuanya kebetulan mencapai skor tertinggi yang ditemukan dalam penelitian Woolley et al.[14] Hal ini dicatat oleh para ilmuwan sebagai sangat tidak mungkin terjadi.[106] Anomali lain yang ditemukan dalam data menunjukkan bahwa hasil mungkin dipengaruhi sebagian oleh respon rendah-usaha.[14][106]Sebagai contoh, data Woolley et al.'s[14] menunjukkan bahwa setidaknya satu tim mendapatkan skor 0 pada tugas di mana mereka diberikan 10 menit untuk menyebutkan sebanyak mungkin penggunaan untuk sebuah batu bata. Demikian pula, data Woolley et al.[14] menunjukkan bahwa setidaknya satu tim memiliki skor rata-rata 8 dari 50 pada WPT. Para ilmuwan telah mencatat bahwa probabilitas terjadinya hal ini dengan peserta studi yang berusaha hampir nol.[106] Hal ini mungkin menjelaskan mengapa Woolley et al.[14] menemukan bahwa skor kecerdasan individu kelompok tidak memprediksi kinerja. Selain itu, rendahnya usaha dalam tugas-tugas penelitian manusia dapat membesar-besarkan bukti untuk faktor kecerdasan kolektif yang diduga ada berdasarkan kesamaan kinerja di seluruh tugas, karena rendahnya usaha tim dalam satu tugas penelitian dapat menyebar ke rendahnya usaha di banyak tugas.[106][108][109] Perlu dicatat bahwa fenomena semacam itu ada hanya karena setting laboratorium dengan taruhannya yang rendah untuk peserta penelitian dan bukan karena mencerminkan bagaimana tim beroperasi dalam organisasi.[106][110]
Perlu dicatat juga bahwa para peneliti yang terlibat dalam temuan yang mendukung sangat tumpang tindih satu sama lain dan dengan penulis yang berpartisipasi dalam studi awal yang dilakukan oleh Anita Woolley.[14][37][42][61][74]
Pada 3 Mei 2022, para penulis artikel "Quantifying collective intelligence in human groups,"[111] termasuk Riedl dan Woolley dari makalah awal 2010 tentang Kecerdasan Kolektif,[14] menerbitkan koreksi terhadap artikel tersebut setelah temuan matematis yang tidak mungkin dilaporkan dalam artikel tersebut dicatat secara publik oleh peneliti Marcus Credé. Di antara koreksinya adalah pengakuan bahwa Average Variance Extracted (AVE)—yaitu, bukti untuk kecerdasan kolektif—hanya 19,6% dari Analisis Faktor Konfirmatori mereka. Perlu dicatat bahwa AVE setidaknya 50% umumnya diperlukan untuk menunjukkan bukti validitas konvergen dari sebuah faktor tunggal, dengan lebih dari 70% umumnya menunjukkan bukti yang baik untuk faktor tersebut.[112] Oleh karena itu, bukti untuk kecerdasan kolektif yang disebut sebagai "kuat" dalam Riedl et al.[111] sebenarnya cukup lemah atau tidak ada, karena bukti utama mereka tidak memenuhi atau mendekati ambang batas terendah bukti yang dapat diterima untuk faktor laten.[112] Anehnya, meskipun terdapat kekurangan fakta ini dan beberapa ketidakakuratan lainnya ditemukan di seluruh artikel, makalah tersebut belum ditarik, dan ketidakakuratan ini tampaknya tidak terdeteksi pada awalnya oleh tim penulis, peninjau sejawat, atau editor jurnal.[111]
Teknik matematis alternatif
Kecerdasan kolektif komputasional
Pada tahun 2001, Tadeusz (Tad) Szuba dari Universitas AGH di Polandia mengusulkan sebuah model formal untuk fenomena kecerdasan kolektif. Model ini diasumsikan sebagai proses komputasi yang tidak sadar, acak, paralel, dan terdistribusi, yang dijalankan dalam logika matematika oleh struktur sosial.
Dalam model ini, makhluk dan informasi dimodelkan sebagai molekul informasi abstrak yang membawa ekspresi logika matematika. Mereka mengalami perpindahan kuasi-acak akibat interaksi mereka dengan lingkungan mereka sesuai dengan perpindahan yang dimaksudkan.[113] Interaksi mereka dalam ruang komputasi abstrak menciptakan proses inferensi multi-thread yang kita persepsikan sebagai kecerdasan kolektif.[113] Dengan demikian, model komputasi non-Turing digunakan. Teori ini memungkinkan definisi formal kecerdasan kolektif sebagai sifat dari struktur sosial dan tampaknya bekerja dengan baik untuk berbagai spektrum makhluk, mulai dari koloni bakteri hingga struktur sosial manusia.
Kecerdasan kolektif yang dianggap sebagai proses komputasi spesifik memberikan penjelasan yang langsung untuk beberapa fenomena sosial. Untuk model kecerdasan kolektif ini, definisi formal IQS (IQ Sosial) diusulkan dan didefinisikan sebagai "fungsi probabilitas selama waktu dan domain dari inferensi N-elemen yang mencerminkan aktivitas inferensi struktur sosial."[113] Meskipun IQS tampaknya sulit secara komputasi, pemodelan struktur sosial dalam istilah proses komputasi seperti yang dijelaskan di atas memberikan peluang untuk pengiraan.[113] Aplikasi prospektifnya meliputi optimisasi perusahaan melalui maksimisasi IQS mereka, dan analisis resistensi obat terhadap kecerdasan kolektif koloni bakteri.[113]
Kadar kecerdasan kolektif
Salah satu ukuran yang terkadang diterapkan, terutama oleh para ahli teori yang lebih fokus pada kecerdasan buatan, adalah "Kadar Kecerdasan Kolektif" (atau "koefisien kerja sama")—yang dapat dinormalisasi dari "kecerdasan individu" (IQ).[114] Hal ini memungkinkan untuk menentukan kecerdasan marginal yang ditambahkan oleh setiap individu baru yang berpartisipasi dalam aksi kolektif, sehingga menggunakan metrik untuk menghindari bahaya pemikiran kelompok dan kebodohan.[115]
Penerapan
Telah banyak aplikasi terbaru dari kecerdasan kolektif, termasuk dalam bidang seperti crowd-sourcing, sains warga, dan pasar prediksi. The Nesta Centre for Collective Intelligence Design[116] diluncurkan pada tahun 2018 dan telah menghasilkan banyak survei aplikasi serta mendanai eksperimen. Pada tahun 2020, UNDP Accelerator Labs[117] mulai menggunakan metode kecerdasan kolektif dalam pekerjaan mereka untuk mempercepat inovasi bagi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan.
Perolehan estimasi titik
Di sini, tujuan utamanya adalah untuk mendapatkan estimasi (dalam bentuk nilai tunggal) tentang sesuatu. Misalnya, memperkirakan berat suatu objek, tanggal rilis produk, atau probabilitas keberhasilan suatu proyek, sebagaimana terlihat dalam pasar prediksi seperti Intrade, HSX, atau InklingMarkets, serta dalam beberapa penerapan estimasi numerik urun daya seperti metode Delphi. Pada dasarnya, kita mencoba untuk mendapatkan nilai rata-rata dari estimasi yang diberikan oleh anggota dalam kerumunan.
Agregasi opini
Dalam situasi ini, pendapat dikumpulkan dari kerumunan mengenai sebuah ide, isu, atau produk. Misalnya, mencoba mendapatkan penilaian (dalam skala tertentu) dari sebuah produk yang dijual online (seperti sistem penilaian bintang Amazon). Di sini, penekanannya adalah mengumpulkan dan mengagregasi penilaian yang diberikan oleh pelanggan atau pengguna.
Pengumpulan ide
Dalam masalah-masalah ini, seseorang meminta ide untuk proyek, desain, atau solusi dari kerumunan. Misalnya, ide untuk menyelesaikan masalah ilmu data (seperti di Kaggle), mendapatkan desain yang bagus untuk kaos (seperti di Threadless), atau mendapatkan jawaban untuk masalah sederhana yang hanya bisa dilakukan manusia dengan baik (seperti di Mechanical Turk milik Amazon). Tujuannya adalah untuk mengumpulkan ide-ide tersebut dan merumuskan beberapa kriteria seleksi untuk memilih ide terbaik.
James Surowiecki membagi keuntungan dari pengambilan keputusan yang tidak terorganisir ke dalam tiga kategori utama, yaitu:[118]
Kognisi
Penilaian pasar
Karena kemampuan Internet untuk menyampaikan sejumlah besar informasi dengan cepat ke seluruh dunia, penggunaan kecerdasan kolektif untuk memprediksi harga saham dan arah harga saham telah menjadi semakin layak. [119] Situs web mengagregasi informasi pasar saham yang seakurat mungkin sehingga analis saham profesional atau amatir dapat mempublikasikan pandangan mereka, memungkinkan investor amatir untuk mengajukan pendapat finansial mereka dan menciptakan opini agregat.[119] Pendapat semua investor dapat diberikan bobot yang sama sehingga premis penting dari penerapan efektif kecerdasan kolektif dapat diterapkan: massa, termasuk spektrum luas keahlian pasar saham, dapat digunakan untuk memprediksi perilaku pasar keuangan dengan lebih akurat.[120][121]
Kecerdasan kolektif mendasari hipotesis pasar efisien Eugene Fama[122] —meskipun istilah kecerdasan kolektif tidak digunakan secara eksplisit dalam makalahnya. Fama mengutip penelitian yang dilakukan oleh Michael Jensen[123] di mana 89 dari 115 dana yang dipilih mengalami kinerja di bawah indeks selama periode 1955 hingga 1964. Namun, setelah menghapus biaya muatan (biaya di muka), hanya 72 yang berkinerja di bawah rata-rata, sedangkan setelah menghapus biaya broker, hanya 58 yang berkinerja di bawah rata-rata. Berdasarkan bukti semacam itu, dana indeks menjadi kendaraan investasi yang populer, menggunakan kecerdasan kolektif pasar, bukan penilaian manajer dana profesional, sebagai strategi investasi.[123]
Prediksi dalam politik dan teknologi
Partai politik memobilisasi sejumlah besar orang untuk membentuk kebijakan, memilih kandidat, serta membiayai dan menjalankan kampanye pemilihan.[124] Pengetahuan yang difokuskan melalui berbagai metode pemungutan suara memungkinkan perspektif untuk berkumpul dengan asumsi bahwa pemungutan suara yang tidak diinformasikan sebagian besar bersifat acak dan dapat disaring dari proses keputusan, menyisakan hanya konsensus yang terinformasi.[124] Para kritikus menunjukkan bahwa seringkali ide-ide buruk, kesalahpahaman, dan kekeliruan secara luas diterima, dan bahwa struktur proses keputusan harus memihak pada para ahli yang dianggap kurang rentan terhadap pemungutan suara acak atau tidak diinformasikan dalam konteks tertentu.[125]
Perusahaan-perusahaan seperti Affinnova (diakuisisi oleh Nielsen), Google, InnoCentive, Marketocracy, dan Threadless[126] telah berhasil menerapkan konsep kecerdasan kolektif untuk membawa perubahan teknologi generasi berikutnya melalui riset dan pengembangan (R&D), layanan pelanggan, dan manajemen pengetahuan.[126][127] Contoh aplikasi semacam itu adalah Aristotle Project dari Google pada tahun 2012, di mana efek kecerdasan kolektif terhadap susunan tim diperiksa di ratusan tim R&D perusahaan tersebut.[128]
Kooperasi
Jejaring kepercayaan
Pada tahun 2012, Sistem Kecerdasan Kolektif Masa Depan Global (bahasa inggris: Global Futures Collective Intelligence System, GFIS) dibuat oleh The Millennium Project,[129] yang menggambarkan kecerdasan kolektif sebagai pertemuan sinergis antara data/informasi/pengetahuan, perangkat lunak/perangkat keras, dan keahlian/wawasan yang memiliki proses pembelajaran rekursif untuk pengambilan keputusan yang lebih baik dibandingkan dengan pemain individu saja.[129]
Media baru sering kali dikaitkan dengan promosi dan peningkatan kecerdasan kolektif. Kemampuan media baru untuk menyimpan dan mengambil informasi dengan mudah, terutama melalui basis data dan Internet, memungkinkan informasi tersebut untuk dibagikan tanpa kesulitan. Dengan demikian, melalui interaksi dengan media baru, pengetahuan dengan mudah berpindah antar sumber,[130] menghasilkan bentuk kecerdasan kolektif. Penggunaan media baru yang interaktif, khususnya internet, mendorong interaksi online dan distribusi pengetahuan antara pengguna.
Francis Heylighen, Valentin Turchin, dan Gottfried Mayer-Kress adalah beberapa yang melihat kecerdasan kolektif melalui lensa ilmu komputer dan sibernetika. Dalam pandangan mereka, internet memungkinkan kecerdasan kolektif pada skala yang sangat luas, yakni skala planet, sehingga memfasilitasi kemunculan "otak global".
Pengembang World Wide Web, Tim Berners-Lee, bertujuan untuk mempromosikan berbagi dan penerbitan informasi secara global. Kemudian, perusahaannya membuka teknologi tersebut untuk digunakan secara gratis. Pada awal tahun '90-an, potensi Internet masih belum dimanfaatkan sepenuhnya, hingga pertengahan 1990-an ketika 'massa kritis', sebagaimana istilah yang digunakan oleh kepala Advanced Research Project Agency (ARPA), Dr. J.C.R. Licklider, menuntut aksesibilitas dan utilitas yang lebih besar. Kekuatan pendorong dari kecerdasan kolektif berbasis Internet ini adalah digitalisasi informasi dan komunikasi. Henry Jenkins, seorang teoretikus utama media baru dan konvergensi media, mengacu pada teori bahwa kecerdasan kolektif dapat dikaitkan dengan konvergensi media dan budaya partisipatif.[131] Kekuatan pendorong dari kecerdasan kolektif berbasis Internet ini adalah digitalisasi informasi dan komunikasi. Henry Jenkins, seorang teoretikus utama media baru dan konvergensi media, mengacu pada teori bahwa kecerdasan kolektif dapat dikaitkan dengan konvergensi media dan budaya partisipatif.[132] Kecerdasan kolektif bukan hanya kontribusi kuantitatif dari informasi dari semua budaya, tetapi juga kualitatif.[132]
Lévy dan de Kerckhove mempertimbangkan kecerdasan kolektif dari perspektif komunikasi massa, dengan fokus pada kemampuan teknologi informasi dan komunikasi yang terhubung untuk meningkatkan kumpulan pengetahuan komunitas. Mereka menyarankan bahwa alat komunikasi ini memungkinkan manusia untuk berinteraksi serta berbagi dan berkolaborasi dengan kemudahan dan kecepatan.[133] Dengan perkembangan Internet dan penggunaannya yang meluas, kesempatan untuk berkontribusi pada komunitas pembangunan pengetahuan, seperti Wikipedia, lebih besar dari sebelumnya. Jaringan komputer ini memberi pengguna yang berpartisipasi kesempatan untuk menyimpan dan mengambil pengetahuan melalui akses kolektif ke basis data ini dan memungkinkan mereka untuk "memanfaatkan sarang lebah".[134] Researchers at the MIT Center for Collective Intelligence research and explore collective intelligence of groups of people and computers.[135]
Dalam konteks ini, kecerdasan kolektif sering kali disamakan dengan pengetahuan bersama. Kecerdasan kolektif adalah jumlah total informasi yang dimiliki secara individu oleh anggota komunitas, sementara pengetahuan bersama adalah informasi yang diyakini benar dan diketahui oleh semua anggota komunitas.[136] Kecerdasan kolektif, seperti yang diwakili oleh Web 2.0, memiliki keterlibatan pengguna yang lebih rendah dibandingkan dengan kecerdasan kolaboratif. Salah satu proyek seni yang menggunakan platform Web 2.0 adalah "Shared Galaxy," sebuah eksperimen yang dikembangkan oleh seorang seniman anonim untuk menciptakan identitas kolektif yang muncul sebagai satu orang di beberapa platform seperti MySpace, Facebook, YouTube, dan Second Life. Kata sandi ditulis di profil, dan akun yang dinamai "Shared Galaxy" terbuka untuk digunakan oleh siapa saja. Dengan cara ini, banyak orang turut ambil bagian dalam menjadi entitas tunggal.[137] Proyek seni lainnya yang menggunakan kecerdasan kolektif untuk menghasilkan karya seni adalah Curatron, di mana sekelompok besar seniman bersama-sama memutuskan kelompok yang lebih kecil yang mereka anggap akan menjadi kelompok kolaboratif yang baik. Proses ini didasarkan pada algoritma yang menghitung preferensi kolektif.[138] Dalam menciptakan apa yang ia sebut 'CI-Art', seniman yang berbasis di Nova Scotia, Mathew Aldred, mengikuti definisi kecerdasan kolektif menurut Pierry Lévy.[139] Acara CI-Art Aldred pada Maret 2016 melibatkan lebih dari empat ratus orang dari komunitas Oxford, Nova Scotia, dan internasional.[140][141] Karya Aldred yang kemudian dikembangkan menggunakan sistem kecerdasan kerumunan UNU untuk membuat gambar dan lukisan digital.[142] Galeri Oxford Riverside (Nova Scotia) mengadakan acara CI-Art publik pada Mei 2016, yang terhubung dengan peserta online internasional.[143]
Dalam social bookmarking (juga disebut collaborative tagging),[144] pengguna menetapkan tag pada sumber daya yang dibagikan dengan pengguna lain, yang menghasilkan jenis organisasi informasi yang muncul dari proses urun daya ini. Struktur informasi yang dihasilkan dapat dilihat sebagai refleksi dari pengetahuan kolektif (atau kecerdasan kolektif) dari komunitas pengguna dan biasanya disebut sebagai "Folksonomi". Proses ini dapat diungkapkan melalui model-model tagging kolaboratif.[144]
Penelitian terbaru yang menggunakan data dari situs social bookmarking Delicious menunjukkan bahwa sistem tagging kolaboratif menunjukkan bentuk dinamika sistem kompleks (atau pengorganisasian mandiri).[145][146] Meskipun tidak ada kosakata terkontrol pusat untuk membatasi tindakan pengguna individu, distribusi tag yang menggambarkan berbagai sumber daya telah terbukti menyatu seiring waktu menjadi distribusi hukum daya yang stabil.[147] Setelah distribusi stabil terbentuk, memeriksa korelasi antara berbagai tag dapat digunakan untuk membangun grafik folksonomy sederhana, yang dapat dipartisi secara efisien untuk memperoleh bentuk kosakata komunitas atau bersama.
Bisnis padan-ke-padan (P2P)
Penelitian yang dilakukan oleh Tapscott dan Williams memberikan beberapa contoh manfaat kecerdasan kolektif bagi bisnis:[40]
Penggunaan bakat
Dengan laju perubahan teknologi yang sangat cepat, tidak ada perusahaan yang dapat sepenuhnya mengikuti inovasi yang dibutuhkan untuk bersaing. Sebaliknya, perusahaan cerdas memanfaatkan kekuatan kolaborasi massa untuk melibatkan partisipasi orang-orang yang tidak dapat mereka pekerjakan. Ini juga membantu menghasilkan minat yang berkelanjutan pada perusahaan dalam bentuk mereka yang tertarik pada penciptaan ide baru serta peluang investasi.[40]
Penciptaan permintaan
Perusahaan dapat menciptakan pasar baru untuk barang-barang pelengkap dengan terlibat dalam komunitas open-source. Perusahaan juga dapat memperluas ke bidang baru yang sebelumnya tidak dapat mereka capai tanpa tambahan sumber daya dan kolaborasi dari komunitas. Ini menciptakan, seperti yang disebutkan sebelumnya, pasar baru untuk barang-barang pelengkap bagi produk di bidang baru tersebut.[40]
Pengurangan biaya
Kolaborasi massa dapat membantu mengurangi biaya secara dramatis. Perusahaan dapat merilis perangkat lunak atau produk tertentu untuk dievaluasi atau diperbaiki oleh komunitas online. Hasilnya adalah produk yang lebih personal, robust, dan bebas kesalahan yang dibuat dalam waktu dan biaya yang singkat. Ide-ide baru juga dapat dihasilkan dan dieksplorasi melalui kolaborasi komunitas online, menciptakan peluang untuk R&D gratis di luar batas perusahaan.[40]
Perangkat lunak sumber bebas
John Banks, seorang ahli teori budaya dan pengembang komunitas online, mempertimbangkan kontribusi komunitas penggemar online dalam pembuatan produk Trainz. Ia berpendapat bahwa kesuksesan komersial produk tersebut sangat bergantung pada "pembentukan dan pertumbuhan komunitas penggemar online yang aktif dan dinamis, yang tidak hanya mempromosikan produk secara aktif tetapi juga menciptakan konten tambahan dan perpanjangan untuk perangkat lunak permainan tersebut."
Peningkatan konten yang dibuat oleh pengguna dan interaktivitas menimbulkan masalah kontrol terhadap permainan itu sendiri dan kepemilikan konten yang dibuat oleh pemain. Hal ini menimbulkan masalah hukum mendasar, seperti yang disoroti oleh Lessig dan Bray serta Konsynski,[148] seperti hak kekayaan intelektual dan hak kepemilikan properti.
Gosney memperluas isu kecerdasan kolektif dalam permainan video lebih jauh dalam diskusinya tentang permainan realitas alternatif (PRA). Genre ini, yang digambarkannya sebagai "permainan lintas-media yang sengaja mengaburkan batas antara pengalaman di dalam dan luar permainan" adalah acara yang terjadi di luar realitas game yang "mencapai" ke kehidupan pemain untuk menyatukan mereka. Memecahkan permainan membutuhkan "usaha kolektif dan kolaboratif dari banyak pemain"; dengan demikian, masalah permainan tim kolektif dan kolaboratif sangat penting bagi PRA. Gosney berpendapat bahwa genre Realitas Alternatif dalam permainan memerlukan tingkat kolaborasi dan "kecerdasan kolektif" yang belum pernah terjadi sebelumnya untuk memecahkan misteri permainan tersebut.[149]
Manfaat dari kooperasi
Kerja sama sangat penting untuk menyelesaikan masalah multidisiplin yang kompleks, dan wawasan James Surowiecki menyoroti nilainya. Dengan mengintegrasikan berbagai sudut pandang dan keahlian, upaya kerja sama dapat menghasilkan solusi yang lebih inovatif dan efektif. Kemajuan teknologi telah sangat mempermudah kerja sama global, membuatnya lebih memungkinkan dan produktif daripada sebelumnya. Pendekatan global ini memungkinkan adanya beragam perspektif dan sumber daya, yang pada akhirnya meningkatkan proses pemecahan masalah.
Misalnya, mengapa para ilmuwan bekerja sama? Ilmu pengetahuan semakin terpecah-pecah, dengan setiap bidang sains berkembang pesat sehingga sulit bagi satu orang untuk mengikuti semua perkembangan. Hal ini terutama berlaku dalam penelitian eksperimen, di mana peralatan yang sangat canggih memerlukan keterampilan khusus. Dengan bekerja sama, para ilmuwan dapat memanfaatkan informasi dari berbagai bidang dan menggunakannya secara efektif, alih-alih mengumpulkan semua informasi hanya dengan membaca sendiri.[118]
Militer, serikat pekerja, dan perusahaan memenuhi beberapa definisi kecerdasan kolektif – definisi yang paling ketat akan membutuhkan kapasitas untuk merespons kondisi yang sangat beragam tanpa perintah atau panduan dari "hukum" atau "pelanggan" untuk membatasi tindakan. Perusahaan periklanan daring menggunakan kecerdasan kolektif untuk melewati agensi pemasaran dan kreatif tradisional.
Platform terbuka UNU untuk "kerumunan manusia" (atau "kerumunan sosial") membangun sistem tertutup waktu nyata di sekitar kelompok pengguna yang terhubung melalui jaringan, yang dibentuk mengikuti pola kawanan biologis, memungkinkan peserta manusia bertindak sebagai kecerdasan kolektif yang terpadu.[150][151] Ketika terhubung ke UNU, kelompok pengguna yang tersebar secara kolektif menjawab pertanyaan dan membuat prediksi secara langsung. Pengujian awal menunjukkan bahwa kawanan manusia dapat memprediksi lebih baik daripada individu.[150] Pada tahun 2016, kerumunan UNU ditantang oleh seorang jurnalis untuk memprediksi pemenang Kentucky Derby, dan berhasil memilih empat kuda pertama, secara berurutan, mengalahkan peluang 540 banding 1.[152][153]
Situs informasi khusus seperti Digital Photography Review[154] atau Camera Labs[155] adalah contoh dari kecerdasan kolektif. Siapapun dapat mengakses internet bisa berkontribusi untuk menyebarkan pengetahuannya ke seluruh dunia melalui situs informasi khusus.
Dalam konteks yang dihasilkan oleh pelajar, sekelompok pengguna mengumpulkan sumber daya untuk menciptakan ekosistem yang memenuhi kebutuhan mereka, sering kali (namun tidak hanya) terkait dengan konfigurasi bersama, penciptaan bersama, dan desain bersama dari ruang belajar tertentu yang memungkinkan pelajar menciptakan konteks mereka sendiri.[156][157] Konteks yang dihasilkan oleh pelajar mewakili komunitas ad hoc yang memfasilitasi koordinasi tindakan kolektif dalam jaringan kepercayaan. Contoh konteks yang dihasilkan oleh pelajar dapat ditemukan di Internet ketika pengguna kolaboratif mengumpulkan pengetahuan dalam "ruang kecerdasan bersama". Seiring dengan perkembangan Internet, konsep CI sebagai forum publik bersama juga berkembang. Aksesibilitas dan ketersediaan global Internet telah memungkinkan lebih banyak orang daripada sebelumnya untuk berkontribusi dan mengakses ide-ide.
Permainan seperti seri The Sims dan Second Life dirancang untuk bersifat non-linear dan bergantung pada kecerdasan kolektif untuk ekspansi. Cara berbagi ini secara bertahap berkembang dan mempengaruhi pola pikir generasi saat ini dan mendatang. Bagi mereka, kecerdasan kolektif telah menjadi norma. Dalam diskusi Terry Flew tentang 'interaktivitas' dalam lingkungan permainan daring, dialog interaktif yang berkelanjutan antara pengguna dan pengembang permainan,[158] ia merujuk pada konsep Kecerdasan Kolektif Pierre Lévy dan berargumen bahwa ini aktif dalam video game karena klan atau guild dalam MMORPG terus bekerja untuk mencapai tujuan. Henry Jenkins mengusulkan bahwa budaya partisipatif yang muncul antara produsen permainan, perusahaan media, dan pengguna akhir menandai perubahan mendasar dalam sifat produksi dan konsumsi media. Jenkins berpendapat bahwa budaya partisipatif baru ini muncul di persimpangan tiga tren media baru yang luas.[159] Pertama, pengembangan alat/teknologi media baru yang memungkinkan pembuatan konten. Kedua, munculnya subkultur yang mempromosikan kreasi tersebut, dan terakhir, pertumbuhan konglomerat media yang menambah nilai, yang mendukung aliran ilustrasi, ide, dan narasi.
Mengkoordinir aksi kolektif
Aktor improvisasi juga mengalami sebuah tipe kecerdasan kolektif yang mereka sebut "pikiran kelompok", secara improvisasi teatrikal bersandar pada kooperasi dan kesepakatan bersama,[160] mengantarkan kepada kesatuan "pikiran kelompok".[160][161]
Pertumbuhan internet dan telekomunikasi seluler juga menghasilkan acara-acara "kerumunan" atau "rendezvous" di mana pertemuan atau bahkan kencan dapat dilaksanakan sesuai permintaan.[26] Dampak penuh belum sepenuhnya dirasakan, tetapi gerakan anti-globalisasi, misalnya, sangat bergantung pada e-mail, ponsel, sms, dan sarana lainnya untuk mengorganisasi.[162] Organisasi The Indymedia melakukannya secara lebih jurnalistik.[163] Sumber daya seperti itu dapat berkombinasi menjadi suatu bentuk kecerdasan kolektif yang bertanggung jawab hanya kepada partisipan saat ini, tapi juga dengan panduan moral dan linguistik yang kuat dalam dari pembentukan kontributor -- atau bahkan menjadi bentuk demokrasi yang lebih terang-terangan untuk memajukan tujuan bersama.[163]
Penerapan lebih lanjut kecerdasan kolektif ditemukan pada "Community Engineering for Innovations".[164] Dalam sebuah kerangka terintegrasi yang diusulkan oleh Ebner et al, kompetisi ide dan komunitas virtual dikombinasikan untuk merealisasikan potensi dari kecerdasan kolektif partisipan, terutama dalam riset dan pengembangan sumber terbuka, dengan lebih baik.[165] Dalam teori manajemen, penggunaan kecerdasan kolektif dan crowd sourcing dalam isu-isu kuantitatif mengarah pada inovasi dan jawaban-jawaban yang sangat kokoh.[166] Karena itu, penggunaan kecerdasan kolektif dan urun daya dalam permasalahan ekonomi tidak selalui mengarah kepada solusi terbaik, tapi kepada, solusi baik yang stabil.
Koordinasi dalam tipe tugas yang berbeda-beda
Aksi kolektif memerlukan kadar koordinasi yang berbeda berdasarkan kompleksitas suatu tugas. Bentuk tugas beragam, mulai dari yang sederhana dan independen yang tidak membutuhkan koordinasi, sampai yang kompleks di mana banyak individu saling membutuhkan (interdependen) dan memerlukan koordinasi untuk mengerjakannya. Pada sebuah artikel yang ditulis oleh Kittur, Lee, dan Kraut, mereka mengenalkan sebuah masalah dalam kooperasi: "Ketika suatu tugas membutuhkan koordinasi karena sifatnya yang inderdependen, banyaknya kontributir dapat meningkatkan process losses, mengurangi efektivitas dari kelompok tersebut sampai di bawah apa yang satu anggota dapat capai secara optimal". Memiliki tim yang terlalu besar dapat mengurangi efektivitas ketika kontributor ekstra meningkatkan kebutuhan sumber daya. Pada akhirnya, biaya keseluruhan dari koordinasi dapat melebihi biaya lainnya.
Kecerdasan kolektif kelompok adalah sifat yang muncul dari koordinasi secara bawah-ke-atas dan atas-ke-bawah. Pada proses bawah-ke-atas, perbedaan karakteristik dari semua anggota dilibatkan dalam pengembangan koordinasi. Proses atas-ke-bawah lebih ketat dan ditetapkan dengan norma, struktur dan rutinitas kelompok mengembangkan kerja kolektif kelompok dengan caranya sendiri.[37]
Pandangan alternatif
Sebuah alat untuk melawan pelestarian-diri
Tom Atlee merefleksikan bahwa meskipun manusia memiliki kemampuan bawaan untuk mengumpulkan dan menganalisa data, mereka dipengaruhi oleh budaya, edukasi, dan institusi sosial. Seorang manusia cenderung untuk membuat pilihan yang didorong oleh pelestarian-diri. Karena itu, tanpa kecerdasan kolektif, manusia akan menuju kepunahan dengan sendirinya karena kemauan egois mereka.[38]
Pemisahan dari IQisme
Phillip Brown dan Hugh Lauder mengutip Bowles dan Gintis (1976) bahwa untuk mendefinisikan kecerdasan kolektif, sangat penting untuk memisahkan antara "kecerdasan" dengan IQisme.[167] Mereka berargumen bahwa kecerdasan adalah suatu capaian yang hanya dapat dikembangkan jika diizinkan.[167] Sebagai contoh, kelompok dari lapisan masyarakat bawah amat terbatas dalam mengumpulkan dan mengagregasikan kecerdasan mereka. Hal ini terjadi karena para elit takut bahwa kecerdasan kolektif memberikan keyakinan untuk memberontak. Jika tidak ada kapasitas dan hubungan seperti itu, tidak ada infrastruktur di mana kecerdasan kolektif dapat dibangun. Hal ini menunjukkan betapa kuatnya kecerdasan kolektif jika dibiarkan untuk berkembang.[167]
Pandangan kecerdasan tiruan
Para skeptis, terutama yang kritis terhadap kecerdasan tiruan dan lebih condong untuk percaya pada resiko cedera tubuh dan aksi tubuh adalah dasar persatuan antar manusia, lebih menekankan pada kapasitas suatu kelompok untuk beraksi dan menahan kemalangan sebagai suatu mobilisasi massa yang cair, menahan cedera sebagaimana tubuh menahan hialngnya beberapa sel tubuh.[168][169] Alur pemikiran ini paling jelas pada gerakan anti-globalisasi dan dicirikan oleh karya John Zerzan, Carol Moore, dan Starhawk yang biasanya tidak suka akademia.[168][169] Para teoris ini lebih suka untuk merujuk kepada kebijaksaan kolektif dan ekologis dan peran dari proses konsensus dalam membuat perbedaan ontologis daripada bentuk "kecerdasan" lain, yang menurut pendapat mereka tidak ada, atau hanya sekedar "kecerdikan".[168][169]
Kritik keras pada kecerdasan buatan dengan alasan etis kemungkinan untuk mempromosikan metode pembangunan kebijaksanaan kolektif, seperti tribalisme baru dan Gaians.[170] Apakah hal-hal tersebut dapat dikatakan sebagai sistem kecerdasan kolektif masih merupakan tanda tanya. Beberapa, seperti Bill Joy, hanya mengharapkan untuk menghindari segala bentuk kecerdasan tiruan otomatis dan rela untuk bekerja dalam kecerdasan kolektif demi menghilangkan segala kemungkinan ceruk untuk kecerdasan tiruan.[171]
^Lévy, Pierre (2007). "Société du savoir et développement humain". Dalam Imbert, Patrick. Le Canada et la société des savoirs. Enjeux sociaux et culturels dans une société du savoir (dalam bahasa Prancis). hlm. 115–175.
^ abWolpert, David H.; Tumer, Kagan; Frank, Jeremy (1999-05-10). "Using Collective Intelligence to Route Internet Traffic". Dalam M. Kearns; S. Solla; D. Cohn. Advances in Information Processing Systems. 11. MIT Press. arXiv:cs/9905004.
^Ng, A.Y.; Harada, D.; Russell, S.J. (1999). "Policy Invariance Under Reward Transformations: Theory and Application to Reward Shaping". ICML '99 Proceedings of the Sixteenth International Conference on Machine Learning. Morgan Kaufmann Publishers. hlm. 278–287. CiteSeerX10.1.1.30.9261. ISBN1558606122.
^Deary, Ian J.; Spinath, Frank M.; Bates, Timothy C. (2006-01-01). "Genetics of intelligence". European Journal of Human Genetics. 14 (6): 690–700. doi:10.1038/sj.ejhg.5201588. PMID16721405.
^Apperly, Ian A. (2012-05-01). "What is "theory of mind"? Concepts, cognitive processes and individual differences". The Quarterly Journal of Experimental Psychology. 65 (5): 825–839. doi:10.1080/17470218.2012.676055. PMID22533318.
^Flavell, J. H. (1999-01-01). "Cognitive development: children's knowledge about the mind". Annual Review of Psychology. 50: 21–45. doi:10.1146/annurev.psych.50.1.21. PMID10074674.
^Heyes, Cecilia M.; Frith, Chris D. (2014-06-20). "The cultural evolution of mind reading". Science. 344 (6190): 1243091. doi:10.1126/science.1243091. PMID24948740.
^Hallerbäck, Maria Unenge; Lugnegård, Tove; Hjärthag, Fredrik; Gillberg, Christopher (2009-03-01). "The Reading the Mind in the Eyes Test: Test–retest reliability of a Swedish version". Cognitive Neuropsychiatry. 14 (2): 127–143. doi:10.1080/13546800902901518. PMID19370436.
^ abcKim, Y. J.; Engel, D.; Woolley, A. W.; Lin, J.; McArthur, N.; Malone, T. W. (2015). "Work together, play smart: Collective intelligence in League of Legends teams". Paper Presented at the 2015 Collective Intelligence Conference, Santa Clara, CA.
^ abcAggarwal, I.; Woolley, A. W.; Chabris, C. F.; Malone, T. W. (2015). "Cognitive diversity, collective intelligence, and learning in teams". Paper Presented at the 2015 Collective Intelligence Conference, Santa Clara, CA.
^Kozhevnikov, M.; Evans, C.; Kosslyn, S. M. (2014). "Cognitive style as environmentally sensitive individual differences in cognition: A modern synthesis and applications in education, business, and management". Psychological Science in the Public Interest. 15 (1): 3–33. doi:10.1177/1529100614525555. PMID26171827.
^Scudellari, Megan (2018-09-13). "AI-Human "Hive Mind" Diagnoses Pneumonia". IEEE Spectrum: Technology, Engineering, and Science News. Diarsipkan dari versi asli tanggal 20 July 2019. Diakses tanggal 2019-07-20.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
^ abEngel, David; Woolley, Anita Williams; Aggarwal, Ishani; Chabris, Christopher F.; Takahashi, Masamichi; Nemoto, Keiichi; Kaiser, Carolin; Kim, Young Ji; Malone, Thomas W. (2015-01-01). "Collective Intelligence in Computer-Mediated Collaboration Emerges in Different Contexts and Cultures". Proceedings of the 33rd Annual ACM Conference on Human Factors in Computing Systems. CHI '15. New York, NY, US: ACM. hlm. 3769–3778. doi:10.1145/2702123.2702259. ISBN9781450331456.
^ abcdAggarwal, I.; Woolley, A.W. (2014). "The effects of cognitive diversity on collective intelligence and team learning". Symposium Presented at the 50th Meeting of the Society of Experimental Social Psychology, Columbus, OH.
^"Collective Intelligence 2016". sites.google.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 5 August 2016. Diakses tanggal 2016-04-27.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
^Strenze, Tarmo (2007-09-01). "Intelligence and socioeconomic success: A meta-analytic review of longitudinal research". Intelligence. 35 (5): 401–426. doi:10.1016/j.intell.2006.09.004.
^Hedden, Trey; Gabrieli, John D. E. (2004-02-01). "Insights into the ageing mind: a view from cognitive neuroscience". Nature Reviews. Neuroscience. 5 (2): 87–96. doi:10.1038/nrn1323. PMID14735112.
^ abShipstead, Zach; Redick, Thomas S; Engle, Randall W. (2010-10-01). "Does working memory training generalize?". Psychologica Belgica. 50 (3–4): 245. doi:10.5334/pb-50-3-4-245.
^ abBuschkuehl, M.; Jaeggi, S.M. (2010). "Improving intelligence a literature review". Swiss Medical Weekly. 140 (19): 266–72. doi:10.4414/smw.2010.12852. PMID20349365.
^Black, Jessica; Barnes, Jennifer L. (2015). "Fiction and social cognition: The effect of viewing award-winning television dramas on theory of mind". Psychology of Aesthetics, Creativity, and the Arts. 9 (4): 423–429. doi:10.1037/aca0000031.
^Malone, T. W.; Bernstein, M.S. (2015). Handbook of Collective Intelligence. Cambridge, MA: MIT Press.
^Horn, J. (1989). Models of intelligence. In R.L. Linn (Ed.), Intelligence: Measurement, theory, and public policy (pp. 29–73). Urbana, IL: University of Illinois Press.
^Johnson, Wendy; Bouchard Jr., Thomas J. (2005-07-01). "The structure of human intelligence: It is verbal, perceptual, and image rotation (VPR), not fluid and crystallized". Intelligence. 33 (4): 393–416. doi:10.1016/j.intell.2004.12.002.
^ abJensen, M.C (1967). "The Performance of Mutual Funds in the Period 1945–1964". Journal of Finance. 23 (2): 389–416. doi:10.1111/j.1540-6261.1968.tb00815.x.
^ abBonabeau, E (2009). "The power of collective intelligence". MIT Sloan Management Review. 50: 45–52. ProQuest224962498.
^Malone, Thomas W.; Laubacher, Robert; Dellarocas, Chrysanthos (2009-02-03). Harnessing Crowds: Mapping the Genome of Collective Intelligence (Laporan). Rochester, NY: Social Science Research Network. MIT Sloan Research Paper No. 4732-09.
^Lévy, Pierre (2007). "Société du savoir et développement humain". Dalam Imbert, Patrick. Le Canada et la société des savoirs. Enjeux sociaux et culturels dans une société du savoir (dalam bahasa Prancis). hlm. 115–175.
^Scardamalia, Marlene; Bereiter, Carl (1994-07-01). "Computer Support for Knowledge-Building Communities". Journal of the Learning Sciences. 3 (3): 265–283. doi:10.1207/s15327809jls0303_3.
^Amherst News Citizen Record, 17 March 2016. "Community creation taking place in Oxford". 2016. Diarsipkan dari versi asli tanggal 6 October 2016. Diakses tanggal 1 October 2016.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
^Oxford Regional Education Centre"Nexus OREC". 2016. Diarsipkan dari versi asli tanggal 6 October 2016. Diakses tanggal 1 October 2016.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
^ abMillen, David R.; Feinberg, Jonathan; Kerr, Bernard (2006-01-01). "Dogear". Proceedings of the SIGCHI Conference on Human Factors in Computing Systems. CHI '06. New York, NY, US: ACM. hlm. 111–120. doi:10.1145/1124772.1124792. ISBN978-1595933720.
^Fu, Wai-Tat (2008). "The microstructures of social tagging: A rational model". Proceedings of the 2008 ACM conference on Computer supported cooperative work. ACM Transactions on Computer-Human Interaction. hlm. 229–238. doi:10.1145/1460563.1460600. ISBN9781605580074.
^Fu, Wai-Tat (August 2009). "A Semantic Imitation Model of Social Tag Choices". 2009 International Conference on Computational Science and Engineering. hlm. 66–72. doi:10.1109/CSE.2009.382. ISBN978-1-4244-5334-4.
^Harry Halpin, Valentin Robu, Hana Shepherd The Complex Dynamics of Collaborative Tagging, Proceedings 6th International Conference on the World Wide Web (WWW'07), Banff, Canada, pp. 211–220, ACM Press, 2007.
^Bray, DA & Konsynski, BR, 2007, Virtual Worlds, Virtual Economies, Virtual Institutions, viewed 10 October 2008, p. 1-27 <http://ssrn.com/abstract=962501>
^Gosney, J.W, 2005, Beyond Reality: A Guide to Alternate Reality Gaming, Thomson Course Technology, Boston.
^"Digital Photography Review". dpreview.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 9 December 2016. Diakses tanggal 2016-12-07.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
^Flew, Terry; Humphreys, Sal (2005). "Games: Technology, Industry, Culture". Dalam Flew, Terry. New Media: An Introduction (edisi ke-2nd). South Melbourne: Oxford University Press. hlm. 101–114.
^ abVera, Dusya; Crossan, Mary (2004-06-01). "Theatrical Improvisation: Lessons for Organizations". Organization Studies. 25 (5): 727–749. doi:10.1177/0170840604042412.
^Sawyer, R. Keith (2004-06-01). "Improvised lessons: collaborative discussion in the constructivist classroom". Teaching Education. 15 (2): 189–201. doi:10.1080/1047621042000213610.
^Jan Marco Leimeister, Michael Huber, Ulrich Bretschneider, Helmut Krcmar (2009): Leveraging Crowdsourcing: Activation-Supporting Components for IT-Based Ideas Competition. In: Journal of Management Information Systems (2009), Volume: 26, Issue: 1, Publisher: M.E. Sharpe Inc., Pages: 197–224, ISSN0742-1222, DOI:10.2753/MIS0742-1222260108 , Winfried Ebner; Jan Marco Leimeister; Helmut Krcmar (2009): Community Engineering for Innovations – The Ideas Competition as a method to nurture a Virtual Community for Innovations. In: R&D Management, 39 (4), pp 342–356 DOI:10.1111/j.1467-9310.2009.00564.x
^ abcMoore, Jason W. (2001-01-01). Arrighi, Giovanni; Silver, Beverly J., ed. "Globalization in Historical Perspective". Science & Society. 65 (3): 386–397. doi:10.1521/siso.65.3.386.17767. JSTOR40403938.
^"metamorphoptics". Metamorphoptics. Diarsipkan dari versi asli tanggal 13 December 2016. Diakses tanggal 2016-12-12.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
^Joy, Bill. "Why the Future Doesn't Need Us". WIRED. Diarsipkan dari versi asli tanggal 4 December 2016. Diakses tanggal 2016-12-12.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
Brown, Philip; Lauder, Hugh (2001). "Collective intelligence". In Brown; Lauder (eds.). Capitalism and social progress: the future of society in a global economy. Palgrave. ISBN 9780333985380.
Fadul, Jose A. (2009). "Collective Learning: Applying Distributed Cognition for Collective Intelligence". The International Journal of Learning. 16 (4): 211–220. doi:10.18848/1447-9494/cgp/v16i04/46223.
"The World Factbook". Central Intelligence Agency. 2008. Retrieved 3 September 2008.
Fladerer, Johannes-Paul (2019). The Wisdom of the Many: How to create Self-Organisation and how to use Collective Intelligence in Companies and in Society From Management to ManagemANT. Norderstedt: BoD. ISBN 978-3750422421.
Hamann, Heiko (2018). Swarm Robotics: A Formal Approach. Springer. ISBN 9783319745282.
Hofstadter, Douglas (1979). Gödel, Escher, Bach: an Eternal Golden Braid. Basic Books. ISBN 978-0-465-02656-2.
Leimeister, Jan Marco (2010). "Intelligence". Business & Information Systems Engineering. 2 (4): 245–8. doi:10.1007/s12599-010-0114-8. S2CID 7575575. Archived from the original on 26 July 2011.
Leiner, Barry; Cerf, Vinton; Clark, David; Kahn, Robert; Kleinrock, Leonard; Lynch, Daniel; Postel, Jon; Roberts, Larry; Wolff, Stephen (2003). A Brief History of the Internet (Report). Version 3.32. Retrieved 3 September 2008.
Noubel, Jean-François (2007). "Collective Intelligence: the Invisible Revolution".
Por, George (1995). "The Quest for Collective intelligence". In K. Gozdz (ed.). Community Building: Renewing Spirit and Learning in Business. San Francisco: New Leaders Press. ISBN 9780963039057.
Rheingold, Howard (2007). Smart Mobs: The Next Social Revolution. Hachette. ISBN 9780465004393.
Ron, Sun, ed. (2006). Cognition and Multi-Agent Interaction. Cambridge University Press. ISBN 9780521839648.
Rosenberg, L. (2015). "Human Swarms, a real time method for Collective Intelligence" (PDF). Proceedings of the European Conference on Artificial Life (ECAL 2015). pp. 658–9.
Riedl, Christoph; Blohm, Ivo; Leimeister, Jan Marco; Krcmar, Helmut (2010). "Rating Scales for Collective Intelligence in Innovation Communities: Why Quick and Easy Decision Making Does Not Get It Right" (PDF). Thirty First International Conference on Information Systems, St. Louis 2010. Archived from the original (PDF) on 19 July 2011.
Radakov, Dmitriĭ Viktorovich (1973). Schooling in the ecology of fish. Wiley. ISBN 9780470704820.
Raven, Jean, ed. (2008). Uses and Abuses of Intelligence. Unionville (NY): Royal Fireworks Press. ISBN 978-0-89824-356-7.
Chowdhury, Soudip Roy; Rodriguez, Carlos; Daniel, Florian; Casati, Fabio (2010). Wisdom-aware computing: on the interactive recommendation of composition knowledge. Icsoc'10. pp. 144–155. ISBN 9783642193934.
Diasio, S.R.; Agell, N. (2009). "The evolution of expertise in decision support technologies: A challenge for organizations". 13th International Conference on Computer Supported Cooperative Work in Design. pp. 692–7. doi:10.1109/CSCWD.2009.4968139. ISBN 978-1-4244-3534-0. S2CID 14678705.
Kaiser, C.; Kröckel, J.; Bodendorf, F. (2010). "Swarm Intelligence for Analyzing Opinions in Online Communities". Proceedings of the 43rd Hawaii International Conference on System Sciences. pp. 1–9. doi:10.1109/HICSS.2010.356. ISBN 978-1-4244-5509-6. S2CID 10383747.Templat:Knowledge management