Otak global (dalam bahasa Inggris: Global brain) adalah sebuah metafora untuk jaringan komputer pengantar informasi dan komunikasi planet yang saling menghubungkan seluruh manusia dan peralatan teknologisnya masing-masing. Seiring berjalannya waktu, jaringan ini menyimpan banyak informasi, mengambil begitu banyak fungsi koordinasi dan komunikasi yang sebelumnya dijalankan organisasi tradisional, dan menjadi amat cerdas, jaringan ini pun semakin mengambil peran sebagai otak bagi planet Bumi.
Konsep dasar
Pendukung hipotesis otak global mengklaim bahwa internet semakin lama semakin mengikat para penggunanya menjadi satu sistem pemroses informasi yang berfungsi sebagai sebagian dari sistem saraf kolektif planet Bumi. Kecerdasan jaringan ini bersifat kolektif atau tersebar, tidak terpusat atau terlokalkan pada satu individu, organisasi, maupun sistem komputer tertentu. Dengan demikian, tidak ada pihak yang dapat mengendalikannya. Jaringan ini justru mengorganisir dirinya sendiri, atau muncul, dari analisis jaringan dinamis pada interaksi antarkomponennya. Ini adalah sebuah sifat yang sering disematkan pada sistem adaptif kompleks.[1]
Ruang informasi world wide web, secara khusus, berstruktur mirip dengan otak biologis: laman-lamannya (yang berperan seperti neuron) terhubung dengan pranala (yang berperan sebagai sinapsis), menciptakan jaringan asosiatif yang dapat menghantarkan informasi.[2] Analogi ini diperkuat dengan kehadiran media sosial seperti Facebook. Pada situs tersebut, tautan antara laman pribadi mewakili pertemanan dalam sebuah jaringan sosial yang dapat menghantarkan informasi dari seorang manusia ke manusia lainnya.[3]
Sejarah
Walau beberapa konsep dasarnya telah disampaikan oleh Nikola Tesla pada akhir abad ke-19, dan sudah ditulis oleh banyak pihak sebelumnya, istilah "otak global" dituliskan pertama kali pada tahun 1982 oleh Peter Russell dalam bukunya The Global Brain.[4] Rencana agar internet dapat dikembangkan untuk menjadi otak global pun baru dikembangkan pada tahun 1986.[5] Artikel pertama mengenai topik ini yang telah melalui penelaahan sejawat adalah oleh Gottfried Mayer-Kress pada tahun 1995,[6] sementara itu algoritme pertama yang dapat mengubah world wide web menjadi sebuah jaringan inteligensi kolektif dikembangkan oleh Francis Heylighen dan Johan Bollen pada tahun 1996.[2][7]
Setelah memperhatikan berbagai aliran sejarah intelektual yang berkontribusi terhadap hipotesis otak global, Francis Heylighen berhasil membuat empat kategori berbeda: "organikisme", "ensiklopedisme", "emergentisme", serta "sibernetika evolusioner". Ia menyatakan bahwa keempat konsep ini pada awalnya berkembang relatif secara mandiri, namun kini menyatu dalam rumusan ilmiah masing-masing.[8]
Organikisme
Pada abad ke-19, sang sosiolog Herbert Spencer memandang masyarakat sebagai sebuah organisme sosial dan memperkirakan kebutuhannya akan suatu sistem saraf. Ahli serangga William Wheeler mengembangkan konsep bahwa sebuah koloni semut adalah satu organisme yang terkembang dalam ruang. Pada tahun 1930an, Wheeler menciptakan istilah superorganisme untuk menggambarkan entitas demikian.[9] Konsep ini kemudian digunakan oleh pemikir seperti Gregory Stock dalam bukunya, Metaman, dan Joel de Rosnay, untuk menggambarkan masyarakat planet sebagai sebuah superorganisme.
Aspek mental sistem organik seperti ini, dalam level planet, pertama kali dijelaskan secara umum oleh seorang paleontologis dan pendeta Jesuit bernama Pierre Teilhard de Chardin. Pada tahun 1945, ia memperkirakan akan adanya "planetisasi" kemanusiaan, yang ia saksikan sebagai fase berikutnya dalam pemercepatan "sosialisasi" kemanusiaan. Teilhard menggambarkan bahwa baik sosialisasi dan planetisasi adalah proses-proses perkembangan makrobiologis yang tidak dapat dimundurkan maupun dikekang. Perkembangan ini kemudian akan berakhir dengan munculnya noosfer, atau pikiran global (lihat "emergentisme" di bawah).[10]
Teori sistem hidup yang lebih baru menggambarkan organisme dan sistem sosial sebagai suatu "subsistem kritis" ("organ") yang harus dipertahankan agar tetap dapat hidup, seperti sistem transportasi internal, sumber daya, serta sistem pembuatan keputusan. Teori ini telah menginspirasi beberapa pemikir, termasuk Peter Russell dan Francis Heylighen, dan membuat mereka berpikir bahwa otak global adalah semacam jaringan subsistem pemroses informasi untuk sistem sosial planet.
Ensiklopedisme
Perspektif ensiklopedisme lebih mengedepankan pembangunan sebuah jaringan pengetahuan universal. Percobaan sistematis pertama untuk membangun sebuah sistem terintegrasi atas pengetahuan dunia adalah Encyclopédie yang dikembangkan Denis Diderot dan Jean le Rond d'Alembert di abad ke-18. Namun demikian, pada akhir abad ke-19, jumlah pengetahuan sudah terlalu banyak untuk dikumpulkan dalam satu jilid sintetis. Untuk menyelesaikan masalah ini, Paul Otlet mengembangkan ilmu dokumentasi, yang kini disebut sebagai ilmu informasi. Pada tahun 1930an, Otlet membayangkan sebuah sistem asosiasi antardokumen dan antartelekomunikasi yang mirip seperti world wide web, yang akan menyediakan seluruh pengetahuan dunia kepada semua orang dengan segera. H.G. Wells menggambarkan suatu ide yang mirip, yaitu ensiklopedia dunia yang dikembangkan secara kolektif, yang ia sebut sebagai "otak dunia". Otak dunia akan berfungsi sebagai sebuah memori planet yang terus-menerus diperbarui.
Tim Berners-Lee, penemu world wide web, pun terinspirasi oleh kemungkinan asosiasi bebas otak. Otak dapat menyambungkan jenis-jenis informasi yang berbeda tanpa kaitan yang sebelumnya tampak. Berners-Lee berpikir bahwa komputer mungkin akan lebih berguna jika dapat mengimitasi fungsi ini (membuat tautan antara jenis informasi apa pun).[11] Implementasi ensiklopedisme yang paling kuat, hingga saat ini, adalah Wikipedia, yang mengintegrasikan kekuatan asosiatif world wide web dengan kecerdasan intelektual kolektif jutaan kontributornya dan mendekati ideal memori global.[8]
Emergentisme
Pendekatan ini lebih berfokus pada aspek-aspek yang "muncul" (bahasa Inggris: emergent) dari evolusi dan perkembangan kerumitan, yaitu termasuk di dalamnya adalah aspek spiritual, psikologis, serta moral-etis dari sebuah otak global. Saat ini, bidang ini masih sungguh abstrak dan spekulatif. Dalam pandangan ini, otak global dipandang sebagai sebuah proses perkembangan evolusi planet yang alamiah dan "muncul begitu saja". Dalam bidang ini pula Pierre Teilhard de Chardin mencoba untuk mensintesa ilmu pengetahuan, nilai sosial, serta agama, dalam bukunya, The Phenomenon of Man, tempat ia menuliskan bahwa telos (dorongan, tujuan) dari proses evolusioner universal adalah pengembangan tingkat kompleksitas serta kesadaran yang lebih tinggi. Teilhard menyatakan bahwa apabila kehidupan mampu bertahan, maka planetisasi, sebagai sebuah proses biologis yang menciptakan otak global, akan perlu juga memproduksi pikiran global, sebuah tingkatan kesadaran planet baru dan jaringan pikiran yang dibantu oleh teknologi yang ia sebut sebagai noosfer. Lapisan teknologis yang diimpikan Teilhard untuk noosfer ini dapat dikaitkan dengan perkembangan internet dan web.[12]
Fisikawan serta filsuf Peter Russell pun menggambarkan sebuah pandangan yang mirip, dan menekankan pentingnya perkembangan spiritual pribadi untuk menciptakan dan mencapai sinergi dengan dimensi spiritual superorganisme yang akan hadir. Pandangan ini paling dekat di hati kaum New Age, yang menekankan pertumbuhan kesadaran dan bukan pembangunan ilmiah atau implementasi sistem teknologis atau sosial.
Sibernetika evolusioner
Para teoris sistem serta sibernetikis biasanya menggambarkan kemunculan sistem tingkat tinggi dalam sebuah perkembangan evolusioner sebagai "transisi metasistem" (sebuah konsep yang dikenalkan oleh Valentin Turchin) atau "transisi evolusioner besar".[13] Termasuk dalam metasistem ini adalah sekelompok subsistem yang bekerja bersama dalam cara yang terkoordinasi dan berorientasi pada sasaran. Dengan demikian, metasistem ini lebih kuat daripada sistem-sistem pembangunnya. Francis Heylighen berargumen bahwa otak global adalah sebuah metasistem yang sedang muncul, dengan memperhatikan tingkat kecerdasan intelektual masing-masing manusia. Ia pun sedang menginvestigasi mekanisme evolusioner khusus yang menciptakan transisi ini.[14]
Dalam skenario ini, internet mengambil peran sebagai jaringan "saraf" yang saling menghubungkan semua subsistem dan dengan demikian mengoordinasikan seluruh aktivitasnya. Pendekatan sibernetika ini memungkinkan pengembangan model serta simulasi matematis yang menggambarkan proses organisasi diri yang memunculkan koordinasi serta kecerdasan intelektual kolektif ini.
Perkembangan terkini
Pada tahun 1994, Kevin Kelly dalam bukunya Out of Control: The New Biology of Machines, Social Systems, and the Economic World, menyatakan kemungkinan kemunculan kesadaran kolektif dari diskusi sibernetika dan biologi evolusioner.[15]
Pada tahun 1996, Francis Heylighen dan Ben Goertzel mendirikan kelompok Global Brain, sebuah forum diskusi yang berisi sebagian besar peneliti yang bekerja dalam bidang otak global, untuk meneliti fenomena ini lebih jauh. Kelompok ini pertama kali mengorganisir konferensi internasional mereka pada topik yang sama pada tahun 2001, di Vrije Universiteit Brussel.
Setelah beberapa lama tidak dibahas kembali, konsep otak global akhir-akhir ini kembali mendapat minat para peneliti, sebagian besar atas diskusi-diskusi yang dikembangkan oleh Tim O'Reilly, seorang peramal internet yang memopulerkan istilah Web 2.0,[16] dan Yuri Milner, seorang investor media sosial.[17] Di bulan Januari 2012, Institut Otak Global (bahasa Inggris: Global Brain Institute) didirikan di Vrije Universiteit Brussel untuk mengembangkan sebuah teori matematis atas penyebaran informasi di internet yang dinyatakan "mirip struktur otak". Pada tahun yang sama, Thomas W. Malone dan rekan dari Pusat Kecerdasan Kolektif MIT mulai meneliti cara untuk "memprogram" otak global ini agar lebih efektif[18] dengan menggunakan berbagai mekanisme kecerdasan intelektual kolektif. Ilmuwan kompleksitas, Dirk Helbing, serta kelompok NervousNet yang ia dirikan, kini mulai mengembangkan sebuah "Sistem Saraf Planet". Termasuk di dalamnya adalah sebuah "Wahana Partisipasi Global" sebagai bagian dari sebuah proyek besar FuturICT. Semua usaha ini didirikan dengan latar mengembangkan otak global.[19]
Kritik
Sebuah kritik yang sering dilontarkan mengenai konsep bahwa kemanusiaan akan diarahkan oleh otak global adalah bahwa hal ini akan mengurangi diversitas serta kebebasan individual.[20] dan mengarah pada pengawasan/mata-mata massal.[21] Kritik semacam ini terinspirasi oleh bentuk-bentuk pemerintahan totaliter, seperti yang dicontohkan oleh karakter George Orwell, "Big Brother". Kritik semacam ini juga terinspirasi oleh analogi antara kecerdasan intelektual kolektif dan kecerdasan intelektual berkelompok serta masyarakat serangga, seperti sarang lebah dan koloni semut, yang di dalamnya setiap individu dapat digantikan dengan individu yang lain. Dalam pandangan yang lebih ekstrem, ide otak global ini telah dimirip-miripkan dengan Borg (Star Trek),[22] ras cyborg yang berpikir secara kolektif yang dibayangkan oleh para pencipta seri fiksi ilmiah Star Trek.
Para peneliti otak global membalas dengan menyatakan bahwa kehadiran kecerdasan intelektual yang tersebar akan mengantarkan pada kondisi yang sama sekali berlawanan dengan apa yang dibayangkan para kritik tersebut.[23][24] Alasannya adalah bahwa kecerdasan intelektual kolektif memerlukan perbedaan pendapat, desentralisasi, serta kemerdekaan individual, seperti yang digambarkan oleh James Surowiecki dalam bukunya The Wisdom of Crowds. Selain itu, bentuk penciptaan keputusan yang lebih tersebar akan mengurangi kekuatan pemerintah, korporasi, serta pimpinan politik, dan dengan demikian memperluas partisipasi demokratis serta mengurangi bahaya kendali totaliter.
^Russell, P. (1983). The Global Brain: speculations on the evolutionary leap to planetary consciousness. Los Angeles: JP Tarcher.
^Andrews, D. (February 1986). "Information routeing groups – Towards the global superbrain: or how to find out what you need to know rather than what you think you need to know". Journal of Information Technology. 1 (1): 22–35. doi:10.1057/jit.1986.5.
^Heylighen, Francis (2002). "Das Globale Gehirn als neue Utopia"(PDF). Dalam Maresch, R.; Rötzer, F. Renaissance der Utopie. Frankurt: Suhrkamp. Diarsipkan dari versi asli(PDF) tanggal 2016-04-17. Diakses tanggal 2016-10-29.Parameter |trans_chapter= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)