Huta Siallagan sudah ada sejak lama, akan tetapi proses pembangunan berkelanjutan sebagai objek wisata belum dilakukan sepenuhnya. Tahun 2019, presiden IndonesiaJoko Widodo bersama istrinya Iriana Joko Widodo, melakukan kunjungan ke kawasan ini. Kemudian, Joko Widodo menginstruksikan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Basuki Hadimuljono, agar melakukan revitalisasi.[4] Joko Widodo mengatakan bahwa Huta Siallagan sudah dikelilingi oleh bangunan-bangunan modern, sementara Huta Siallagan tidak tertata baik, sehingga perlu diperbaiki.[2]
Huta Siallagan dibangun pada masa pemerintahan pemimpin Huta pertama, yakni Raja Laga Siallagan. Setelah itu dilanjutkan oleh pewarisnya yakni Raja Hendrik Siallagan, hingga keturunan Raja Ompu Batu Ginjang Siallagan. Saat ini, sejumlah keturunan dari Raja Siallagan masih berada di sini, khususnya di desa Siallagan Pinda Raya, di mana Huta Siallagan berada. Makam nenek moyang mereka juga masih bisa ditemukan di Huta Siallagan.[3]
Revitalisasi
Penataan ulang mulai dilakukan tahun 2020 hingga tahun 2021. Penataan yang dilakukan meliputi revitaliasi Ruma Bolon Eksisting, Ekstensi Ruma Bolon, pembangunan Ruma Bolon yang baru, pembangunan pusat suvenir, perbaikan Batu Persidangan, perbaikan Sopo Anting, dan penambahan sarana dan prasarana pendukung lainnya.[4]
Luas Huta Siallagan sekitar 11.000 meter persegi yang dikelilingi oleh tembokbatu berukuran 1,5 hingga 2 meter. Bangunan tembok atau dindingnya terbuat dari batu dengan struktur rapi. Tembok itu sendiri pernah dilengkapi dengan benteng pertahanan dan bambu runcing untuk melindungi desa dari binatang buas dan juga serangan dari suku lain.[3]
Memasuki kawasan Huta Siallagan, sejumlah rumah adat Batak Rumah Bolon dan Sopo akan ditemukan di tempat ini. Sementara bangunan yang menjadikan Huta Siallagan istimewa adalah adanya sekumpulan kursi batu besar yang dipahat melingkari meja batu. Kumpulan artefak furnitur batu ini disebut Batu Parsidangan atau Batu Persidangan, yang artinya “Batu untuk Pertemuan dan Ujian”. Batu-batu ini diyakini sudah berusia lebih dari 200 tahun. Kemudian, di tengah-tengah Huta Siallagan terletak pohon Hariara (Tin atau Ara), pohon ini dianggap sebagai pohon suci oleh orang warga sekitar.[3]
Pada zaman dulu, Batu Persidangan menjadi tempat mengadili pelaku kejahatan. Kejahatan yang dimaksud diantaranya mencuri, membunuh, memperkosa, dan juga menjadi mata-mata musuh. Kejahatan ringan, maka pelaku akan diberikan sangsi berupa hukuman pasung. Sementara kejahatan berat maka pelaku dapat dijatuhi hukuman pancung. Hari pelaksaan penghukuman dilakukan ketika si pelaku dalam keadaan lemah. Pelaku kejahatan pada masa itu, umumnya dilakukan oleh penduduk yang memiliki ilmu hitam.[5]
Festival Batu Parsidangan
Pada 6 November 2021 diadakan Festival Batu Parsidangan yang mempertunjukkan drama kolosal Raja Siallagan. Drama tersebut diperankan oleh warga desa setempat. Adegan dilakukan dari sepanjang pelabuhan Siallagan Pindaraya hingga di Huta Siallagan. Pertunjukan dapat disaksikan langsung di Huta Siallagan dan juga disiarkan melalui Youtube[6].