Pedagang Inggris telah ada di perairan Melayu sejak abad ke-17. Tetapi, dengan kedatangan Britania, kekuasaan Eropa menjadi terlihat jelas di Malaysia. Sebelum pertengahan abad ke-19, ketertarikan Inggris akan wilayah itu didominasi faktor ekonomi, hanya sedikit ketertarikan akan kendali teritorial. Peningkatan perdagangan Tiongkok dengan kapal-kapal Britania menambah keinginan Perusahaan Hindia Timur Britania untuk memiliki pangkalan di wilayah itu. Untuk tujuan itu, berbagai pulau digunakan, tapi akuisisi permanen pertama adalah Penang, disewa dari Sultan Kedah pada tahun 1786. Hal ini segera diikuti dengan penyewaan satu blok wilayah di daratan seberang Penang (dikenal sebagai Provinsi Wellesley). Pada tahun 1795, selama Peperangan era Napoleon, Britania dengan persetujuan Belanda menduduki Melaka untuk mencegah masuknya Prancis pada masa depan di wilayah itu.
Pada tahun 1824, hegemoni Britania di Malaya (sekarang Malaysia) diformalkan dengan Perjanjian Anglo-Belanda, yang membagi kepulauan Melayu antara Britania dan Belanda. Belanda keluar dari Melaka dan meninggalkan semua kepentingan di Malaya, sementara Britania mengakui kekuasaan belanda atas seluruh Hindia Belanda.Tahun 1826 Britania telah mengendalikan Penang, Malaka, Singapura, dan Pulau Labuan, yang mereka tetapkan sebagai koloni mahkota Negeri-Negeri Selat, awalnya diperintah oleh Perusahaan Hindia Timur hingga tahun 1867, kemudian dialihkan ke Kantor Kolonial di London. Di sisi lain, Raja Putih (yang didirikan oleh penjelajah Britania James Brooke) memerintah Sarawak dari tahun 1841 hingga 1946. Sarawak kemudian menjadi sebuah Koloni Mahkota Britania hingga bergabung dengan Malaysia pada tahun 1963.
Pada tahun 1944, Inggris menyiapkan rencana untuk pembentukan Uni Malaya, yang akan menyatukan Negeri-Negeri Melayu Bersekutu dan Tidak Bersekutu, tapi tidak termasuk Singapura, menjadi satu Koloni Mahkota tunggal, dengan visi satu negara merdeka. Uni Malaya didirikan pada tahun 1946 dan dibubarkan pada tahun 1948 diganti dengan Federasi Malaya.
Federasi Malaya merdeka dari Britania pada tahun 1957, sedangkan Kalimantan Utara dan Sarawak bergabung dengan Federasi Malaya untuk membentuk Malaysia pada tahun 1963.
YM Ratu Elizabeth II dari Britania Raya melakukan kunjungan kenegaraan ke Malaysia sebanyak dua kali, yaitu pada Oktober 1989 dan September 1998.[2]
David Cameron, Perdana Menteri Inggris mengunjungi Malaysia pada semester pertama 2012 sebagai bagian dari tur Asia.
Pangeran William, Duke of Cambridge, dan istrinya Kate Middleton, Duchess of Cambridge, mengunjungi Malaysia tanggal 13-16 September 2012, sebagai bagian dari tur sembilan hari ke Negara-Negara Persemakmuran di Asia Tenggara dan Pasifik untuk merayakan ulang tahun berlian Ratu Elizabeth.
Hubungan militer
Britania Raya menjaga hubungan dengan Kementerian Pertahanan dan Angkatan Tentara Malaysia. Hubungan ini dimulai pada masa kolonial Malaya dan Singapura sebelum kemerdekaan Malaya pada tahun 1957, termasuk dalam masa konfrontasi antara pemerintah berkuasa dengan kekuatan komunis.
Memorial untuk 641 prajurit Britania Raya yang tewas dalam Pawai Kematian Sandakan dan di Ranau, Sabah, Malaysia tahun 1943-1945.
Memorial Kamp Tawanan Perang Terakhir di Ranau, Sabah, Malaysia yang didedikasikan untuk tentara Australia dan Inggris yang tewas dalam tragedi Pawai Kematian Sandakan.
Tiga bendera yang didedikasikan untuk tentara Australia, Inggris, dan Selandia Baru di Memorial Perang Kundasang di Ranau, Sabah, Malaysia.
^ ab"Ceremonies: State visits". Official web site of the British Monarchy. Diakses tanggal 26-11-2008.Periksa nilai tanggal di: |access-date= (bantuan)