Perusahaan ini memulai sejarahnya pada tahun 1954, saat Muhammad Saleh Kurnia dan kakaknya, Wu Guo Chang mendirikan CV Hero untuk memperdagangkan makanan dan minuman impor, yang disusul pembukaan toko di tahun 1957 yang berlokasi di Jakarta.[5] Pada tahun 1959, Wu Guo Chang keluar dari perusahaan tersebut. Pada awal dekade 1970-an, Kurnia menyadari bahwa masih banyak warga negara asing di Indonesia yang sering pergi ke Singapura hanya untuk membeli makanan dan minuman impor. Atas nasehat dari temannya, Charles Turton asal Kanada, Kurnia dan Nurhajati lalu pergi ke Singapura untuk melakukan survei mengenai supermarket. Kurnia kemudian mendirikan perusahaan ini pada 23 Agustus 1971 dengan nama "PT Hero Mini Supermarket". Gerai pertama perusahaan ini terletak di Jl. Falatehan No. 23, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, yang dibuka pada 15 Agustus 1972. Tidak seperti mayoritas supermarket yang ada pada saat itu, perusahaan ini tetap membuka gerainya di akhir pekan. Gerai Hero pun berkembang, menjadi 9 buah pada periode 1980-an.[5]
Pada tahun 1988, perusahaan ini mulai menggunakan komputer buatan IBM untuk meningkatkan efisiensinya. Pada tahun 1989, perusahaan ini resmi melantai di Bursa Efek Indonesia. Pada tahun 1991, perusahaan ini mengubah namanya menjadi seperti sekarang dan membuka gerai minimarket Starmart pertama. Pada periode yang sama, Hero juga sempat mengembangkan Mitra Toko Diskon (swalayan murah), Mega Super Grosir (perkulakan), Toy's City (toko mainan anak), dan Shop in Body Care (toko kosmetik). Hero pun berkembang menjadi jaringan peritel terbesar di Indonesia pada 1990-an, dengan memiliki lebih dari 70 gerai (45 Hero Supermarket, 6 Mitra Toko Diskon, 3 Mega Super Grosir, 9 Toy's City, dan 9 Shop In) yang keseluruhannya merengkuh 45% pangsa pasar ritel modern.[6][7] Gerai-gerainya kemudian tercatat bisa dikembangkan lagi hingga mencapai lebih dari 100 buah se-Indonesia,[8] naik dari 26 pada tahun 1992. Grup Hero Supermarket juga sempat mengembangkan industri makanan (PT Suba Indah Tbk), pembuatan kertas (PT Onward Paper Utama)[9] dan distribusi (PT Mitra Sarana Purnama).[10] Adapun manajemen perusahaan setelah M.S. Kurnia wafat di tahun 1992, dipegang oleh istrinya, Nurhajati dan putranya, Ipung Kurnia.[11]
Meskipun demikian, memasuki akhir 1990-an, Hero Supermarket dan saudara-saudaranya mulai mendapatkan berbagai tekanan. Munculnya pesaing baru, ditambah efek krisis moneter yang menimpa Indonesia, membuat Hero sempat merugi pada 1997 dan 1998 yang mencapai Rp 45,8 milyar dan Rp 69 miliar. Akibat krisis tersebut dan munculnya kerusuhan pada Mei 1998, 26 gerai Hero dirusak, dibakar dan dijarah oleh para perusuh yang memakan kerugian Rp 70 miliar. Awal 2000-an pun masih belum menguntungkan bagi grup ritel ini: masuknya hipermarket asing seperti Carrefour yang menawarkan harga terjangkau, membuat banyak pengunjung meninggalkan Hero sebagai supermarket "mahal". Untuk mengatasi masalah ini, Hero Supermarket melakukan beberapa strategi. Seperti mulai melakukan promosi mingguan dengan tujuan menempatkan Hero sebagai peritel termurah dengan unggulan berupa produk segar. Hero juga berusaha mengonsolidasikan usahanya, dengan menutup beberapa gerai maupun toko, dan menjangkau pasar lain, seperti membuka toko buku Utama dan membuka gerai baru di luar Jabodetabek.[12][9] Lalu, pada 29 April 2003, Hero Supermarket mengakuisisi 22 gerai swalayan Tops, milik Ahold di Indonesia dengan harga EUR 12 juta.[13][14]
Ipung dan Nurhajati juga berusaha menjalin kerjasama strategis dengan pihak lain. Pada tahun 1993-1995, Hero Supermarket menjalin kerjasama dengan Seiyu Group, peritel asal Jepang, yang disusul kerjasama dengan peritel Hong Kong, Dairy Farm (milik Jardine Matheson, kelak juga memiliki PT Astra International Tbk). Dairy Farm sempat membantu Hero dalam pengembangan Mitra Toko Diskon.[15] Ada juga kerjasama dengan David Holdings dalam bidang logistik dan Golden Truly dalam ritel fesyen.[12] Belakangan, saham Hero Supermarket menjadi target akuisisi. Awalnya, Grup Lippo melalui PT Multipolar Tbk dan PT Matahari Putra Prima Tbk yang dikabarkan akan mengakuisisi saham Hero Supermarket,[16][17] namun pada Februari 1998,[18] Dairy Farm masuk sebagai pemegang 32% saham PT Hero Supermarket Tbk,[3] dan kemudian mendudukan direksi dan komisarisnya di perusahaan ini.[18]
Dengan kerjasama itu, sejumlah merek di bawah Dairy Farm mulai dijalankan oleh Hero Supermarket Tbk. Adapun apotik Guardian yang sebelumnya dipegang oleh Rajawali Corpora (PT Rajawali Inti Retail) sejak 1990, kemudian diakuisisi oleh perusahaan ini, yang kemudian digabungkan dengan toko Shop in Body Care milik Hero sebelumnya.[19] Pada tahun 2002, Hero juga memboyong hipermarket Giant (asal Malaysia) dengan membuka gerai di Villa Melati, Tangerang (sekarang Hypermart). Lima tahun kemudian, Giant juga membuka gerai baru dengan ukuran yang lebih kecil, dengan nama Giant Supermarket. Reposisi kemudian dilakukan, di mana Giant ditargetkan bagi pasar kelas menengah dan bawah, sedangkan Hero menjadi supermarket kelas premium.[4] Hal ini membuat gerai Hero Supermarket, dari awalnya pernah mencapai 92, kini merosot hanya menjadi 24 dengan banyak di antaranya diubah menjadi toko Giant.[20][21] Pada tahun 2005, Dairy Farm meningkatkan kepemilikan sahamnya di perusahaan ini menjadi 69%, dan efektif mulai 23 Maret 2010, kendali perusahaan beralih dari PT Hero Pusaka Sejati (HPS) milik keluarga Kurnia kepada Dairy Farm (Jardine Matheson). Kini, PT HPS hanya memiliki 2,68% saham, sedangkan Jardine memiliki lebih dari 80% saham Hero Supermarket Tbk.[22]
Pada tahun 2012, perusahaan ini meluncurkan gerai Jason's yang ditujukan untuk masyarakat kelas atas. Pada tahun 2013, perusahaan ini mengubah nama Giant Hypermarket dan Giant Supermarket masing-masing menjadi Giant Ekstra dan Giant Ekspres.[3] Giant kemudian tercatat memiliki 173 gerai (120 Giant Express dan 53 Giant Ekstra),[20] meskipun unit bisnis ini dalam perkembangannya mulai tersendat-sendat.[22] Pada tahun 2014, perusahaan ini membuka gerai IKEA pertama di Indonesia, yakni di Alam Sutera. Pada tahun 2016, perusahaan ini mendivestasi Starmart. Pada tahun 2020, perusahaan ini mendirikan PT Rumah Mebel Nusantara untuk menjalankan bisnis IKEA Indonesia mulai tanggal 1 Januari 2021.[4] Pada awal tahun 2021, perusahaan ini mengumumkan bahwa mereka akan menutup semua gerai Giant secara bertahap hingga tanggal 31 Juli 2021. Sejumlah gerai akan diubah menjadi gerai Hero Supermarket, sementara lima gerai berukuran besar akan diubah menjadi gerai IKEA, dan sisanya menjadi Hypermart, Super Indo, Farmers Market, dan berbagai supermarket lokal lainnya.[23] Perubahan gerai Giant menjadi gerai IKEA sebelumnya pernah dilakukan pada tahun 2019 di gerai yang terletak di Sentul, Bogor, Jawa Barat.[24] Toko IKEA pertama yang merupakan hasil perubahan salah satu dari lima gerai hypermarket Giant tersebut adalah toko IKEA Bali.[25]
Pada 19 April 2024, pihak PT Hero Supermarket Tbk menandatangani kesepakatan untuk menjual bisnis swalayan (yang menjadi bisnis pertamanya) dengan sebuah PT yang baru dibentuk, yaitu PT Hero Retail Nusantara dalam transaksi senilai Rp 135 miliar. Dalam transaksi ini Hero Supermarket Tbk nantinya juga akan menyewakan beberapa aset kepada PT Hero Retail Nusantara. Adapun Hero Retail Nusantara dimiliki oleh PT Hero Intiputra, sebuah perusahaan distribusi milik keluarga Kurnia. Bisa dikatakan, transaksi tersebut membuat kepemilikan swalayan Hero kembali ke tangan keluarga pendirinya. Sedangkan PT Hero Supermarket Tbk pasca-transaksi akan fokus ke IKEA dan Guardian, serta melepas identitas "Hero" lewat perubahan nama.[26][27][28]
Merek
24 gerai Hero Supermarket
325 gerai apotek Guardian (di bawah Guardian Indonesia)
7 gerai IKEA dan 22 gerai titik pengiriman IKEA (di bawah PT Rumah Mebel Nusantara / IKEA Indonesia)[29]