Setelah menyelesaikan pendidikan menengahnya di MULO (pendidikan setara SMP sekarang) di Madiun pada tahun 1926 dan AMS-B (pendidikan setara SMAsekarang) di Yogyakarta[1]:60 pada tahun 1929, Goenarso melanjutkan pendidikan tingginya di Technische Hoogeschool te Bandoeng (TH Bandung - yang kemudian menjadi Institut Teknologi Bandung - ITB). Setelah lulus ujian tahap persiapan (propaedeutisch-examen - ujian kenaikan tingkat 1) pada bulan Mei 1930, ujian kenaikan tingkat 2 pada bulan Mei 1932, ujian tahap kandidat (candidaats-examen - ujian kenaikan tingkat 3) pada bulan Mei 1933, dan ujian akhir keinsinyuran (ingenieurs-examen - ujian akhir tingkat 4) pada bulan Juni 1935,[2] maka secara resmi Goenarso menjadi seorang insinyur sipil lulusan Bandung (Bandoengsche civiel ingenieur).[3]
Setelah lulus ia bekerja dalam bidang pendidikan yaitu mendirikan sekolah dan melanjutkan mengelola sekolah yang telah didirikan Ir. Roosseno.[1]:67 Pada masa pendudukan Jepang, minatnya terhadap bidang matematika semakin besar, sehingga ia menolak bertugas dalam pembangunan jalan dan jembatan yang sangat diperlukan Jepang, dan untungnya ia tetap diperbolehkan pemerintah pendudukan Jepang untuk memimpin sebuah SMA di Semarang.[1]:89
Pada tanggal 1 April 1944, bersama seniornya Roosseno, Goenarso dan beberapa alumni TH Bandung lainnya diangkat menjadi staf pengajar di Bandung Kogyo Daigaku (BKD - Sekolah Tinggi Teknik yang didirikan pemerintah pendudukan Jepang di lokasi TH Bandung yang ditutup tahun 1942). Walaupun dia lulus sebagai insinyur sipil, pada waktu itu dia mengajar mata pelajaran Ilmu Pasti dan Fisika, dan sepertinya minat terhadap bidang matematika tersebut terus terbawa.[4]
Selanjutnya setelah Bandung Kogyo Daigaku diambil alih dan dibuka kembali dengan nama Sekolah Tinggi Teknik Bandung (STT Bandung) pada bulan Agustus 1945, Goenarso pun turut mengajar di sana. Seiring dengan dipindahkannya STT Bandung ke Yogyakarta dengan sebutan STT Bandung di Yogya pada bulan November 1945, Goenarso pun turut hijrah ke Yogya.[4]
Pada tahun 1954 ia diangkat menjadi guru besar untuk Matematika di Universitas Indonesia Bandung yang pengukuhannya ditandai dengan orasi inagurasi pada tanggal 27 November 1954 di Aula Fakultas Teknik Bandung (sekarang Aula Barat ITB).
Pada tahun 1954 Prof. Ir. Goenarso diangkat sebagai salah satu anggota "Panitia Negara untuk Penjelidikan Radio-aktivitet" yang bertugas untuk menyelidiki radio-aktivitet dan tenaga atom, menyelidiki pemakaian tenaga atom sebagai energi baru, dan memberikan penjelasan kepada publik tentang tenaga atom dan akibatnya pada masa damai dan pada masa perang. Panitia itu diketuai oleh dr. Gerrit Augustinus Siwabessy beranggotakan Charidji Kesuma, dr. Sjahrial Rasad, Prof. Ir. Herman Johannes, Ir. Sudjito Danusaputro, Prof. Ir. R. Goenarso, Prof. dr. Bahder Djohan, dr. Roebiono Kertopati, Suwito, Ir. Inkiriwang, Kolonel Adam, dan Mayor Udara dr. Sarjanto.[6]
Prof. Ir. Goenarso termasuk dalam panitia persiapan pendirian "Institut Teknologi" di Kota Bandung dan diangkat sebagai anggota Presidium ITB untuk menjalankan tugas-tugas administrasi penyelenggaraan ITB sejak ITB diresmikan tanggal 2 Maret 1959 hingga tanggal 1 November 1959 ketika Prof. Ir. R. O. Kosasih diangkat sebagai Rektor ITB yang definitif. Presidium tersebut dipimpin Prof. Ir. R. Soemono yang beranggotakan Prof. Ir. Goenarso; Prof. dr. R. M. Djoehana Wiradikarta; Prof. Ir. Soetedjo; Panitera: Prof. Dr. Ir. R. M. Soemantri Brodjonegoro.[7]
Kiprah lainnya di ITB tercatat pernah menjabat sebagai Ketua Departemen Matematika (1958-1960),[4] Ketua Departemen Geofisika dan Meteorologi (1959-1967).[4] Ia memang lebih banyak berkecimpung di bidang Matematika walaupun tercatat sebagai pengajar luar biasa Departemen Teknik Sipil ITB.[4]
Selain di ITB ia juga pernah mengajar di beberapa perguruan tinggi lain termasuk Akademi Teknik Angkatan Darat (ATEKAD).[8]