Freemasonry di IndonesiaFreemasonry di Indonesia atau pada masa Hindia Belanda dulu merupakan rumah pertemuan bagi kaum Vrijmetselarij yang dalam bahasa Belanda Loge atau Loji. Pada bulan Februari 1961. Salah satu yang paling terkenal adalah Adhuc Stat alias Loji Bintang Timur yang terletak di Menteng, Jakarta Pusat, yang kini dipakai sebagai Gedung Bappenas. Dulu, gedung ini dikenal masyarakat luas sebagai Gedung Setan, karena sering dikira sebagai tempat pemangilan setan para anggota Mason. KoloniPara Freemason aktif tersebar di seluruh Hindia Belanda sejak tahun 1762 sampai 1962. Loji pertama di Asia, "La Choisie", didirikan di Batavia oleh Jacobus Cornelis Mattheus Radermacher (1741–1783). Pada tahun 1922, seorang Loji Agung Provinsi Belanda, di bawah Grand Orient of the Netherlands, di Weltevreden (Batavia) ditugaskan mengendalikan 20 loji di koloni ini. Empat belas di Jawa, tiga di Sumatra, dan sisanya di Makassar dan Salatiga.[1] Dr. Th. Stevens, seorang sejarawan Belanda, dalam bukunya berjudul "Tarekat Mason Bebas dan Masyarakat di Hindia Belanda dan Indonesia 1764-1962", yang edisi bahasa Indonesianya diterbitkan oleh Sinar Harapan dalam jumlah yang sangat terbatas, banyak memaparkan tentang gerakan dan tokoh-tokoh Freemasonry di Indonesia.[2] Tokoh-tokoh Mason Indonesia menurut buku tersebut —yang dilengkapi foto-foto ekslusif sebagai buktinya— banyak menyangkut nama-nama terkenal seperti Sultan Hamengkubuwono VIII, RAS. Poerbonegoro Soemitro Kolopaking, Paku Alam VIII, RMAA. Tjokroadikoesoemo (Bupati Temanggung), dr. Radjiman Wedyodiningrat, dr. Tengku Mansur (Walinegara Negara Sumatra Timur), dan banyak pengurus organisasi Boedhi Oetomo. KontroversiBeberapa tulisan populer menganggap Presiden Soekarno melalui Lembaran Negara nomor 18/1961 melarang Vrijmetselaren-Loge (Loge Agung Indonesia) dan organisasi lain atas alasan mengikuti ajaran freemason. Namun pelarangan tersebut sebenarnya karena penolakan atas manifesto politik yang hendak dipaksakan oleh Soekarno kepada seluruh organisasi di Indonesia[3] pada saat posisinya terancam pada masa demokrasi terpimpin, seperti yang bisa dilihat dari Peraturan Penguasa Perang Tertinggi Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1961:
Sementara dari Peraturan Penguasa Perang Tertinggi Republik Indonesia, nomor 9 tahun 1962, terlihat bahwa motif keluarnya kumpulan peraturan ini adalah:
Kesalahan dalam memahami kumpulan peraturan ini membuat beberapa organisasi yang disebutkan pelarangan ini mendapat tuduhan sebagai organisasi freemason, seperti Liga Demokrasi, Rotary Club, Divine Life Society, Vrijmetselaren-Loge (Loge Agung Indonesia), Moral Rearmament Movement, Ancient Mystical Organization Of Rosi Crucians (AMORC) dan Baha’i.[6] Karena sudah tidak relevan dengan situasi politik masa kini dan telah menghasilkan diskriminasi,[7] Presiden Abdurrahman Wahid mencabut Keppres nomor 264/1962 yang berisi pelarangan tersebut dengan mengeluarkan Keppres nomor 69 tahun 2000 tanggal 23 Mei 2000.[8] Daftar lojiBanyak loji yang ditutup pada masa pendudukan Jepang. Semua loji di Indonesia ditutup setelah Freemasonry dilarang berdiri oleh Soekarno pada tahun 1962. Loji-loji utama di Hindia Belanda meliputi:
Galeri
Referensi
|
Portal di Ensiklopedia Dunia