Filipi 2
Filipi 2 (disingkat Flp 2) adalah bagian dari Surat Paulus kepada Jemaat di Filipi dalam Perjanjian Baru di Alkitab Kristen.[1][2] Digubah oleh rasul Paulus dan Timotius.[3] Teks
StrukturPembagian isi pasal:
Ayat 5-7
Paulus menitikberatkan bagaimana Yesus Kristus meninggalkan kemuliaan yang tiada taranya di sorga (bukan berarti melepaskan keilahian-Nya) dan mengambil kedudukan yang hina sebagai hamba, serta taat sampai mati untuk kepentingan orang lain (Filipi 2:5-8). Kerendahan hati dan pikiran Kristus harus terdapat dalam para pengikut-Nya, yang terpanggil untuk hidup berkorban dan tanpa mementingkan diri, mempedulikan orang lain dan berbuat baik kepada mereka.[5] Pada hakikatnya Yesus Kristus selalu adalah Allah, setara dengan Bapa sebelum, selama, dan sesudah masa hidup-Nya di bumi (lihat Yoh 1:1; Yoh 8:58; 17:24; Kol 1:15-17; Mr 1:11; Yoh 20:28). Bahwa Kristus "tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan" berarti bahwa Ia tidak menggunakan segala hak istimewa dan kemuliaan-Nya di sorga agar manusia dapat diselamatkan.[5] Hal inilah yang dikatakan dalam naskah Yunani, yaitu tidak memanfaatkan kemuliaan (Yoh 17:4), kedudukan (Yoh 5:30; Ibr 5:8), kekayaan (2Kor 8:9), dan segala hak sorgawi-Nya (Luk 22:27; Mat 20:28). "Pengosongan diri-Nya" ini tidak sekadar berarti secara sukarela menahan diri untuk tidak menggunakan kemampuan dan hak istimewa ilahi-Nya, tetapi juga menerima penderitaan, kesalahpahaman, perlakuan buruk, kebencian, dan kematian yang terkutuk di salib.[5] Untuk ayat-ayat dalam Alkitab yang berbicara tentang Kristus yang mengambil rupa seorang hamba, lihat Markus 13:32; Lukas 2:40-52; Roma 8:3; 2Kor 8:9; Ibrani 2:7,14. Walaupun Ia tetap benar-benar ilahi, Kristus mengambil sifat manusia dengan segala pencobaan, kehinaan, dan kelemahannya, namun Ia tanpa dosa (Filipi 2:7-8; Ibr 4:15).[5] Ayat 12
Orang percaya yang telah diselamatkan oleh kasih karunia harus mengerjakan keselamatan sampai akhir.
(lihat Galatia 5:17).
Dalam keselamatan yang dikerjakan melalui Kristus, Paulus menemukan peluang untuk rasa "takut dan gentar." Semua anak Tuhan harus mempunyai ketakutan kudus yang gentar di hadapan Firman Allah (Yesaya 66:2) dan menyebabkan mereka berpaling dari segala kejahatan (Amsal 3:7; 8:13). Ketakutan (bahasa Yunani: phobos=fobos) akan Tuhan bukanlah sekadar "kepercayaan yang disertai rasa hormat," seperti yang sering kali ditegaskan, tetapi meliputi rasa hormat terhadap kuasa, kekudusan, dan pembalasan yang adil dari Allah, dan rasa takut akan berbuat dosa terhadap Dia lalu menghadapi akibat-akibatnya (bandingkan Keluaran 3:6; Mazm 119:120; Lukas 12:4-5). Ini bukanlah ketakutan yang bersifat membinasakan, melainkan ketakutan yang mengendalikan dan memulihkan yang menuntun kepada berkat Allah dan hidup dekat dengan Dia, kepada kesucian moral, dan kepada hidup dan keselamatan (bandingkan Mazmur 5:8; 85:10; Amsal 14:27; 16:6).[5] Referensi
Lihat pula
Pranala luar
|