Perkembangan kekristenan di Filipi diindikasikan dalam surat tulisan Polikarpus kepada jemaat di Filipi yang ditulis sekitar tahun 160 M dan tulisan-tulisan pada batu nisan di kota itu.
Gedung gereja yang pertama digambarkan sebagai bangunan kecil yang rupanya bekas rumah doa. Dikenal sebagai Basilica of Paul, diidentifkasi dari inskripsi mosaik pada lantainya, diyakini dari sekitar tahun 343 melalui tulisan uskup (bishop) Porphyrios, yang hadir dalam Konsili Serdika (Council of Serdica, sekarang Sofia) pada tahun yang sama.
Kemakmuran kota ini pada abad ke-5 dan ke-6 dikatakan berkaitan dengan pelayanan rasul Paulus. Sebagaimana di kota-kota lain banyak gedung-gedung gereja dibangun pada masa ini. Tujuh gereja yang berbeda dibangun di kota Filipi antara pertengahan abad ke-4 sampai akhir abad ke-6, beberapa bersaing dalam ukuran dan dekorasi dengan gedung-gedung paling indah di Tesalonika, atau bahkan di Konstantinopel. Korelasi rancangan dan dekorasi arsitektur "Basilica B" dengan Hagia Sophia serta Saint Irene di Konstantinopel membuat basilika itu mendapat tempat terhormat dalam sejarah seni Kristen kuno. Katedral yang menempati lokasi Basilica of Paul di akhir abad ke-5, dibangun sekitar sebuah gereja berbentuk segi-delapan (octagonal), yang juga menyaingi gereja-gereja di Konstantinopel.
Pada masa yang sama, perbentengan kota dibangun kembali, untuk memperkuat pertahanan terhadap peningkatan kerusuhan di daerah the Balkan. Pada tahun 473, kota ini dikepung oleh orang Ostrogoth, tetapi gagal direbut, meskipun desa-desa di sekitarnya habis dibakar.
Zaman Bizantin dan Ottoman
Setelah diperlemah oleh serangan orang Slavik di akhir abad ke-6, yang menghancurkan ekonomi agraria di Makedonia dan mungkin juga oleh "Wabah Penyakit Justinian" ("Plague of Justinian") pada tahun 547, kota ini hampir sama sekali hancur karena gempa bumi sekitar tahun 619, dan tidak dapat pulih kembali. Ada sejumlah aktivitas pada abad ke-7, tetapi kota itu telah menjadi sebuah desa.
Kekaisaran Bizantin rupanya menempatkan satu garisun di sana, tetapi pada tahun 838 kota ini direbut oleh orang Bulgar di bawah pimpinan kavhan Isbul, yang mengabadikan kemenangan mereka dengan sebuah inskripsi gaya Presian pada stylobate di Basilica B, yang saat itu sebagian menjadi puing-puing. Lokasi Filipi tampaknya strategis sehingga Bizantin mencoba merebut kembali pada tahun 850. Sejumlah segel dari pegawai sipil dan pejabat Bizantin, yang bertanggal awal pertengahan abad ke-9 membuktikan kehadiran tentara Bizantin di kota itu.
Sekitar tahun 969, Kaisar Nicephorus II Phocas membangun kembali perbentengan di akropolis dan sebagian kota. Lambat laun hal ini melemahkan kekuasaan orang Bulgar dan memperkuat kehadiran Bizantin di daerah itu. Pada tahun 1077, Uskup (Bishop) Basil Kartzimopoulos membangun kembali sebagian pertahanan di dalam kota. Kota itu kembali menjadi makmur sekali lagi, yang disaksikan oleh ahli geografi Arab, Al Idrisi, yang menyebutkan sebagai pusat perdagangan dan produksi anggur sekitar tahun 1150.
Setelah diduduki sesaat oleh orang Frank sesudah Perang Salib ke-4 dan dengan direbutnya Konstantinopel pada tahun 1204, kota itu jatuh ke tangah orang-orang Serbia. Namun, masih merupakan perbentengan terkenal di jalur kuno Via Egnatia. Pada tahun 1354, orang yang mengaku menduduki tahta Bizantin, Matthew Cantacuzenus, ditangkap di sana oleh orang Serbia.
Kota ini telah ditinggalkan entah kapan, tetapi ketika pengelana Prancis, Pierre Belon, mengunjunginya pada abad ke-16, hanya menjumpai reruntuhan dan digunakan oleh orang-orang Turki sebagai tempat mengambil batu. Nama kota ini diawetkan mula-mula oleh desa Turki di dataran dekat sana, Philibedjik (Filibecik, "Filibe kecil" dalam bahasa Turki), yang kemudian menghilang, dan kemudian menjadi nama desa Yunani di daerah pegunungan.