Eva Kusuma Sundari, S.E., M.A. (lahir 8 Oktober 1965) adalah politisi Indonesia yang pernah menjabat anggota DPR RI antara 2005 dan 2014 serta 2016 hingga 2019 dari PDI Perjuangan. Eva memulai kariernya sebagai seorang dosen dan peneliti ekonomi di Universitas Airlangga. Eva juga pernah menjadi konsultan di Asia Foundation (2003–2005). Pada tahun 2004, Eva bergabung menjadi kader PDIP dan mencalonkan diri menjadi calon legislatif pada Pemilu 2004 dan terpilih menjadi anggota DPR-RI periode 2004–2009.
Pada periode 2009–2014, Ia pernah ditugaskan di Komisi III yang menangani Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, Kejaksaan Agung Republik Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia. Eva dikenal sebagai anggota yang kritis meski terlalu memihak PDI Perjuangan. Eva kembali maju sebagai anggota DPR periode 2014–2019 untuk Kota Blitar, Kabupaten Blitar, Kota Kediri, Kabupaten Kediri dan Tulungagung namun kalah. Selain itu Eva juga adalah seorang anggota Subud.[1] Ia kemudian masuk ke DPR pada awal 2016 sebagai anggota hasil pergantian antarwaktu menggantikan Pramono Anung yang diangkat menjadi Sekretaris Kabinet dan menjabat anggota DPR Komisi XI hingga 2019.
Perjalanan Politik
Sepulang dari menyelesaikan pendidikannya, Eva memulai karier politiknya dengan menjadi aktivis dan bergabung dengan lembaga swadaya masyarakat, Asia Foundation pada tahun 2003. Eva mempunyai perhatian khusus terhadap transparansi pada proses penganggaran. Pada tahun 2005, Eva kemudian menjadi Anggota dari Steering Committee untuk Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (SEKNAS FITRA).
Walaupun kedua orang tua dari Eva adalah kader dan aktivis dari Partai Golongan Karya (Golkar), Eva memutuskan untuk menjadi kader dari PDIP. Pada Pileg 2004, Eva mencalonkan diri menjadi calon legislatif. Eva terpilih menjadi Anggota DPR-RI periode 2004-2009 mewakili Dapil Jatim VI (Blitar, Kediri dan Tulung Agung) dan duduk di Komisi XI yang membidangi keuangan, perbankan dan perencanaan pembangunan. Eva dikenal sebagai anggota yang vokal dan gigih memperjuangkan keberadaan Alat Kelengkapan Dewan baru yaitu Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN).
Pada Pileg 2009, Eva kembali terpilih menjadi Anggota DPR-RI periode 2009–2014 dan duduk di Komisi III yang membidangi hukum, hak asasi manusia dan kepolisian. Pada periode ini, Eva memperjuangkan penambahan anggaran Kejaksaan Agung khusus untuk kegiatan trafficking (perdagangan manusia).
Pada Pileg 2014, Eva mencalonkan untuk ketiga kalinya menjadi anggota DPR RI. Namun kali ini Eva gagal terpilh. Namun pada bulan Maret 2015, Eva ditunjuk menjadi Staf Khusus Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional dan Kepala Bappenas. Pada Agustus 2015, Pramono Anung dilantik oleh Presiden Joko Widodo menjadi Sekretaris Kabinet dan meninggalkan kekosongan di DPR untuk Fraksi PDIP.
Pada 11 Januari 2016, Eva Kusuma Sundari dilantik menjadi anggota DPR RI periode 2014-2019 melalui mekanisme pergantian antarwaktu (PAW) menggantikan Pramono. Pada masa kerja 2014–2019, Eva duduk di Komisi XI yang membidangi keuangan dan perbankan.
Pendidikan
Karier
- Anggota Steering Commitee Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra), 2005
- Divisi Pendidikan Kaukus Perempuan Jawa Timur 1998–sekarang
- Anggota Koalisi Perempuan Indonesia (KPI), 1998–sekarang
- Anggota DPR RI (2005–2014, 2016–2019)
Sikap Politik
RUU Pengampunan Pajak (Tax Amnesty)
27 April 2016 - Eva mempertanyakan seperti apa rekomendasi Burse Efek Indonesia (BEI) melihat permasalahan pada perilaku pembayar pajak. Eva meminta rekomendasi Forum Pajak Berkeadilan mengenai perilaku orang super kaya yang ingin mengamankan uangnya. Eva menilai RUU Pengampunan Pajak jangan hanya praktis, tetapi menyentuh sistem. Eva meminta rekomendasi kepada BEI dan Forum Pajak Berkeadilan mengenai konten pro atau kontra dan memberikan catatan. Eva mengajak Mitra membantu untuk memperbaiki sistem untuk mengurangi kekhawatiran dari RUU ini.[2]
Tanggapan
Laporan Kinerja Agus Martowardojo Memimpin BI Periode 2013-2018
22 Mei 2018 – Rapat Komisi 11 dengan Agus Martowardojo, Terkait penerbitan mata uang baru, Eva berharap segera ada batas waktu uang lama ditarik karena ini tahun politik, kalau cepat ditarik makin bagus.[3]
Integrasi Perspektif Lingkungan dan Perbankan
19 April 2018 – Pada rapat dengan Direksi Bank BRI. Eva mengapresiasi penghargaan yang telah diberikan oleh BRI kepada tokoh lingkungan. Eva menanyakan upaya integrasi perspektif lingkungan ke perbankan dan perspektif lingkungan terkait pemberian kredit. Terkait Asean Framework Agreement on Services (AFAS), Eva menanyakan strategi BRI untuk melakukan ekspansi ke luar negeri sebab perencanaan BRI yaitu ingin menjadi the most valuable bank di ASEAN. Eva menanyakan kontribusi kebijakan kita yang visa on arrival memberikan sumbangan terhadap meningkatnya kejahatan karena pelaku kebanyakan dari Eropa Timur.
Evaluasi APBN 2016, proyeksi 2017 dan pengesahan DIM RUU PNBP
18 Januari 2017 - Eva menyatakan bahwa perekonomian kepulauan perlu ada treatment khusus. Menurut Eva, ketika biaya STNK naik seperti ada cuci tangan dan saling lempar tanggung jawab. Kenaikan kronisme tersebut perlu diperhatikan. Eva mengatakan concentration of wealth milik kita buruk, sebaiknya yang memberikan pengumuman terkait belanja diserahkan ke Menkeu saja (satu pintu), pengawasan internal adalah kunci. Eva mendukung tim reformasi pendapatan dan mengatakan bahwa Jawa Timur adalah penyumbang terbesar cukai rokok. Eva menerangkan bahwa ada 13 skema cukai yang memberatkan industri rokok dan hal tersebut dapat diatur ulang.[4]
Menyikapi Pernyataan Front Pembela Islam Seputar Kasus Dugaan Penistaan Agama oleh Gubernur DKI Jakarta
Pada tanggal 7 Desember 2016, Eva Kusuma Sundari angkat bicara soal pernyataan sang Imam Besar Front Pembela Islam Habib Rizieq Shihab. Pasalnya, Habib Rizieq berencana menyambangi dan menduduki Gedung DPR/MPR untuk menuntut revolusi. Hal tersebut jika saja Ahok lolos dari putusan perkara di pengadilan atas dugaan penistaan agama.
"Itu statemen dari warga negara yang buruk karena tidak menghormati hukum dan kebenaran dari Pengadilan. Jika tidak setuju dengan sistem hukum di Indonesia, beliau (Habieb Rizieq) punya pilihan untuk pindah ke negara yang pakai hukum agama," kata Eva Kusuma Sundari melalui pesan elektronik diterima Netralnews.com, Rabu (7/12/2016).
Eva mengaku prihatin dengan kondisi bangsa saat ini. Semua pihak harus menjaga persatuan dan kesatuan bangsa dengan mendistribusikan nilai-nilai luhur Pancasila. Namun, di sisi lain ada pihak yang justru berusaha memecahbelah persatuan dan kesatuan yang telah terekatkan oleh nilai-nilai pancasila, sesalnya.
"Siapapun yang tidak setuju dengan sistem hukum dan peradilan di negara Republik Indonesia ya pindah saja," tegasnya.
Pasca kasus dugaan penistaan agama oleh Mantan Gubernur DKI Jakarta nonaktif Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, gaung tuntutan penegakan hukum terus mengalir deras. Meski demikian, terkait niat sejumlah orang yang ingin menduduki Gedung DPR/MPR dengan melakukan pemufakatan jahat dengan menuntut revolusi, maka Eva sendiri tidak setuju.
"Di atas angin boleh-boleh saja, asalkan jangan 'negative'. Masak pidato delegetimasi hukum (membangkang), kan menunjukkan perilaku above the low. Bukannya memberi contoh yang bagus di negeri hukum," ujar Eva mengkritik.[5]
Pinjaman dari China Development Bank
Pada tanggal 15 Maret 2016, Eva meminta dasar acuan untuk menurunkan suku bunga, tetapi jawaban yang diberikan justru suku bunga tergantung pasar. Menurut Eva, kalau memang kenyataan alokasi dana China Development Bank (CDB) bukan untuk infrastruktur, seharusnya katakan saja dana CDB digunakan untuk mendukung perdagangan dengan Cina.[6][7]
Penolakan terhadap diskriminasi LGBT di RKUHP
Dalam sebuah wawancara dengan Magdalene, dia memperingatkan bahwa mengkriminalisasi kaum LGBT dan tindakan homoseksual akan menjadi “preseden buruk” karena melanggar prinsip non-diskriminasi di UUD 1945 Indonesia.[8]
Kita mungkin mulai dengan (diskriminasi terhadap) orang-orang LGBT sekarang, tetapi nanti bisa meluas ke agama, ras, atau etnis tertentu. Kata Eva.
Ya, kita dapat melarang orang-orang berkampanye atau menyebarkan propaganda mengenai pernikahan sesama jenis, karena itu berlawanan dengan Undang-Undang Perkawinan kita, atau menyebarkan pornografi, tetapi jangan sampai mengkriminalisasi seseorang karena menjadi diri mereka sendiri, tambahnya.
Referensi
Pranala luar