Ekonomi Laos sebagian besar bergantung kepada Sungai Mekong. Sumber ekonomi Laos yang paling besar adalah hasil pertanian dan perkebunan. Dataran rendah di tepi sungai Mekong dijadikan sebagai daerah pertanian. Sungai Mekong dimanfaatkan untuk menggerakkan turbin pada pembangkit listrik tenaga air yang dijadikan sumber ekonomi dengan penjualan energi listrik ke Vietnam dan Thailand. Laos mulai menerapkan keterbukaan ekonomi pada awal abad ke-21 Masehi. Modal asing tunggal maupun gabungan telah diizinkan di dalam investasi asing langsung negara Laos dengan merevisi undang-undang tentang investasi asing langsung. Perusahaan asing juga diberikan kemudahan investasi berupa bebas pajak selama 5 tahun pertama kegiatan bisnisnya dan diizinkan mengirim laba yang diperolehnya untuk digunakan di luar wilayah Laos. Pemerintah Laos mendirikan pusat informasi perdagangan dalam kegiatan impor dan ekpor yang disebut Pusat Dagang Laos pada tahun 2012. Perekonomian Laos terus mengalami peningkatan dari tahun 2001 hingga 2012. Laos meningkatkan perekonomiannya dengan menetapkan beberapa kawasan ekonomi khusus. Selain itu, ekonomi Laos meningkat seiring pengadaan perdagangan internasional dan kerja sama regional.[1]
Kerja sama
Subwilayah Mekong Raya
Laos bergabung dan membentuk Subwilayah Mekong Raya bersama dengan empat negara dalam kawasan Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) dan dua provinsi dalam wilayah Tiongkok. Kerja sama ini memanfaatkan Sungai Mekong sebagai sumber ekonomi bagi keenam negara ini. Negara ASEAN yang bekerja sama ialah Kamboja, Laos, Myanmar, Thailand dan Vietnam. Sedangkan Tiongkok hanya bekerja sama pada wilayah Provinsi Yunnan dan Provinsi Guangxi Zhuan. Pelopor kerja sama ekonomi subwilayah ini adalah Bank Pembangunan Asia. Perjanjian kerja sama ditandatangani pada tahun 1992.[2]
Kawasan Perdagangan Bebas Perbara
Laos turut bergabung dalam Kawasan Perdagangan Bebas Perbara sejak tahun 1993. Dalam kawasan ini perdagangan dilakukan dengan aliran bebas barang di ASEAN. Dalam kerja sama ini, Laos menerima salah satu dari dua jenis kerja sama. Dalam Kawasan Perdagangan Bebas Perbara, negara anggota ASEAN terbagi dua, yaitu ASEAN 6 dan CLMV. ASEAN 6 terdiri dari Brunei Darussalam, Filipina, Indonesia, Malaysia, Singapura, dan Thailand. Sedangkan CLMV merupakan gabungan dari Laos, Kamboja, Myanmar dan Vietnam. Dalam ASEAN 6, tarif jalur masuk dikurangi hingga 99,65% dari skema Tarif Preferensi Efektif Umum. Sedangkan dalam CLMV, tarif dikurangi sebesar 98,96% tarif menjadi antara 0-5%. Tarif lama hanya diizinkan pada beberapa produk yang tergolong dalam Daftar Sensitif, Daftar Sensitif Tinggi dan Daftar Ekspresi Umum.[3]
Kawasan Perdagangan Bebas Perbara-India
Laos juga bergabung dalam perjanjian yang menetapkan Kawasan Perdagangan Bebas Perbara-India. Kerangka perjanjian kerja sama ekonomi ini ditetapkan pada tanggal 8 Oktober 2003. Dalam perjanjian ini, Laos termasuk bagian dari ASEAN bersama dengan Indonesia, Malaysia, Thailand, Singapura, Vietnam, Brunei Darussalam, Kamboja, Filipina, dan Myanmar. Sedangkan perjanjian perdagangan dilakukan terhadap negara India. Pada tanggal 13 Agustus 2009, ditetapkan protokol untuk mengubah perjanjian kerangka kerjasama yang ditandatangani di Bangkok, Thailand. Dalam perjanjian ini, Laos akan menetapkan kawasan perdagangan bebas di wilayahnya pada tahun 2018.[4]
Referensi
- ^ Abidin, Yumetri (2020). Pengantar Budaya Masyarakat Asia Tenggara (PDF). Jakarta: Lembaga Penerbitan UNAS. hlm. 166–167. ISBN 978-623-7376-66-8.
- ^ Sinaga, L.C. dkk., ed. (2019). 50 Tahun ASEAN: Dinamika dan Tantangan ke Depan (PDF). Jakarta: LIPI Press. hlm. 122–123. ISBN 978-602-496-038-4.
- ^ Tavares, dkk. (2017). ASEAN Selayang Pandang (PDF) (edisi ke-22). Jakarta Pusat: Sekretariat Direktorat Jenderal Kerja Sama ASEAN. hlm. 36. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2021-07-10. Diakses tanggal 2021-07-10.
- ^ Jati, dkk. (2019). Firdausy, dkk., ed. "Peran Kerja Sama Perdagangan Antara ASEAN dan India dalam Ekonomi-Politik untuk Pembangunan Berkelanjutan" (PDF). Prosiding Seminar Nasional Bagian II: Revolusi Industri 4.0 dan Pembangunan Ekonomi Berkelanjutan. Jakarta: Pusat Penelitian Badan Keahlian DPR RI: 46. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2021-07-10. Diakses tanggal 2021-07-10.