Doktrin Jokowi adalah istilah yang mendeskripsikan kebijakan luar negeri Indonesia pada masa kepemimpinan Joko Widodo. Doktrin ini diumumkan dalam pidato Jokowi di Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Asia Timur di Naypyidaw, Myanmar, pada tanggal 13 November 2014. Doktrin ini mengumumkan hasrat Indonesia untuk menjadi poros maritim dunia.[1] Untuk itu, Indonesia akan membangun kembali budaya maritim, menjaga dan mengelola sumber daya laut, memprioritaskan pembangunan infrastruktur maritim, membangun pertahanan maritim untuk menjaga kedaulatan dan kekayaan maritim, serta melalui diplomasi maritim mengajak mitra-mitra Indonesia untuk bekerja sama dalam bidang kelautan dan meniadakan sumber konflik di laut seperti pencurian ikan, penyelundupan, perompakan laut, dan sengketa wilayah.[2]
Setelah pengumuman posisi baru Indonesia ini, Jokowi meminta aparat terkait untuk menenggelamkan kapal ilegal yang mencuri ikan di perairan Indonesia.[3] Pada tanggal 19 November 2014 sekitar 200 nelayan Malaysia yang diduga ilegal ditangkap.[4][5] Menurut Sekretaris Negara Andi Widjajanto, "kita berusaha mengirim pesan yang jelas kepada negara tetangga seperti Malaysia dan Tiongkok yang mengoperasikan kapal ilegal di wilayah kita, bahwa ini bukan situasi yang normal bagi kita".[4] Pada hari yang sama, 5 kapal ilegal beserta 61 anak buah kapal Thailand juga ditangkap di Laut Natuna.[6] Lima kapal asing yang tertangkap tersebut akan ditenggelamkan berdasarkan Pasal 69 UU No 45/2009 tentang perikanan.[6]
Catatan kaki
|
---|
|
Keluarga | Orang tua |
- Widjiatno Notomihardjo (ayah)
- Sudjiatmi (ibu)
|
---|
Pasangan dan saudara |
- Iriana (istri)
- Iit Sriyantini (adik)
- Ida Yati (adik)
- Anwar Usman (ipar)
- Titik Relawati (adik)
|
---|
Generasi ke-2 | |
---|
Generasi ke-3 | |
---|
| |
---|
Masa kepresidenan | |
---|
Jabatan terdahulu | |
---|
Lain-lain | |
---|
Almamater | |
---|
|