H. Djafar Lapasere (6 Agustus 1915 – 15 Juli 1984), adalah seorang politikus asal Indonesia yang pernah menjabat sebagai Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia sejak tahun 1971 hingga 1977. Ia juga merupakan Bupati Poso ke-3, yang menjabat sejak tahun 1956 hingga 1957.[1]
Kehidupan pribadi
Djafar lahir di Dolo, Sigi, Sulawesi Tengah. Djafar menempuh pendidikan awal di Hollandsch-Inlandsche School (HIS), dan kemudian melanjutkan ke Opleiding School Voor Inlandsche Ambtenaren (OSVIA), sebuah sekolah pendidikan bagi calon pegawai bumiputra pada era Hindia Belanda.[1]
Djafar meninggal pada 15 Juli 1984 dan dikebumikan di Palu.[1]
Pendidikan dan jabatan
Djafar merupakan Raja Tojo terakhir yang berkuasa di Ampana pada zaman Hindia Belanda dan penjajahan Jepang. Setelah Konferensi Meja Bundar (KMB) selesai, Djafar diangkat menjadi Kepala Polisi Pamong Praja Residen Poso. Pada tahun 1952 hingga 1953, Djafar dipindahtugaskan ke Tolitoli untuk menjadi Wedana (Kepala Pemerintahan Negeri (KPN)).[1]
Djafar kemudian kembali ke Palu untuk menjadi Wedana KPN Palu sekaligus merangkap jabatan sebagai Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Donggala dari tahun 1953 hingga 1955. Pada tahun 1955 hingga 1956, Djafar kembali ke Poso untuk menjadi Patih (Wakil Bupati) dari Bupati Poso yang saat itu menjabat, Alimuddin Daeng Matiro. Setahun kemudian, Djafar menggantikan posisi Matiro sebagai Bupati Poso hingga jabatannya berakhir pada 1958.[1]
Pada 1962 hingga 1964, Djafar diangkat menjadi Kepala Polisi Pamong Praja Sulawesi Tengah yang diperbantukan di Kantor Residen Sulawesi Tengah. Pada tahun berikutnya, Djafar diangkat menjadi Kepala Biro Kepegawaian Provinsi Daerah Tingkat I Sulawesi Tengah yang ke-2. Pada tahun 1969 hingga 1971, Djafar terpilih sebagai Wakil Ketua Komisi Pemilihan Daerah (PPD) Tingkat I Sulawesi Tengah.[1]
Pada tahun 1971, Djafar diangkat sebagai Residen (Asisten) pada Gubernur Sulawesi Tengah. Pada Pemilu 1971, Djafar terpilih sebagai Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia untuk periode 1971 hingga 1977.[1]
Riwayat pendidikan dan jabatan
Pemberontakan Permesta di Poso
Djafar memimpin Poso saat kestabilan politik nasional dalam keadaan yang sulit. Pemberontakan terjadi di setiap pelosok Indonesia, seperti Gerakan Perjuangan Alam Semesta (Permesta), sebuah gerakan yang diproklamasikan oleh Letkol Ventje Sumual, juga melakukan pemberontakan di Poso.[2]
Poso sendiri oleh Permesta dijadikan basis kekuatan Permesta di Sulawesi untuk melakukan perlawanan bersenjata terhadap tentara pemerintah pusat, mengingat Poso oleh para pendiri Permesta dinilai merupakan wilayah paling strategis yang berada di tengah Pulau Sulawesi dan memiliki medan yang mendukung.[3][4]
Saat Permesta melakukan pemberontakan di Poso, Djafar sedang dalam masa akhir jabatannya sebagai Bupati. Permesta kemudian melakukan penahanan kepada Djafar sebagai tahanan resmi mereka. Djafar ditahan selama 5 tahun, dan kemudian bebas pada tahun 1962 setelah Permesta ditumpas oleh pemerintah.[5][6]
Referensi