Direktif (EU) 2016/2284 Parlemen Eropa dan Dewan Eropa tanggal 14 Desember 2016 tentang pengurangan emisi nasional dari beberapa polutan atmosferik, mengubah Direktif 2003/35/EC dan membatalkan Direktif 2001/81/EC
Direktif (EU) 2016/2284 Parlemen Eropa dan Dewan Eropa tanggal 14 Desember 2016 tentang pengurangan emisi nasional dari beberapa polutan atmosferik atau Direktif Batas Atas Emisi Nasional 2016 (bahasa Inggris: National Emission Ceilings Directive atau NEC Directive) merupakan peraturan di Uni Eropa yang menjadi dasar komitmen bagi negara-negara anggotanya dalam pengurangan emisi nasional untuk lima polutan udara, yakni nitrogen oksida (NOx), senyawa organik volatil non-metana (NMVOCs), sulfur dioksida (SO2), amonia, dan partikel halus (PM2,5). Direktif ini mulai berlaku sejak 31 Desember 2016.[1]
Latar Belakang
Direktif 2016/2284/EU merupakan legislasi yang menjadi dasar komitmen pengurangan emisi untuk tahun 2020 dan hingga tahun 2030. Direktif ini sendiri menggatikan aturan lama yakni Direktif 2001/81/EC yang menjadi dasar bagi aturan batas atas emisi Uni Eropa hingga tahun 2010. Walaupun digantikan, Direktif 2001/81/EC masih berlaku hingga akhir 2019.[1]
Munculnya Direktif Batas Atas Emisi Nasional yang baru tidak bisa dilepaskan dari adanya komitmen baru pengurangan emisi hasil revisi Protokol Gotheburg yang menjadi bagian Konvensi Udara atau the Convention on Long-range Transboundary Air Pollution (LRTAP Convention) pada tahun 2012. Kemudian, pada tahun 2013, Komisi Eropa meluncurkan Paket Kebijakan Udara Bersih Eropa yang salah satu komponennya adalah merevisi Direktif Batas Atas Emisi Nasional 2001.[1]
Linimasa Direktif NEC 2016
Pasca peluncuran Paket Kebijakan Udara Bersih Uni Eropa pada Desember 2013, Komisi Eropa kemudian mempresentasikan proposal revisi Direktif NEC di sebuah rapat Dewan Lingkungan Uni Eropa pada 3 Maret 2014. Selanjutnya, diadakan debat awal proposal tersebut yang diselenggarakan oleh menteri lingkungan negara-negara anggota UE pada 12 Juni 2014. Pada debat awal ini, fokus diskusi ditujukan kepada ruang lingkup dari proposal. Sejumlah negara anggota menyatakan perhatian mereka terhadap tingkat ambisi dari direktif yang baru, terutama dalam batas atas yang hendak dicapai pada 2030. Kemudian, setelah adanya laporan dari kelompok kerja dari Dewan Eropa, para menteri lingkungan mengadakan debat kebijakan lanjutan dari proposal revisi Direktif NEC pada 15 Juni 2015. Dan pada 30 Juni 2016, Dewan Eropa dan Parlemen Eropa berhasil mencapai perjanjian sementara. Pada bulan Oktober 2015, Parlemen Eropa telah melakukan pemungutan suara terhadap posisinya dalam rancangan direktif yang baru. Setelah itu pada 16 Desember 2015, Dewan Eropa menyetujui pendekatan umum untuk direktif yang diajukan. Pada Juni 2016, naskah lengkap diajukan oleh presiden Dewan Eropa yang didukung oleh Komite Perwakilan Tetap (Committe of Permanet Representatives - COREPER). Pada 30 Juni 2015, naskah tersebut secara prinsipal telah diterima oleh Parlemen Eropa. Kemudian, naskah tersebut disetujui oleh Parlemen Eropa dalam rapat pleno pada 23 November 2016. Akhirnya, Dewan Eropa secara formal mengadopsi revisi dari Direktif NEC pada 8 Desember 2016.[2] Pada 14 Desember 2016, Parlemen Eropa dan Dewan Eropa menandatangani Direktif NEC.[3] Direktif NEC mulai berlaku pada 31 Desember 2016 .[1] Negara-negara anggota UE harus mengubahnya menjadi legislasi nasional pada 39 Juni 2018.[4]
Polutan Udara
Terdapat lima jenis polutan udara yang diatur oleh Direktif NEC. Batas emisi tahunan dari kelima polutan harus dicapai pada 2020 dan 2030 serta dilaporkan setiap tahun dan informasinya harus dipublikasikan secara umum.[6] Kelima jenis polutan tersebut umumnya dihasilkan dari aktivitas yang berasal dari sektor industri, transportasi, energi, dan pertanian. Adapun lima polutan udara tersebut adalah[7]
Sulfur dioksida
Sulfur dioksida (SO2) merupakan polutan yang dilepaskan oleh adanya pembangkit listrik, industri, sektor perkapalan, dan rumah tangga. Polutan ini dapat membahayakan kesehatan manusia karena menjadi pembentuk partikulat halus (PM) dan berkontribusi terhadap asidifikasi atau pengasaman dari tanah dan air tanah.[7]
Nitrogen Oksida
Nitrogen oksida (NOx) ialah polutan yang dihasilkan dari kendaraan, sektor perkapalan, pembangkit listrik, industri, dan rumah tangga. Seperti sulfur dioksida, NOx menjadi pembentuk dari partikulat halus (PM) yang berbahaya bagi kesehatan manusia. Selain itu, polutan ini berkontribusi terhadap pembentukan hujan asam dan juga menyebabkan eutrofikasi. NOx juga menjadi komponen yang meningkatkan keberadaan ozon aras dasar (ground-level ozone).[7]
Senyawa organik volatil
Senyawa organik volatil atau senyawa organik mudah menguap adalah polutan yang dilepaskan dari proses pelarutan proses produksi dan sektor industri, kendaraan, pemanas rumah tangga, dan pembangkit listrik. Keberadaan senyawa organik volatil merupakan salah satu komponen kunci pembentukan ozon aras dasar.[7]
Amonia (NH3)
Amonia (NH3) merupakan polutan yang dihasilkan dari aktivitas yang berhubungan pengelohan pupuk di sektor pertanian. Polutan ini berbahaya bagi kesehatan manusia karena menjadi komponen terbentuknya partikulat halus (PM), serta berkontribusi terhadap pengasaman dan eutrofikasi.[7]
Partikulat halus (PM)
Partikulat halus (PM) merupakan debu halus yang dilepaskan oleh kendaraan, perkapalan, pembangkit listrik, dan rumah tangga karena adanya proses pembakaran bahan bakar fosil atau biomassa. Polutan jenis ini juga bisa bersumber dari alam seperti garam laut. tanah yang tertiup angin, dan pasir. Permasalahan kesehatan akibat partikulat halus biasanya disebabkan dari polutan yang diameternya berukurang kurang dari 10 micrometer (μm) atau disebut PM10 dan yang paling khusus adalah yang ukuran diameternya kurang dari 2,5 (μm) atau PM2.5 . Partikulat ukuran tersebut dapat menyebabkan penyakit pernapasan, penyakit radiovaskular, dan kanker paru-paru.[7]
Selain lima polutan tersebut, terdapat juga sejumlah polutan yang walaupun tidak diatur secara eksplisit dalam Direktif NEC. Hal ini dikarenakan keberadaan polutan tersebut tidak bisa dilepaskan dari lima polutan yang diatur. Adapun polutan tersebut adalah[6]
Karbon hitam
Karbon hitam atau black carbon (BC) adalah bagian jelaga dari partikulat halus (PM). Polutan ini dihasilkan dari pembakaran.[7] Keberadaan karbon hitam berkontribusi bagi melelehnya lapisan es Artik. Karbon hitam harus dimasukan kedalam salah satu tolak ukur aksi pengurangan PM2.5 .[6]
Ozon
Ozon (O3) merupakan polutan yang secara tidak langsung disebutkan melalui pembatasan senyawa organik volatil dan nitrogen oksida. Kedua polutan tersebut mempengaruhi pembentukan ozon (utamanya ozon aras dasar). Pajanan jangka pendek dari adanya ozon dapat menyebabkan peningkatan risiko kematian akibat penyakit jantung dan pernapasan. Polutan ini juga dapat mempengaruhi tumbuh kembang anak-anak dan berkontribusi terhadap kematian dini. Ozon juga dapat merusak vegetasi, hutan, dan lahan pertanian.[6]
Komitmen Pengurangan Emisi Nasional
Dalam Pasal 4 dari Direktif NEC, negara-negara anggota UE harus membatasi emisi dari lima polutan sesuai dengan jangka waktu tertentu melalui Komitmen Pengurangan Emisi Nasional (National Emission Reduction Commitments -NERCs).[8] NERCs dtetapkan berdasarkan target tahun 2020 dan tahun 2030. Adapun perhitungannya didasarkan pada model komputer yang mencari biaya terendah untuk mencapai tujuan perbaikan kesehatan dan lingkungan. Adanya variasi antar target nasional negara satu dengan negara lain adalah karena pengambilan model ke dalam parameter yang berbeda. Jumlah keseluruhan NERCs berjumlah 280. Jumlah tersebut merupakan hasil penjumlahan 28 negara anggota UE dikalikan 5 jenis polutan dan dikalikan 2 target per tahun.[6]
Komitmen Pengurangan Emisi Nasional Negara UE berdasarkan Direktif NEC 2016[8]
Berdasarkan Pasal 6 Direktif NEC, negara-negara anggota UE harus membuat Program Pengendalian Polusi Udara atau the National Air Pollution Control Porgramme (NAPCP). NAPCP sendiri merupakan instrumen utama yang mana negara-negara anggota UE harus memastikan bahwa komitmen pengurangan emisi untuk tahun 2020 dan tahun 2030 bertemu.[9] Adapun format umum dari pembuatan NAPCP diatur dalam Commission Implementing Decision (EU) 2018/1522 yang telah diadopsi pada 11 Oktober 2018.
Ada sejumlah hal yang harus perhatikan negara-negara anggota UE dalam menyusun, mengadopsi, dan mengimplementasikan NAPCP yang telah dibuat. Adapun hal yang harus diperhatikan tersebut adalah[9]
negara anggota UE harus menilai sejauh mana sumber emisi nasional memiliki dampak pada kualitas udara secara nasional dan juga kepada negara-negara tetangganya.
negara anggota UE harus memperhatikan kebutuhan untuk mengurangi emisi polusi udara agar patuh terhadap tujuan meningkatkan kualitas udara
negara anggota UE harus memprioritaskan pengukuran reduksi emisi dari karbon hitam ketika mengambil tindakan untuk mengurangi PM2.5.
negara anggota UE harus memastikan keselarasan terhadap rencana yang relavan lainnya, serta program yang dibuat dibawah Uni Eropa atau legislasi nasional
negara anggota UE harus menyertakan langkah-langkah yang wajib, dan juga teramsuk langkah-langkah opsional
NAPCP pertama memiliki batas waktu penyarahan yakni pada 1 April 2019. Adapun status penyerahan NAPCP pertama dari anggota UE adalah sebagai berikut
Sedangkan penyerahan NAPCP kedua dilaksanakan empat tahun setelah penyerahan pertama yakni diserahkan pada tahun 2023. Selanjutnya, pada 2027 negara anggota harus menyerahkan NAPCP ketiga, dan untuk program keempat diserahkan pada 2031.[6]
Implementasi
Beberapa contoh implementasi NAPCP di negara-negara anggota Uni Eropa
Belanda
Salah satu kebijakan yang diambil Belanda dalam implementasi NAPCP adalah di sektor transportasi. Di sektor ini, Belanda menerapkan kebijakan berbasis sumber (source-based policy) dari sumber emisi. Dalam rangka mengurangi nitrogen oksida yang selaras dengan Direktif NEC, Belanda menerapkan kebijakan standar emisi yang ketat bagi kendaraan penumpang dan kendaraan kargo. Untuk mengurangi polutan sulfur dioksida, kebijakan yang selaras Direktif NEC yang kemudian diambil adalah penggunaan pemurnian gas buang di sektor industri dan sektor energi, melakukan transisi dari instalasi berbahan bakar minyak ke instalasi berbahan bakar gas di kilang dan di industri kimia, serta penggunaan batu bara dengan kadar sulfur yang rendah di pembangkit listrik tenaga batubara.[10]
Estonia
Di sektor energi, dalam rangka mengurangi nitrogen dioksida dan PM2,5, dalam NAPCP-nya Estonia menerapkan sejumlah kebijakan seperti memperluas penggunaan pembangkit listrik tenaga bayu, melakukan penggantian dari pemanas distrik menjadi pemanas lokal, dll. Di sektor transportasi, untuk mengurangi emisi dua polutan seperti di atas adalah dengan mendorong penggunaan mobil listrik, perencanaan tata ruang yang hemat energi bagi sektor transportasi, elektrifikasi dan ekspansi penggunaan jaringan kereta utama, kebijakan parkir yang di perkotaan, dll. Di sektor pertanian, untuk mengurangi emisi polutan amonia, Estonia menerapkan penggunaan teknologi penyimpanan pupuk rendah emisi yang mampu menghasilkan pengurangan amonia sebanyak 2795 ton.[11]
Denmark
Dalam NAPCP yang diserahkan oleh Denmark, ada sejumlah kebijakan yang ambil untuk mengurangi emisi. Di sektor transportasi, untuk mengurangi emisi dari nitrogen oksida, PM2,5, dan karbon dioksida, Denmark berencana menghentikan penjualan mobil berbahan bakar fosil pada 2030. Denmark juga mendorong penggunaan mobil elektrik, bus yang ramah lingkungan, taksi nol emisi.[12]
Fleksibilitas
Dalam Pasal 5 disebutkan bahwa negara-negara anggota UE dapat meminta sejumlah fleksibilitas dengan tujuan menilai tingkat kepatuhan dengan komitmen pengurangan emisi negara tersebut. Ada beberapa jenis fleksibIlitas yang tercantum dalam Direktif NEC yang baru[6]
Penyesuaian inventori emisi nasional
Salah satu fleksibilitas yang diminta adalah proses penyesuaian, yang mana negara anggota UE dapat melakukan penyesuaian dengan menurunkan inventori emisi negaranya jika ketidakpatuhan tersebut disebabkan negara tersebut sudah mengaplikasikan metode inventori emisi yang telah diperbaiki sesuai dengan temuan ilmiah terbaru ketika batas atas 2010 ditetapkan. Negara anggota UE yang ingin melakukan penyesuaian seperti hal tersebut, harus melakukan pemberitahuan terlebih dahulu kepada Komisi Eropa per tanggal 15 Februari setiap tahunnya. Kemudian, menyerahkan serangkaian dokumentasi paling lambat tanggal 15 Maret setiap tahunnya untuk ditinjau dan diambil keputusan oleh Komisi Eropa.[1]
Rerata 3 Tahun
Direktif NEC membolehkan negara anggota UE untuk menghitung emisi negaranya berdasarkan rerata dalam hal pengecualian musim dingin atau musim panas yang sangat kering.[6]
Pertukaran polutan
Jenis fleksibilitas yang dikenalkan oleh Komisi Eropa adalah membolehkan negara anggota UE untuk melebihi batas dari NERC untuk lebih dari lima tahun yang mana dalam hal ini NERC yang sudah dibuat memilki tingkat keketatan yang melebihi reduksi hemat biaya yang diidentifikasi dalam proposal yang diajukan Komisi dan juga setelah mengimplementasikan perhitungan hemat biaya yang sesuai dengan NERC. Jika semua hal tersebut sudah dipenuhi, negara anggota UE dapat mengkompensasikan ketidakpatuhannya yang setara dengan pengurangan emisi dari polutan lain yang ada dalam Lampiran II. Berikut ini daftar negara dan jenis polutan yang harus dilampaui melalui mekanisme pertukaran polutan[6]
Jenis Polutan Yang Harus Dilampaui Melalui Mekanisme Pertukaran Polutan[6]
Pengecualian yang berhubungan dengan sektor energi
Fleksibilitas lain adalah bahwa negara anggota akan dimaafkan atas pelanggaran NERCs, jika pelanggaran tersebut disebabkan oleh peristiwa tidak terduga yang disebabkan oleh gangguan yang tiba-tiba dan luar biasa dari sistem energi. Untuk fleksibilitas jenis ini, negara UE dibatasi maksimal tiga tahun dan tunduk pada dua kondisi kumulatif. Pertama, negara anggota UE harus menunjukkan usaha yang masuk akal yang telah dilakukan untuk tetap memenuhi target Komitmen Pengurangan Emisi Nasional dan harus terus melakukan usaha tersebut untuk membuat periode ketidakpatuhan menjadi sesingkat mungkin. Kedua, negara anggota harus menunjukkan usaha tambahan yang sekiranya mengarah kepada biaya yang tidak proporsional, membahayakan keamanan energi nasional atau menimbulkan risiko besar kemiskinan energi secara signifikan pada penduduknya.[6]
Kritik
Salah satu kritik dalam proses penyusunan Direktif NEC yang baru adalah bahwa Direktif NEC yang telah disahkan tidak se-ambisius proposal yang diajukan oleh Komisi Eropa. Dari 140 NERCs yang diajukan sebagai target 2030, 79 diantaranya lebih lemah dari yang diajukan. Pelemahan ini didorong kuat berasal dari Dewan Eropa. Selain itu, beberapa negara anggota juga secara sukses menurunkan NERCs mereka. Bulgaria, Yunani, dan Romania berhasil menurunkan NERCs untuk lima polutan bagi negaranya. Sedangkan Austria, Denmark, Italia, Polandia, dan Inggris berhasil menurunkan target mereka untuk empat polutan.[6]
Pelemahan komitmen juga dapat dilihat dari adanya penurunan level ambisius untuk polutan amonia dan senyawa organik volatil non-metana yang diturunkan sebesar 5%. Negara anggota UE juga berhasil menghapus secara penuh jenis polutan udara yakni metana dari bagian Direktif NEC. Penghapusan ini mendapat penolakan dari Parlemen Eropa, Komisi Eropa, serta kritik dari masyaralat sipil.[6]
Biro Lingkungan Hidup Eropa atau European Environmental Bureau (EEB) juga mengkritik lambatnya negara-negara anggota UE menyelesaikan program nasional untuk mengurangi polusi udara yang diamanatkan Direktif NEC. Lambatnya negara-negara anggota UE dilihat laporan bahwa dari 28 negara anggota UE baru 18 negara yang menyerahkan program nasional pengurangan emisinya. Sedangkan 10 negara lainnya belum yakni Ceko, Yunani, Hungaria, Irlandia, Italia, Latvia, Luksemburg, Malta, Rumania, dan Slowakia. Padahal tenggat waktu yang disepakati sesuai yang terdapat dalam Direktif NEC adalah 1 April 2019.[13]