Dassault Rafale
Dassault Rafale (pengucapan bahasa Prancis: [ʁafal], secara harafiah bermakna "hembusan angin",[2] atau "semburan api") merupakan pesawat tempur multiperan bermesin ganda dan bersayap delta kanard dari Prancis yang didesain dan diproduksi oleh Dassault Aviation. Dilengkapi dengan beragam jenis muatan amunisi, Rafale diperuntukkan dalam melaksanakan operasi supremasi udara, pencegatan, intai udara, dukungan udara, serangan presisi, serangan anti kapal permukaan, dan unjuk gentar kekuatan nuklir. Sehingga Rafale digadang-gadang sebagai pesawat "omnirole" oleh Dassault. Pada penghujung tahun 70-an, Angkatan Udara Prancis dan Angkatan Laut Prancis tengah mencari solusi untuk menggantikan dan memperkuat armada pesawat mereka. Agar biaya pengembangan dapat diminimalisir dan disisi lain meningkatkan prospek penjualan di masa mendatang, Prancis mengadakan sebuah kesepakatan dengan Britania Raya, Jerman, Italia, dan Spanyol dalam memproduksi pesawat multiperan canggih bernama "Future European Fighter Aircraft" yang menjadi cikal bakal Eurofighter Typhoon. Sering munculnya ketidaksepahaman akan distribusi kerja dan perbedaan syarat kebutuhan spesifikasi membuat Prancis keluar untuk mengembangkan proyek mandiri. Dassault membangun sebuah pesawat peraga teknologi yang terbang perdana pada bulan Juli 1986 sebagai bagian dari tahapan proyek uji terbang selama delapan tahun. Rafale mencolok daripada proyek pesawat tempur Eropa lain pada masanya karena didesain dan diproduksi oleh satu negara saja, yang hampir seluruhnya melibatkan industri pertahanan Prancis layaknya Dassault, Thales, dan Safran. Sebagian besar fitur dan sistem avionik, seperti direct voice input, radar active electronically scanned array (AESA) RBE2 AA dan sensor penglihatan dan pelacakan inframerah (IRST) optronique secteur frontal, merupakan produk buatan domestik yang diperuntukkan bagi proyek Rafale. Mulanya akan diperkenalkan tahun 1996, namun Rafale mengalami kendala besar akibat penghematan anggaran pasca Perang Dingin dan perubahan skala prioritas kebutuhan. Terdapat tiga varian utama yakni; Rafale C kursi tunggal, Rafale B dua kursi, dan Rafale M kursi tunggal untuk operasi kapal induk. Diperkenalkan pada tahun 2001, Rafale diproduksi untuk Angkatan Udara Prancis dan Angkatan Laut Prancis. Rafale juga dipasarkan untuk ekspor ke beberapa negara dan telah atau tengah diakusisi oleh Angkatan Udara Mesir, Angkatan Udara India, Angkatan Udara Qatar, Angkatan Udara Yunani, Angkatan Udara Kroasia, TNI Angkatan Udara, dan Angkatan Udara Uni Emirat Arab. Rafale telah memiliki pengalaman tempur di Afghanistan, Libya, Mali, Irak, dan Suriah. PengembanganPada pertengahan dasawarsa 1970-an, Angkatan Udara Prancis (Armée de l'Air) dan Angkatan Laut Prancis (Aéronavale) memerlukan pesawat tempur pengganti. Pesawat yang perlu diganti adalah SEPECAT Jaguar di Angkatan Udara dan F-8 Crusader di Angkatan Laut. Ternyata persyaratan projek pengadaan pesawat yang diajukan oleh kedua angkatan itu cukup bersesuaian jika digabung.[3] Pada tahun 1983, Prancis mengadakan kontrak dengan Dassault untuk pembuatan pesawat peraga Avion de Combat eXpérimental (ACX). Negara-negara Eropa, Jerman, Prancis, Italia, Spanyol, dan Britania Raya sepakat untuk bersama-sama mengembangkan pesawat tempur baru pada awal dasawarsa 1980-an. Ketidaksetujuan terhadap ukuran pesawat dan kepemimpinan projek telah mengantarkan Prancis untuk mundur dari rencana itu pada tahun 1985.[4][5] Prancis mengembangkan Rafale yang lebih kecil, sedangkan negara lainnya mengembangkan pesawat yang kemudian disebut Eurofighter Typhoon.[6][7] Peraga teknologi Rafale A selesai dibangun pada akhir tahun 1985 dan menjalani terbang perdananya pada 4 Juli 1986. Mesin SNECMA M88 yang baru saja dikembangkan ternyata dianggap kurang matang untuk program uji-coba perdana, sehingga pesawat peraga itu terbang menggunakan kipas turbo pascabakar General Electric F404-GE-400 seperti yang digunakan pada F/A-18 Hornet.[8] Pemesanan produksi dimulai pada tahun 1988. Pengujian tahap berikutnya dilanjutkan, termasuk pendaratan touch-and-go (mendarat dan segera lepas landas kembali) di atas kapal induk dan uji-terbang mesin M88, sebelum Rafale A purnatugas pada tahun 1994. Meskipun Rafale A dan British Aerospace EAP adalah sebanding, ketika Eurofighter pertama terbang perdana pada bulan Maret 1994, Rafale pra-serial telah menjalani uji terbang selama tiga tahun, termasuk uji kapal induk; Rafale C01, Rafale M01, dan Rafale B01 masing-masing terbang perdana pada bulan Mei 1991, Desember 1991, dan April 1993. Tiga jenis Rafale termasuk ke dalam pesanan produksi awal:
Purwarupa Rafale C terbang pada tahun 1991, kemudian yang pertama dari dua purwarupa Rafale M terbang pada tahun itu juga. Purwarupa Rafale B terbang pada awal tahun 1993, dan purwarupa Rafale M kedua terbang pada tahun yang sama.[9] Uji katapel pesawat mulanya diangkut antara 13 Juli dan 23 Agustus 1992 di Stasiun Rekayasa Udara Angkatan Laut Lakehurst di New Jersey, Amerika Serikat dan Stasiun Rekayasa Udara Angkatan Laut Sungai Patuxent di Maryland, Amerika Serikat, karena Prancis tidak memiliki fasilitas uji katapel berbasis daratan. Pesawat itu kemudian menjalani pengujian di atas kapal induk FS Foch. Mulanya, Rafale B hanya dimaksudkan sebagai pesawat latih, tetapi pengalaman Perang Teluk dan Perang Kosovo menunjukkan bahwa anggota kru kedua tidak begitu bermanfaat untuk misi pengintaian dan penyerangan, dan oleh karena itu Rafale B lebih banyak dipesan, menggantikan beberapa Rafale C. 60% dari pesawat ini memiliki dua kursi.[10] Angkatan Laut menyelidiki versi angkatan laut dengan dua kursi. Tidak ada pesawat produksi ataupun purwarupa yang dibuat. Ketakpastian ekonomi dan politik menyebabkan produksi Rafale M ditunda sampai tahun 1999.[10] Prancis diharapkan memesan 294 Rafale: 234 untuk Angkatan Udara dan 60 untuk Angkatan Laut.[9] Kini, 120 Rafale telah dipesan secara resmi oleh Militer Prancis.[11] Kesemuanya ini dikirimkan dalam tiga tahap yang berbeda, yang terbaru adalah pada pesanan bulan Desember 2004 sebanyak 59 pesawat.[12] Versi angkatan laut diprioritaskan untuk menggantikan pesawat F-8 Crussader yang lebih tua.[13] Pengiriman dimulai pada tahun 2001 dan jenis ini "mulai bertugas" pada tanggal 4 Desember 2000, meskipun skuadron pertama, Flotille 12, tidak mengalami perombakan sebelum tanggal 18 Mei 2001. Pesawat ini dicadangkan di Kapal Induk Charles de Gaulle pada tahun 2002, dan beroperasi penuh sejak tanggal 25 Juni 2004, menyusul diperpanjangnya evaluasi operasional yang mencakup terbang pendamping terbatas dan misi tanker guna mendukung Operasi Enduring Freedom di Afghanistan. Angkatan Udara Prancis menerima tiga pertama Rafale B (untuk standar F2) pada akhir Desember 2004. Mereka diberangkatkan ke Centre d'Expériences Aériennes Militaires (CEAM) di Mont-de-Marsan untuk evaluasi operasional dan pelatihan pilot konversi terkait.[14] BiayaBiaya program pengadaan 294 buah pesawat Rafale pada tahun 2005 adalah sebesar € 33,274 (termasuk rancangan, produksi, dukungan, dll.), tetapi pada tahun 2010 direvisi menjadi sebesar € 40,690 miliar.[15] Taksiran biaya rata-rata Rafale (untuk semua versi) adalah € 142,3 juta per unit. Pelaksanaan undang-undang program militer (2003-2008) mengalami kekurangan dana sebesar € 11 miliar, atau setara dengan satu tahun program, berakibat pada melambatnya laju pelaksanaan sebagian besar program non-nuklir, contoh yang paling mencolok adalah bahwa tanggal penyerahan Rafale terakhir rencananya dijadwalkan untuk tahun 2010, tetapi kemudian diundur sampai tahun 2025.[16] Menurut Lembaga Audit Prancis, biaya dukungan pada bulan Desember 2004 adalah € 35.000 per jam terbang; sedangkan menurut Kementerian Pertahanan Prancis terdapat penurunan € 10.000 per jam terbang untuk Rafale Air dan € 7.000 untuk Rafale M pada 2010.[17] Keseluruhan biaya program, pada tahun 2008, adalah sekitar € 39,6 miliar yang berarti senilai € 138,5 juta per pesawat. Harga satuan pesawat laik terbang pada tahun 2008 adalah € 64 juta untuk versi C (Angkatan Udara), dan € 70 juta untuk versi Angkatan Laut.[18] Tahapan waktu penting
DesainAerodinamikaRafale berfiturkan sayap delta dipadukan dengan kanard aktif terintegrasi (dekat-berpasangan)[a] untuk memaksimalkan kemampuan manuver (+9 G atau -3 G) sambil memelihara kestabilan terbang, nilai maksimum 11 G dapat diraih dalam keadaan darurat. Kanard juga mengurangi laju pendaratan hingga 115 knot. Menurut sumber internal (Les essais en vol du Rafale) batas laju terendah adalah 100 kt tetapi 80 kt kadang-kadang diperagakan pada pameran dirgantara oleh pilot untuk mengungkapkan mutu laju rendah pesawat ini. "Batas minimum 15 kt dapat dicapai pada saat simulasi tempur melawan Mirage 2000 oleh seorang pilot agresif." Pesawat ini dapat dioperasikan dari landas pacu yang hanya berpanjang 400 meter.[20] Sistem tempurRafale diperlengkapi dengan sistem pertahanan elektronik terintegrasi yang disebut Système de Protection et d'Évitement des Conduites de Tir du RAfale (Self-Protection Equipment Countering Threats to Rafale Aircraft, disingkat SPECTRA) yang menyediakan teknologi siluman virtual berbasis perangkat-lunak. Sensor terpenting yang dimiliki adalah radar RBE2 Passive Electronically Scanned Array buatan Thales Group. Thales mengaku sebagai pihak yang pertama mencapai tingkat kesadaran situasional melalui deteksi dini dan pelacakan multi-sasaran udara untuk pertempuran jarak dekat dan pencegatan berjelajah-jauh, juga penciptaan seketika peta lapangan tiga-dimensi di hadapan dan penciptaan seketika peta daratan beresolusi tinggi untuk navigasi dan penentuan sasaran.[21] Di dalam lingkungan ketika pengelolaan pengenalan diperlukan, Rafale dapat menggunakan beberapa sistem sensor pasif. Sistem optik-listrik bagian-depan atau Optronique Secteur Frontal (OSF), dikembangkan oleh Thales, secara utuh terintegrasi di dalam pesawat ini dan dapat beroperasi dalam panjang gelombang mata telanjang maupun infra merah. Sistem perlindungan diri elektronik SPECTRA, yang dikembangkan oleh Thales dan EADS Prancis, memberi pesawat ini kemampuan tertinggi untuk bertahan melawan ancaman dari udara maupun daratan.[22] Pranala data seketika memungkinkan komunikasi tidak hanya dengan pesawat lain, tetapi juga dengan komando bergerak, komando tetap, dan pusat kendali. Untuk misi-misi yang memerlukannya, Rafale sebenaranya juga akan menggunakan poda perancangan laser/optik-listrik Damoclès yang membawa kemampuan LGB sepanjang siang dan malam, meskipun Angkatan Udara Prancis berencana memperlengkapi Rafale dengan senjata standoff, sedangkan peran LGB diserahkan kepada Dassault Mirage 2000. Sistem inti Rafale membekerjakan Avionik Modular Terintegrasi (IMA), yang disebut Satuan Pengolahan Data Modular (Modular Data Processing Unit), disingkat MDPU. Arsitektur ini menjadi tuan rumah bagi semua fungsi inti Rafale sebagai Sistem Pengelolaan Penerbangan, Fusi Data, Kendali Penembakan, Antarmuka Mesin-dan-Manusia, dll.[23][b] Harga keseluruhan radar, komunikasi elektronik, dan perlengkapan perlindungan diri adalah sekira 30% biaya pembuatan pesawat.[24] Kemampuan serang-darat Rafale dibatasi oleh kekurangan poda penentuan sasaran tingkat lanjut,[25] tetapi ini akan diperbaiki dengan menambahkan poda penentuan sasaran Damocles dan pengintaian Reco NG/Areos buatan Thales Optronique pada standar F-3.[26] Radar AESARadar Susunan Terpindai Elektronis Aktif AESA RBE2 AA (Antenna Actife) buatan Thales digunakan untuk menggantikan Susunan Terpindai Pasif RBE2 yang terpasang. Thales mengirimkan radar baru itu pada bulan Agustus 2010 untuk digunakan pada tranche Rafale keempat. Seluruhnya ada 60 tranche, yang masing-masing tranche itu terdiri dari empat pesawat telah dipesan pada waktu itu. Skuadron pesawat yang diperlengkapi AESA ini diharapkan dapat dioperasionalkan pada tahun 2012. Thales juga mengaku bahwa radar AESA akan memperbaiki kemampuan operasional pesawat dalam hal jelajah, kemampuan mencegat, kemampuan membuntuti, dan penangkalan.[27] KokpitKokpit menggunakan kursi pelontar Mark 16F "nol-nol" buatan Martin-Baker, yang mampu digunakan pada laju nol dan ketinggian nol. Kursi ini berkemiringan 29 derajat ke belakang untuk memperbaiki toleransi gaya G. Engsel kanopi dapat membuka ke sisi kanan. Sistem ini terhubung dengan sistem terintegrasi generator oksigen yang disediakan untuk menghilangkan kebutuhan banyak kotak oksigen.[10] Pada kokpit terdapat tampilan atas kepala (Head-Up Display, disingkat HUD), holografis bersudut lebar; dua tampilan serbaguna (Multi-Function Display, disingkat MFD), yang merunduk dan merupakan panel datar berwarna; dan tampilan collimated pusat. Antartindak pilot-dan-tampilan memanfaatkan sentuhan, dalam hal ini pilot menggunakan sarung tangan kulit berlapis sutera. Selain itu, dalam pengembangan sepenuhnya, pilot dilengkapi dengan tampilan melekat kepala (Head-Mounted Display, disingkat HMD).[28] Dua layar sentuh kecil agak tidak biasa di bawah layar serbaguna kiri, yang digunakan untuk memilih berbagai fungsi seperti peralatan radio. Ada juga kain untuk membersihkan layar.[10] Pilot menerbangkan pesawat ini dengan pengendali tongkat-samping[c] yang terpasang di sisi kanannya dan katup penutup di sisi kanannya. Kokpit Rafale juga direncanakan untuk menyertakan Direct Voice Input (DVI), yang memungkinkan pilot memberikan perintah menggunakan suaranya.[d] Terakhir, sebuah generator oksigen/oxygen generator (On-Board Oxygen Generating System, disingkat OBOGS) yang berfungsi untuk meningkatkan kandungan oksigen dalam udara yang diambil oleh motor kompresor sehingga dapat diberikan langsung ke pilot. Dengan OBOGS, produksi oksigen hampir tak terbatas. Otonomi pesawat tidak lagi dibatasi oleh pengiriman oksigen ke pilot, yang memungkinkan misi yang sangat panjang. Hal ini juga memfasilitasi logistik karena tidak lagi memerlukan produksi oksigen di darat, maupun pemuatan dan pemasangan botol terkompresi di atas kapal induk. Karena saringan molekuler dapat diregenerasi hampir beberapa kali, logistik disederhanakan dibandingkan dengan penggunaan botol oksigen konvensional.[10] NavigasiDua sistem navigasi inersia berbasis laser redundan tipe RL-90 dari Sagem dengan penerima GPS terintegrasi tipe NSS-100. Sistem Thales TLS 2020, yang menggabungkan ILS, MLS, dan VOR. Altimeter AHV 17 juga berasal dari Thales. Komponen lainnya adalah sistem statis pitot dengan empat probe multifungsi. Ini mengukur baik tekanan dinamis dan tekanan statis, dari mana ketinggian dan kecepatan penerbangan tertentu dapat dihitung. Probe dipasang secara berputar di bawah badan pesawat depan. Pemasangan yang dapat diputar memungkinkan pengukuran yang andal, bahkan pada sudut datang atau geser yang tinggi. Sensor suhu udara dan es juga tersedia. Ada juga satu set sensor data yang disediakan oleh Goodrich Corporation, menjadikannya salah satu dari sedikit komponen yang tidak berasal dari perusahaan Prancis. Fitur pengabur radarMeskipun bukan sebagai pesawat siluman sejati, menurut Dassault, Rafale mampu mengaburkan pengenalan radar, sementara sebagian besar fitur desain siluman diklasifikasi, penggunaan bahan komposit dan pola bergerigi di tepian sayap dan kanard berjejak berperan untuk mengurangi daya pindai radar.[29] StandarPengiriman perdana Rafale M bersesuaian dengan standar F1 ("France 1"). Ini artinya pesawat Rafale cocok untuk tujuan tempur udara-ke-udara, menggantikan F-8 Crusader yang sudah kedaluwarsa sebagai pesawat tempur Angkatan Laut Prancis berbasis kapal induk, tetapi tidak diperlengkapi oleh, juga tidak dipersenjatai untuk operasi udara-ke-daratan. Pengiriman sebenarnya (kepada Flotille 11, pada suatu waktu setelah tahun 2007) adalah untuk memenuhi standar "F2", memberikan kemampuan udara-ke-daratan, dan menggantikan Dassault-Breguet Super Étendard dalam peran serang-darat dan Dassault Étendard IVP dalam peran pengintaian. Ini akan meninggalkan Rafale M hanya sebagai pesawat tempur bersayap kaku yang diterbangkan oleh Angkatan Laut Prancis, dan rencana untuk memperbaiki semua badan pesawat agar sesuai dengan standar "F3", dengan kemampuan nuklir dan radar 3D menjejaki kontur permukaan, dari permulaan dasawarsa setelah tahun 2010.[30] Perbaruan ini dilakukan bagi 10 Rafale F-1 Angkatan Laut Prancis pada tahun 2010.[31] Rafale C pertama dikirimkan kepada Angkatan Udara Prancis, pada bulan Juni 2005, memenuhi standar "F2", dan telah ditindaklanjuti bahwa perbaruan pesawat milik Angkatan Laut Prancis juga akan dilakukan lagi pada masa depan. Rafale menggantikan peran SEPECAT Jaguar, Mirage F1, dan Mirage 2000 di Angkatan Udara Prancis. Dengan standar F3 yang diperkenalkan pada pertengahan 2008, semua mode operasi radar, pelindung helm dan berbagai senjata termasuk ASMP yang dilengkapi nuklir, poda pencahayaan dan poda pengintaian. Penggunaan meriam 30 mm terhadap target darat juga telah dipermudah dengan penyesuaian perangkat lunak. Rafale M juga memenuhi syarat dengan standar untuk peluncuran ketapel dengan massa lepas landas 23,5 ton, yang memungkinkan penggunaan dua tangki tambahan 2.000 liter. Standar F3 disiapkan untuk dimasukkannya radar AESA, tetapi itu bukan bagian dari standar F3. Senjata masa depan seperti MBDA Meteor juga dapat diintegrasikan ke dalam standar F3. F3 standar tersedia di ketiga versi Rafale. Pada tanggal 2 Oktober 2012, purwarupa pertama F3-04T dikirim ke Angkatan Udara Prancis untuk tujuan pengujian. Rafale menerima radar AESA baru, serta sistem peringatan rudal yang ditingkatkan dan OSF yang lebih baik. Mulai 2013, skuadron angkatan bersenjata Prancis menerima pesawat standar F3-04T. Rafale dengan standar F3.4 membawa perbaikan kecil, terutama di sisi perangkat lunak, antara lain untuk meningkatkan kompatibilitas dan keamanan NATO. Rafale dengan standar F3.4 dikirimkan mulai awal tahun 2015. Pada 10 Januari 2014, Prancis menempatkan pesanan pengembangan untuk standar F3R, yang merupakan pengembangan lebih lanjut dari standar F3-04T, dan melakukan penerbangan perdananya pada akhir 2018. Pesanan senilai 810 juta euro termasuk khususnya integrasi rudal udara-ke-udara MBDA Meteor, integrasi lanjutan dari bom yang dikontrol presisi dari jenis Sagem AASM Hammer, peningkatan lebih lanjut dari sistem SPECTRA dan target laser baru. Yang terakhir adalah jenis Thales PDL-NG dan merupakan salah satu bagian terpenting dari program dengan biaya 120 juta euro. Pengembangan standar F4 dimulai pada 2018. Thales memasok pelindung helm dan akan mengembangkan sistem kecerdasan buatan untuk memungkinkan sistem RECO NG secara langsung mengenali obyek, sedangkan saat ini diperlukan satu jam bagi analis untuk memproses 10 km² dari daratan. Dan bahwa sistem baru ini digadang dapat memproses 3.000 km² dalam satu jam. Thales dan Atos mengintegrasikan konektivitas baru dengan radio CONTACT, peladen komunikasi cerdas yang aman dan perluasan gerbang jaringan sistem navigasi dan senjata. Kemampuan ofensif dan defensif Rafale F4 akan ditingkatkan untuk menyelesaikan masalah pengembangan konsep A2/AD (Anti-Access/Area Denial), peningkatan operasi jaringan, peningkatan konektivitas, termasuk mesin baru M88-3 yang sekitar 20% lebih bertenaga, sensor-sensor, peningkatan radar RBE2-AA khususnya untuk mode udara-darat, OSF dan SPECTRA, peningkatan persenjataan, khususnya dengan MICA NG rudal udara-ke-udara dan dengan pembukaan titik 3 di bawah sayap memungkinkan untuk membawa 2 rudal MICA NG tambahan (6 MICA + 2 Meteor). SCALP-EG akan dirombak dan AASM dengan inersia campuran/GPS/inframerah/panduan laser akan menggantikan GBU-24 yang hanya berpanduan laser. Secara keseluruhan, Prancis berencana membuat salinan standar F4, seri produksinya akan dipesan pada 2023 dan untuk pengiriman pada 2030. Itu akan memberi Prancis 225 Rafale, termasuk 40 penerbang angkatan laut. Sejarah operasionalPrancisRafale kini sedang bertugas dalam peran percobaan dan pelatihan bersama Angkatan Udara Prancis (CEAM/EC 5/330), dan EC 1/7 di Saint-Dizier diharapkan menerima inti dari 8–10 Rafale F2 pada Musim Panas 2006, dan Rafale memasuki penugasan penuh (dengan kemampuan udara-ke-udara yang kuat dan ketepatan serang udara-ke-darat yang bagus) pada pertengahan tahun 2007 (ketika EC 1/7 akan memiliki kira-kira 20 pesawat, 15 berkursi dua dan 5 berkursi satu).[32] Pesawat ini telah berada dalam penugasan terbatas bersama Angkatan Laut Prancis (Flotille 12F) dalam peran udara-ke-udara, dan telah mengambil alih sejumlah besar percobaan udara-ke-darat dan upaya evaluasi. Rafale M sepenuhnya kompatibel dengan kapal induk milik Angkatan Laut Amerika Serikat dan beberapa pilot Angkatan Laut Prancis lulus kualifikasi untuk menerbangkan pesawat ini dari dek penerbangan Angkatan Laut Amerika Serikat.[33] Rafale yang pertama ditugaskan di daerah peperangan ketika Angkatan Laut Prancis menjalani Opération Héraclès, yakni keikutsertaan Prancis di dalam Operation Enduring Freedom. Mereka terbang dari kapal induk Charles de Gaulle di atas Afghanistan sejak tahun 2002, tetapi standar F1 menghindari misi udara-ke-darat dan Rafale tidak menjalani aksi apapun. Pada bulan June 2002, ketika kapal induk Charles de Gaulle berada di Laut Arab, pesawat Rafale yang dipersenjatai ikut serta dalam patroli antar-posisi di dekat perbatasan India-Pakistan, menjadi tanda penting karier operasional Rafale M dan integrasinya bersama kapal induk itu.[34] Pada tahun 2007, setelah suatu perbaikan "crash program", enam Rafale diberi kemampuan untuk dapat menjatuhkan bom terpandu-laser, sebagai hasil evaluasi kinerja mereka di Afghanistan. Tiga dari pesawat-pesawat ini menjadi milik Angkatan Udara ditugaskan ke Dushanbe di Tajikistan, sedangkan tiga sisanya adalah Rafale Marines milik Angkatan Laut disiagakan di kapal induk Charles De Gaulle.[35] Misi pertama berjalan pada tanggal 12 Maret 2007, dan GBU-12 pertama diluncurkan pada tanggal 28 Maret untuk mendukung serdadu Belanda yang bertugas di Afghanistan Selatan, menandai debut operasional Rafale.[36] Mereka masih bergantung pada Mirage 2000Ds dan Super Étendards yang membawa poda penentu sasaran berbantuan laser untuk mendesain sasaran mereka.[37] Rafale direncanakan untuk menjadi pesawat tempur utama Angkatan Udara Prancis hingga tahun 2040 atau lebih lama lagi.[38] Pada bulan November 2009, Pemerintah Prancis memesan 60 pesawat lagi untuk melengkapi keseluruhan pesanan Angkatan Udara dan Angkatan Laut Prancis sebanyak 180 pesawat.[39] Pada tanggal 4 Juni 2010, sebuah Rafale milik Prancis menjadi pesawat jet tempur pertama milik angkatan laut asing yang menjalani penggantian mesinnya di atas kapal induk milik Amerika Serikat, pada saat latihan bersama kapal induk USS Harry S. Truman (CVN-75).[40] EksporBeberapa negara telah menunjukkan minatnya untuk membeli Rafale. Rafale adalah salah satu dari enam jet tempur yang berkompetisi di dalam upaya memenangi pengadaan 126 pesawat tempur serbaguna untuk India. Kompetisi ini dinamai Indian Air Force Medium Multi-Role Combat Aircraft Competition (Kompetisi Pesawat Tempur Serbaguna ukuran Sedang untuk Angkatan Udara India). Pada bulan April 2009, terdapat laporan berita yang menyatakan bahwa Rafale tidak lolos kompetisi karena tidak memenuhi persyaratan minimum Angkatan Udara India[41][42] dan bahwa pesawat kompetitor lainnya, yaitu Mikoyan MiG-35, General Dynamics F-16 Fighting Falcon, Boeing F/A-18E/F Super Hornet, JAS 39 Gripen, dan Eurofighter Typhoon, lolos untuk putaran penilaian berikutnya.[43] Kementerian Pertahanan India membantah laporan ini; seorang juru bicara Angkatan Udara India menyatakan, "kami tidak mencoret peserta manapun di dalam kompetisi MMRCA ini".[44] Laporan itu menyatakan bahwa Rafale dan Typhoon memasuki tahap akhir kompetisi.[45] Pada bulan Januari 2006, surat kabar Prancis Journal du Dimanche melaporkan bahwa Libya ingin memesan 13–18 Rafale "senilai $ 3,24 miliar".[46] Pada bulan Desember 2007, Saif al-Islam Gaddafi secara terbuka menyatakan bahwa Libya berminat terhadap Rafale.[47] Yunani juga mengungkapkan minatnya terhadap pesawat tempur Prancis ini, mungkin untuk dapat dipertukarkan dengan Mirage.[48] Pada tahun 2006 Angkatan Laut Britania Raya memandang Rafale sebagai alternatif bagi F-35 JSF meskipun akhirnya lebih memilih F-35.[49][50] Bagaimanapun kapal induk Britania Raya akan dimodifikasi supaya mampu mengoperasikan Rafale.[51] Pada bulan Februari 2007, dilaporkan bahwa Swiss memperhatikan Rafale dan pesawat tempur lainnya untuk menggantikan F-5 Tiger II miliknya.[52] Evaluasi yang berjalan selama sebulan sejak Oktober 2008 di Pangkalan Udara Emmen melibatkan kira-kira 30 pesawat tempur. Rafale, Gripen, dan Eurofighter sama-sama dievaluasi.[53] Pada bulan September 2007, La Tribune melaporkan bahwa penjualan ke Maroko mengalami kegagalan, pemerintah Maroko lebih memilih F-16.[54] Pada bulan Oktober 2007, laporan La Tribune yang lebih lama menyatakan bahwa Rafale tidak akan dibeli.[55] Pada bulan Januari 2008, harian O Estado de São Paulo melaporkan bahwa Menteri Pertahanan Brasil mengunjungi Prancis untuk membahas kemungkinan mendapatkan Rafale untuk program F-X2. Pada bulan Juni 2008, Angkatan Udara Brasil mengumumkan Permintaan Informasi untuk perusahaan-perusahaan pesawat tempur dan produk mereka: Boeing F/A-18E/F Super Hornet dan Lockheed Martin F-35 Lightning II, Dassault Rafale, Sukhoi Su-35, Saab Gripen NG dan Eurofighter Typhoon.[56] Pada bulan Oktober 2008, dilaporkan bahwa Angkatan Udara Brasil telah memilih tiga finalis F-X2; Dassault Rafale, Saab Gripen NG, dan Boeing F/A-18E/F.[57] Pada tanggal 7 September 2009, selama kunjungan Presiden Prancis Nicolas Sarkozy, Brasil membuat pakta dengan Prancis dan bahwa mereka sepakat bernegosiasi tentang pengadaan 36 Rafale.[58] Kegagalan terbang dua Rafale di Timur-Tengah di wilayah udara Perpignan pada tanggal 24 September 2009 setelah tabrakan di udara, telah menjadi waktu yang buruk bagi negosiasi Brasil-Prancis.[59] Pada tanggal 5 Januari 2010, media melaporkan bahwa laporan evaluasi terakhir oleh Angkatan Udara Brasil menempatkan Gripen berada di atas dua saingannya. Faktor yang menentukan tampaknya berada pada keseluruhan biaya pesawat baru, apakah itu dana pembelian, pengoperasian, maupun pemeliharaan.[60][61] Beberapa sumber mengatakan bahwa Rafale dipilih oleh Kementerian Pertahanan,[62] tetapi tidak ada konfirmasi lanjutan. Pada bulan Februari 2009, Presiden Prancis Nicolas Sarkozy menyatakan bahwa Kuwait ingin membeli 28 Rafale, tetapi tidak dilanjutkan pada tahap pemesanan. Pada bulan yang sama, Prancis menawarkan Rafale ke Oman untuk menggantikan pesawat lawasnya, SEPECAT Jaguar.[63] Tetapi pada tahun 2010, Oman lebih memilih untuk memesan Eurofighter Typhoon.[64] Uni Emirat Arab berminat akan satu versi Rafale yang akan diperbarui dengan mesin dan radar yang lebih kuat, juga peluru kendali udara-ke-udara yang lebih cerdas.[65] Mereka kini mulai mempelajari kemungkinan pembelian Boeing F/A-18E/F Super Hornet.[66] Dilaporkan sedemikian karena Menteri Pertahanan Prancis, Hervé Morin meminta UEA untuk membayarkan 2 miliar Euro dari keseluruhan dana perbaruan Rafale untuk menyesuaikannya dengan kemajuan Super Hornet.[67] Surat kawat Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat yang bocor mengatakan bahwa "Duta Prancis berupaya memuntir kinerja Rafale yang buruk di pasar global sebagai akibat dari tekanan politik Pemerintah Amerika Serikat, lebih dari sekadar kecacatan pesawat itu".[68] Varian
PenggunaPengguna aktif
Total 180 unit telah dipesan dari rencana awal sejumlah 286 unit, dengan opsi tambahan 9 unit.[90] Sekitar 152 unit telah dikonfirmasi untuk diterima pada tahun 2018.[91][92] Hingga 2017[update], 149 unit telah diterima. Pada tahun 2018, tiga unit telah diterima, sehingga pada tahun 2024 akan diterima seluruh sisa unit dari pesanan 180 unit.[93][94]
Pengguna mendatang
Musibah
SpesifikasiData dari Dassault Rafale characteristics,[116] Superfighters,[117] French Navy page[118] Ciri-ciri umum
Kinerja
Persenjataan
Avionik
Lihat pula
Referensi
Pranala luarWikimedia Commons memiliki media mengenai Dassault Rafale.
|