Bentrokan di perbatasan Armenia–Azerbaijan (Tavush[2]–Qazakh[3]) dan batas kontak antara Nagorno-Karabakh dan Azerbaijan pecah sejak 27 Juli 2014.[4] Dari segi korban tewas, bentrokan ini merupakan yang paling mematikan sejak perjanjian gencatan senjata 1994 yang mengakhiri Perang Nagorno-Karabakh.[3]
Latar belakang
Saat Uni Soviet membubarkan diri, etnis Armenia di Azerbaijan terlibat konflik singkat yang didukung Armenia yang berujung pada merdekanya Nagorno-Karabakh (NKR) secara de facto ditambah perjanjian gencatan senjata 1994 sehingga memunculkan konflik beku. Pada saat yang sama, Azerbaijan menguasai eksklave Republik Otonom Nakhichivan di perbatasan Armenia yang tidak bersambungan dengan teritori utamanya.
Selain itu, di Pembahasan Umum Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa, Armenia dan Azerbaijan selalu menggunakan dua hak balasnya dalam beberapa tahun terakhir saat membahas konflik tersebut.
Bentrokan
Pasukan Azerbaijan melaporkan 12 tentaranya tewas, delapan di antaranya pada tanggal 1 Agustus setelah tiga hari bertempur secara sporadis dan empat di antaranya pada 2 Agustus.[5] Tanggal 2 Agustus, Kementerian Pertahanan Nagorno-Karabakh melaporkan satu korban tewas pada malam sebelumnya.[6]
Kementerian Pertahanan Azerbaijan menyatakan bahwa empat tentara yang terbunuh tanggal 2 Agustus gugur karena berselisih dengan "grup sabotase Armenia" yang melakukan operasi di kawasan Agdam–Tartar.[6] Ada beberapa tentara yang mengalami cedera ringan.[7] Kementerian Pertahanan Nagorno-Karabakh mengatakan bahwa satu-satunya korban di pihak mereka terlibat dalam "serangan balasan yang sukses terhadap unit komando Azerbaijan."[6] Pemerintah NKO kemudian merevisi jumlah korban tewasnya menjadi tiga tentara.[8]
Pada tanggal 6 Agustus 2014, jumlah korban tewas mencapai 18 orang.[1]
Lihat pula
Referensi