Tugas organisasi ini meliputi penyusunan program, pelaksanaan konstruksi, operasi dan pemeliharaan dalam rangka konservasi dan pendayagunaan sumber daya air, serta pengendalian daya rusak air pada sungai, pantai, bendungan, danau, situ, embung dan tampungan air lainnya, irigasi, rawa, tambak, air tanah, air baku, serta pengelolaan drainase utama perkotaan di WS Jratunseluna.[3]
Jratunseluna merupakan singkatan dari 'Jragung, Tuntang, Serang, Lusi, dan Juana'. Singkatan tersebut diperkenalkan oleh Ir. Abdullah Angoedi yang menjabat sebagai Direktur Irigasi di Direktorat Jenderal Pengairan mulai tahun 1965 hingga 1968. Sebelumnya, pada masa pendudukan Jepang di Indonesia, Angoedi sehari-hari menjadi pengawas pengairan di wilayah sungai tersebut sambil menggembala itik.[4][5]
Sejarah
Organisasi ini memulai sejarahnya pada bulan Mei 1908 saat pemerintah Hindia Belanda membentuk Irrigatie Afdeeling Pemali-Tjomal dan Irrigatie Afdeeling Serang.[6] Tugas dari dua organisasi tersebut antara lain melebarkan Sungai Tuntang mulai dari Glapan hingga ke muara serta mengelola Daerah Irigasi Gung dan Daerah Irigasi Kumisik. Setelah Indonesia merdeka, pada tahun 1985, Kementerian Pekerjaan Umum membentuk Badan Pelaksana Proyek Pengembangan Wilayah Sungai Jratunseluna (Proyek Jratunseluna) untuk mengembangkan sejumlah infrastruktur sumber daya air di WS Jratunseluna secara bertahap, dimulai dengan Waduk Kedungombo. Setahun kemudian, status Proyek Jratunseluna ditingkatkan menjadi Proyek Induk Jratunseluna, karena membawahi lebih dari satu proyek.[7]
Pasca diterapkannya otonomi daerah di Indonesia, pada tahun 2006, organisasi ini diubah namanya menjadi seperti sekarang untuk mengelola sumber daya air di dua WS strategis nasional, yakni WS Pemali-Comal dan WS Jratunseluna.[8] Pada tahun 2015, WS Pemali-Comal tidak lagi digolongkan sebagai WS strategis nasional, sehingga sejak saat itu, organisasi ini hanya bertugas mengelola sumber daya air di WS Jratunseluna.[9]
Kelolaan
Salah satu tugas dari organisasi ini adalah mengelola bendungan dan daerah irigasi di WS Jratunseluna yang menjadi kewenangan pemerintah pusat.
Daerah irigasi
Operasional dan pemeliharaan daerah irigasi di WS Jratunseluna yang menjadi kewenangan pemerintah pusat (luas baku mininal 3.000 hektar) diperbantukan kepada pemerintah provinsi setempat, sementara perbaikannya tetap dilakukan oleh organisasi ini. Daerah irigasi tersebut meliputi[1]:
Daerah Irigasi Klambu (37.451 hektar)
Daerah Irigasi Glapan (18.740 hektar)
Daerah Irigasi Sedadi (16.055 hektar)
Daerah Irigasi Dumpil (9.818 hektar)
Daerah Irigasi Sidorejo (7.938 hektar)
Daerah Irigasi Logung (5.296 hektar)
Daerah Irigasi Gembong (4.606 hektar)
Daerah Irigasi Jragung (4.053 hektar)
Daerah Irigasi Gunung Rowo (3.922 hektar)
Selain itu, karena berkantor pusat di Jawa Tengah, organisasi ini juga ditugaskan untuk mengelola sejumlah daerah irigasi di Jawa Tengah yang menjadi kewenangan pemerintah pusat, tetapi terletak di luar WS Jratunseluna. Operasional dan pemeliharaan daerah irigasi tersebut diperbantukan kepada pemerintah provinsi setempat, sementara perbaikannya tetap dilakukan oleh organisasi ini. Daerah irigasi tersebut meliputi[1]:
Operasional dan pemeliharaan semua bendungan di atas dilakukan oleh organisasi ini, kecuali Bendungan Kedungombo dan Bendungan Jatibarang yang operasional dan pemeliharaannya dilakukan oleh Jasa Tirta I.[10] Walaupun begitu, perbaikan terhadap semua bendungan di atas tetap dilakukan oleh organisasi ini.
Selain itu, karena berkantor pusat di Jawa Tengah, organisasi ini juga ditugaskan untuk mengelola sejumlah bendungan yang terletak di Jawa Tengah, tetapi terletak di luar WS Jratunseluna, yakni:[1]