Perhatian: untuk penilai, halaman pembicaraan artikel ini telah diisi sehingga penilaian akan berkonflik dengan isi sebelumnya. Harap salin kode dibawah ini sebelum menilai.
Cari artikel bahasaCari berdasarkan kode ISO 639 (Uji coba)Kolom pencarian ini hanya didukung oleh beberapa antarmuka
Halaman bahasa acak
Bahasa Melayu Baku, juga dikenal sebagai bahasa Melayu Standar atau bahasa Melayu Piawai adalah ragam baku bahasa Melayu yang digunakan di Malaysia, Singapura, dan Brunei Darussalam. Ragam ini berdasarkan bahasa Melayu dialek Johor-Kep. Riau dan digunakan dalam situasi formal. Ini dituturkan oleh sebagian besar penduduk Malaysia meskipun sebagian besarnya mempelajari bahasa Melayu setempat atau bahasa daerah lain terlebih dahulu.[1] Bahasa Melayu merupakan mata pelajaran wajib di sekolah dasar dan menengah.[11]
Sebagai bahasa kebangsaan di tiga negara, bahasa Melayu baku mempunyai berbagai nama resmi. Di Malaysia, ragam ini ditetapkan sebagai bahasa Melayu Malaysia, bahasa Melayu piawai, bahasa Melayu standard, atau bahasa Melayu. Di Singapura dan Brunei, ragam ini disebut bahasa Melayu. Bahasa Melayu baku Malaysia mengikuti pelafalan Johor-Kep. Riau, sedangkan bahasa Melayu baku Brunei dan Singapura mengikuti pelafalan baku.[12]
Status
Di Malaysia
Bahasa kebangsaan ialah bahasa Melayu dan hendaklah dalam tulisan yang diperuntukkan melalui undang-undang oleh Parlimen
[Terjemahan: "Bahasa nasional adalah bahasa Melayu dan hendaklah ditulis dalam aksara yang ditentukan melalui hukum oleh parlemen" (?)]
— Perlembagaan Persekutuan Malaysia Perkara 152 Fasal 1[13] [Terjemahan: Undang-Undang Dasar Federasi Malaysia Pasal 152 Ayat 1]
Di Malaysia, bentuk baku bahasa Melayu diatur oleh Dewan Bahasa dan Pustaka (DBP). Meskipun "bahasa Melayu" ditetapkan sebagai bahasa resmi dalam Pasal 152 Undang-Undang Dasar Federasi Malaysia,[14] istilah bahasa Malaysia digunakan dalam konteks resmi dari waktu ke waktu.[15] Pemilihan nama itu dapat menjadi perdebatan politik. Pada tahun 1999, Dewan Bahasa dan Pustaka Malaysia menolak penerbitan beberapa cerpen karena kata pengantar terbitan itu menggunakan istilah bahasa Malaysia, bukan istilah bahasa Melayu yang diutamakan pada saat itu.[16] Antara tahun 1986 dan 2007, istilah bahasa Malaysia digantikan dengan "bahasa Melayu". Sejak itu, istilah bahasa Malaysia sekali lagi menjadi sebutan pilihan pemerintah untuk bahasa kebangsaan dan bahasa perpaduan/penyatu (bahasa persatuan) untuk mengakui bahwa Malaysia terdiri atas banyak suku atau ras (dan bukan hanya Suku Melayu).[15][17][18][19] Namun, kedua istilah tersebut masih digunakan walaupun istilah bahasa Melayu masih sangat populer.[20][21] Bahasa ini juga dirujuk sebagai BM.
Di Brunei
Bahasa Melayu ditetapkan sebagai bahasa kebangsaan Brunei dalam undang-undang dasar Brunei tahun 1959[22][23] dan peran utamanya diperkukuh dalam falsafah kebangsaan MIB (Melayu Islam Beraja).[24] Walaupun ragam bahasa Melayu yang berfungsi sebagai bahasa kebangsaan tidak ditentukan, ragam bahasa Melayu baku yang serupa dengan ragam baku yang digunakan di Malaysia secara umum dianggap sebagai ragam bahasa Melayu yang berfungsi sebagai bahasa kebangsaan.[23] Ragam bahasa Melayu baku nasional yang digunakan di Brunei sebagian besar mengikuti baku Malaysia dengan perbedaan kecil dalam pelafalan dan beberapa pengaruh leksikal dari bahasa Melayu Brunei, ragam bahasa Melayu setempat yang tidak baku.[25]:72[26] Walaupun bahasa Melayu baku didukung sebagai bahasa kebangsaan resmi Brunei, bahasa Melayu Brunei dominan dari segi sosial dan kini menggantikan bahasa minoritas Brunei,[27] termasuk bahasa Dusun dan Tutong.[28] Bahasa Melayu baku berbeda dari bahasa Melayu Brunei sampai-sampai hampir tidak dapat dipahami satu sama lain.[butuh rujukan] Bahasa Melayu baku sebenarnya berhubungan diglosia dengan bahasa Melayu Brunei[29] karena bahasa Melayu baku berfungsi sebagai bahasa tinggi yang digunakan dalam ranah formal seperti pengajaran dan pidato resmi, sedangkan bahasa Melayu Brunei berfungsi sebagai bahasa rendah yang digunakan dalam ranah tak formal seperti berbicara dengan antarteman dan toko setempat.[27] Dari segi pelafalan, bahasa Melayu baku digunakan di Brunei adalah rotik sehingga [r] dan [a] (bukan [ə]) tetap dilafalkan di akhir kata seperti besar, saya, dan utara.[23] Pelafalannya mungkin berbeda sedikit dari Semenanjung Malaysia, yang dipengaruhi dialek setempat.[30] Bentuk baku bahasa Melayu di Brunei diatur oleh Dewan Bahasa dan Pustaka Brunei.
Di Singapura
Di Singapura, bahasa Melayu berstatus sebagai bahasa kebangsaan sekaligus bahasa resmi seperti yang tercantum dalam Constitution of the Republic of Singapore Article 153A (terj. 'Undang-Undang Dasar Republik Singapura Pasal 153A') tentang bahasa-bahasa resmi dan bahasa kebangsaan;[31]
(1) Malay, Mandarin, Tamil and English shall be the 4 official languages in Singapore. (2) The national language shall be the Malay language and shall be in the Roman script ...
[Terjemahan: "(1) Bahasa Melayu, Mandarin, Tamil, dan Inggris hendaklah menjadi 4 bahasa resmi di Singapura". "(2) Bahasa kebangsaan hendaklah bahasa Melayu dan hendaklah ditulis dalam aksara Romawi...]
Di Singapura, bentuk bahasa Melayu baku Malaysia digunakan dengan beberapa perbedaan.[25]:85 Bentuk baku bahasa Melayu di Singapura diatur oleh Majlis Bahasa Melayu Singapura (terj. 'Dewan Bahasa Melayu Singapura').
Istilah-istilah bahasa Arab yang semula digunakan dalam bahasa Melayu baku saat ini, yang telah diubah dengan ejaan dan pelafalan yang disarankan oleh Dewan Bahasa dan Pustaka (DBP) telah dibantah oleh orang Islam konservatif setempat yang menyatakan bahwa istilah dan pelafalan yang benar seharusnya seperti yang dinyatakan dalam Al-Quran, yang banyak digunakan oleh warganet muslim setempat di media sosial saat ini. Jika dibandingkan dengan bahasa Melayu baku, istilah yang populer digunakan sebagai berikut:
Ramadhan (alih-alih "Ramadan").
Aamiin (alih-alih "amin").
Fardhu (alih-alih "fardu").
Redha (alih-alih reda (Indonesia: rida)).
Mudharat (alih-alih "mudarat").
Dhaif (alih-alih "daif").
Zohor (alih-alih "Zuhur").
Hadith (alih-alih "hadis").
Alih kode antara bahasa Inggris dan bahasa Melayu Malaysia dan penggunaan kata serapan baru yang berleluasa telah membentuk bahasa rujak (bahasa gado-gado). Akibatnya, fenomena ini membuat para penganut pemurnian bahasa di Malaysia merasa tidak senang karena mereka berusaha menegakkan penggunaan bahasa baku yang ditetapkan.
^Hammarström, Harald; Forkel, Robert; Haspelmath, Martin, ed. (2023). "Standard Malay". Glottolog 4.8. Jena, Jerman: Max Planck Institute for the Science of Human History.Pemeliharaan CS1: Tampilkan editors (link)
^"Soalan Lazim Berkaitan Dasar Memartabatkan Bahasa Malaysia Memperkukuh Bahasa Inggeris (MBMMBI)" [Frequently Asked Questions Related to the Policy to Uphold Bahasa Malaysia and to Strengthen the English Language (MBMMBI)]. Portal Rasmi Kementerian Pendidikan Malaysia (dalam bahasa Melayu). Diarsipkan dari versi asli tanggal 11-9-2014. Diakses tanggal 3 November 2013.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan); Periksa nilai tanggal di: |archive-date= (bantuan)
^"Bahasa Rasmi". MyGovernment (dalam bahasa Melayu). Diakses tanggal 19 April 2021. Perkara 152 Perlembagaan Persekutuan menjelaskan bahawa bahasa Melayu yang dikenali juga sebagai bahasa Malaysia adalah bahasa rasmi yang tidak boleh dipertikai fungsi dan peranannya sebagai Bahasa Kebangsaan.
^Encik Md. Asham bin Ahmad (8 August 2007). "Malay Language Malay Identity". Institute of Islamic Understanding Malaysia. Diakses tanggal 19 April 2021.
^Hussainmiya, B. A. (2001). The Brunei constitution of 1959: An inside history, 2nd ed. Bandar Seri Begawan: Brunei Press.
^ abcClynes, A., & Deterding, D. (2011). Standard Malay (Brunei). Journal of the International Phonetic Association, 41, 259–268.On-line Version
^Jones, G. M. (2016). Changing patterns of education in Brunei: How past plans have shaped future trends. In Noor Azam H-O., J. McLellan & D. Deterding (Eds.), The use and status of Language in Brunei Darussalam (pp. 267-278). Singapore: Springer.
^Ferguson, C. A. (1959). Diglossia. Word, 15, 325-340.
^ abMcLellan, J., Noor Azam Haji-Othman, & Deterding, D. (2016). The language situation in Brunei Darussalam. In Noor Azam Haji-Othman, J. McLellan, & D. Deterding (Eds.), The use and status of language in Brunei Darussalam: A kingdom of unexpected linguistic diversity (pp. 9–16). Singapore: Springer. Kesalahan pengutipan: Tanda <ref> tidak sah; nama "McNoorDet2016" didefinisikan berulang dengan isi berbeda
^Noor Azam Haji-Othman & Siti Ajeerah Najib (2016). The state of indigenous languages in Brunei. In Noor Azam Haji-Othman, J. McLellan, & D. Deterding (Eds.), The use and status of language in Brunei Darussalam: A kingdom of unexpected linguistic diversity (pp. 17–28). Singapore: Springer.
^Ferguson, C. A. (1959). Diglossia. Word, 15, 325-340.
^Nothofer, B. (1991). The languages of Brunei Darussalam. In H. Steinhuaer (Ed.), Papers in Austronesian Linguistics (pp. 151–176). Canberra: Australian National University.